Suatu hari, aura ungkapkan isi hatinya kepada saya bahwa Dia suka kepada saya, dan saya pun membalas cintanya juga. Hari demi hari kami lalui hingga pada hari libur kuliah. Kami jalan-jalan menggunakan Genio merahnya. saya yang mengendarai mobilnya. Dalam perjalan, kami mesra, di sandarkan kepalanya di bahuku, saya belai rambutnya dengan tangan kiriku. Dia makin mesra dan Dia mencium bibirku. saya balas ciuman bibirnya. Udara dingin yang keluar dai AC mobil terasa panas rasanya karena kami sudah HOT. saya dekap kepalanya, saya remas dada yang terbungkus Bra, dan Dia menikmati remasan tanganku.

Kami sampai di puncak, yaitu di sebuah kawasan wisata terkenal di Medan, namanya Brastagi yang berhawa dingin dan sejuk. Karena kami sudah HOT, Dia berbisik ketelingsaya, “Bang.. kita nginap aja yah?” pintanya.
“Di mana?” katsaya heran.
“Di Hotel aja.”

saya tidak tahu Hotel apa yang di maksudkan, saya hanya menurut saja. Dia yang membawa jalan.
“Terus aja Bang, nanti sampai di tikungan belok kanan Bang.” pintanya.
saya lihat memang di sebelah kanan ada Hotel yang megah. Dia menyuruh belok. Maklumlah, saya baru dua kali ke daerah yang kami tuju. Waktu itu saya bersama temanku mendaki gunung yang namanya gunung Sibayak. saya belokkan mobil, saya cari tempat parkir yang aman, kami turun dan masuk ke Hotel itu. Kalau tidak salah, Hotel itu namanya Hotel Sibayak karena jelas terpampang papan nama Hotel itu. Setelah kami masuk dan pesan kamar, kami diantar room-man. Karena bangkit lagi napsu yang tertu
nda itu, begitu masuk kamar, saya kunci pintu. Kudekap dan kupeluk Dia. Kami berciuman dan berguman di ranjang.

“Hemm.. ouuhh..” desisnya, dan saya buka perlahan-lahan baju serta BH-nya hingga polos.
saya kulum dan kuremas buah dadanya yang lumayan gede dengan pucuk yang berwarna merah muda, terus saya kulum kiri dan kanan.
Dia berdesis seperti ular, “Uhh.. ahh.. ouuhh..”
Dari lehernya, saya jilatin, terus turun ke perut dan makin ke bawah perlahan-lahan. saya buka celana jeans yang dia pakai hingga lepas dan saya lihat Dia memakai celana dalam berwarna putih. Perlahan-lahan, saya buka hingga terpampang di depanku sebuah bukit yang di tumbuhi hutan yang begitu lebat. saya sibak hutan itu, kuciumi dan kujilat.
“Ouuhh.. ahh.. yahh.. ouugg..” desisnya.
saya semakin nafsu dan saya buka baju serta celansaya sehingga kami sama-sama bugil.

Batang kejantananku yang sudah dari tadi tegang makin keras tegangnya ingin mencari sasaran. Dan kujilat memeknya dan kelentitnya yang timbul dengan tiba-tiba akibat napsunya makin memuncak.
“Ahh.. ouugg.. ahh.. yaahh..” desisnya terus.
saya jilat terus kelentitnya.
“Bangg.. sayau.. gak.. tahann.. mauu..”
Dia mencapai klimaks, saya jilat terus. Terasa asin air yang keluar dari memeknya. saya buka pahanya lebar-lebar dan perlahan-lahan saya bimbing batang kejantananku ke memeknya. Kuarahkan pas di memeknya, saya dorong perlahan-lahan.
Dia kesakitan, “Aduhh.. bangg sakit..”
saya berhenti sejenak karena Dia kesakitan. Kuulangi lagi doronganku dengan perlahan dan pasti.

“Slupp..” sempit sekali memeknya hingga batang kejantananku tidak bisa masuk. saya dorong kedua kalinya, “Slupp..” hanya ujung kepala batang kejantananku saja yang masuk. saya dorong terus tapi kali ini lebih kuat.
“Slupp.. slupp.. bluss..plopp..” masuk batang kejantananku semua ke memeknya.
saya melihat darah keluar dari memeknya. Ternyata Dia masih “virgin” (perawan).
Dia kesakitan, “Aduhh.. bangg.. sakitt.. bangg..”
saya diamkan sejenak batang kejantananku di dalam memeknya dan saya kulum buah dadanya yang menjulang karena nafsunya. saya maju-mundurkan lagi batang kejantananku perlahan-lahan saya mendengar Dia mengaduh lagi, “sakit bang.. pedih.. tapi enak bang..” gumannya.
Terus saya maju-mundurkan batang kejantananku.
“Auoo..ahh.. yahh.. aoouupp.. yaa.. terus bang.. enak bangg.. yahh..” Dia klimaks kedua kalinya.
saya terus menyodok memeknya maju mundur.
“Ohyahh.. ouhh.. yahh..” desisnya.
Seperti ada yang meyedot batang kejantananku dari dalam memeknya. saya makin cepat menyetubuhinya, hingga ada yang mengalir di dalam batang kejantananku sampai ke ujung batang kejantananku. saya dorong terus.
“Yahh.. aouuhh.. yaa..” desisku, karena tiba-tiba alirannya semakin kuat naik ke kepala batang kejantananku, saya pacu terus.
“Yahh.. aouuhh.. yess.. ouugg.. yahh.. saya mauu..” tak sempat kulanjuti lagi kata-katsaya, tiba-tiba, “Croott.. croott.. croott..” maniku keluar banyak, saya tembakkan di dalam memeknya.
Dia berdesis, “Ouhh.. yahh.. uugghh.. ouhh..,” ternyata Dia mau klimaks lagi.
Dan Dia pegang erat leherku, Dia mencengkram erat sekali sampai ada bekas kukunya di leherku.
“Yahh.. ouhh.. ya.. yaee.. yaa..” Dia klimaks lagi ketiga kalinya.

Kubiarkan batang kejantananku di dalam memeknya. saya berbaring di atas tubuhnya sejenak. Karena kelelahan, kami istrahat sejenak. saya kecup kening dan bibirnya dan saya balikkan badannya sehingga Dia ada di atas dadsaya dan batang kejantananku tidak saya cabut dari memeknya. Kami tertidur karena lama kami bergelut, kira-kira 2 jam lamanya sampai jam 3 pagi. saya terbangun dan tiba-tiba batang kejantananku bangkit kembali. saya balikkan tubuhnya tepat di bawah saya. saya sodok lagi memeknya. Dia terbangun dan saya sodok terus memeknya.
“Slupp.. slup.. slupp..”
Tidak lama, “Ouuhh.. yahh.. croott..croott..crott,” maniku keluar lagi, saya lemas dan tertidur di sebelahnya sapai pagi.

saya terbangun pada jam 9 pagi. saya bangunkan Dia dan kami mandi bersama. Kami melsayakan lagi di kamar mandi sampai puas. Setelah itu kami bersiap-siapa untuk keluar dari hotel itu dan kami bayar uang sewa hotel.

Kami jalan-jalan di sekitar daerah kota Brastagi. Kami sampai di daerah yang belum pernah saya kesana, kalau tidak salah namanya Kaban jahe. Kami keliling-keling kota dan kami pulang ke Medan. Kami terus bermesraan, Dia merangkulkan tanganya di leherku, dia cium mesra bibirku sampai saya tidak bisa bernafas. Tiba-tiba di depan ada mobil yang berlawanan arah mau nabrak mobil kami. saya banting setir ke kiri sehingga kami selamat dari maut. Setelah itu Dia tidak berani menciumi saya lagi karena tsayat. Kemudian kami berhenti di daerah yang kalau tidak salah namanya Penatapan. Orang-orang di daerah sana meyebutnya begitu karena banyak orang di sana melihat-lihat. Setelah kami puas melihat-lihat kami melanjutkan perjalan kembali ke Medan dan mobil kami terus meluncur mulus sampai di Medan.

saya berhentikan mobil kami di depan tempat kostku. saya membawa Dia masuk ke dalam dan saya perkenalkan kepada nenek serta cucu pemilik kost. Mereka menyambut dengan ramah. saya membawa masuk ke kamar kost saya yang berukuran 3×4 luasnya. saya kunci pintu kamar. saya peluk Dia, kucium, dan kuremas dadanya yang menantang.
Dia membalas dengan desis suara nafsunya, “Aouuhh..ahh..,” kami bergumul selama 20 menit.
Kubuka semua pakainya, Dia juga membuka pakainku hingga kami sama-sama polos. Batang kejantananku yang sudah tegang dari tadi kuarahkan ke memeknya yang masih sempit, maklum karena baru hilang perawanya.
saya arahkan batang kejantananku tepat di memeknya, “Slupp.. slerr.. slupp.. blees..” masuk sudah batang kejantananku. saya sodok terus.
Dia berdesis lagi, “Aouhh.. yahh..”
Karena saya tsayat terdengar sama nenek dan cucu yang punya rumah, saya sumbat mulutnya pakai mulutku hingga Dia tidak bisa bersuara. Terus saya sodok memeknya, “Auohh.. ahh.. ahh.. Bangg.. saya mau keluar nih..”
saya pacu terus sampai Dia klimaks, “Serr..” Dia kelimax terasa di kepala batang kejantananku. saya masuki terus memeknya tampa henti sampai klimaks.
“Aouh.. yaa.. ouh..” suara desisan nafsuku.
saya pacu terus batang kejantananku sampai, “Croott..croott..” saya keluarkan maniku di dalam memeknya.
Kami sama-sama puas dan tertidur sejenak Kemudian saya berbenah diri, Dia juga. saya antar Dia pulang kerumahnya dan saya kembali ke tempat kostku.

julia kelihatannya sudah agak terangsang dengan permainan tangan aku, ditambah lagi ciuman aku yang mendarat secara tiba-tiba pada lehernya. Tangan kiri aku juga mulai aktif meremas payudaranya yang sebelah. Ciuman pada lehernya aku ubah jadi menjilat, jadi kedua tangan meremas dan kadang-kadang memelintir kedua putingnya itu yang makin lama makin mengeras.

“Gimana kalo di hotel aja Jul, di sana lebih tenang” usulku.
“Iya dech.. Tapi jangan di marriot ya Om”, jawabnya sambil tangannya mengandeng aku mesra.
“Oke, nanti OM cariin yang agak jauh dari marriot”

Dan kami pun check in di salah satu hotel yang agak jauh dari marriot, karena aku tahu julia tidak mau ketahuan keluarganya, katanya dia bilang sama keluarganya mau ke rental internet selama 3 jam. Karena itu kami pergunakan kesempatan ini sebaik-baiknya.

“Wah, di sini baru tenang nich” kata julia sambil memperhatikan hotel yang lumayan tenang karena tempatnya agak jauh dari mariot dan kota.
“Nah, sekarang gimana? Mau nerusin caranya foreplay?”
“Mmh.. Gimana ya” julia agak ragu kelihatannya.

Wah, anak ini harus dirangsang lagi supaya mau foreplay, soalnya si ‘otong’ sudah tegak seperti pentungan pak hansip. Kemudian aku membuka kaos atas aku dan celana panjang jins hingga tinggal CD, sengaja aku membuka baju menghadap ke julia.

Tangan aku aktif membuka hem kremnya dan celana jins hitam tiga perempatnya. Sekarang tampak jelas BH merahnya dan CD putihnya yang cantik, pemandangan yang indah. aku gendong julia dan menaruhnya dengan lembut di sofa itu, kemudian aku mencium dan menjilat bibirnya serta tangan aku meremas payudara dan mencopot pengait BH-nya.

“Om.. isep.. sst.. susu.. nya.. julia..” rengeknya meminta aku menghentikan ciuman dan beralih ke payudaranya, ciuman dan hisapan aku giatkan, kemudian puting itu aku gigit perlahan.

Tangan kiriku mengusap payudara sebelah kiri dan tangan kanan aku masuk dalam CD-nya dan mengusap-usap vaginanya yang ditumbuhi bulu halus, kemudian aku masukkan jari keluar-masuk dengan lancar.

“Buka.. Aja.. Om.. Cepet.. Sst” celotehnya yang sudah bernafsu sekali sambil membuka CD-nya. Sekarang terlihat jelas sekali vaginanya yang masih kencang dan aku jilat dengan pelan dan semakin ke dalam lidah aku menari-nari.

Beberapa menit aku permainkan nonoknya dan paha bagian dalam julia yang sudah sangat basah sekali.

“Gantian julia isep kontolnya Om, tapi jangan keluar dulu ya”
“Beres, nanti Om pakai kondom kok”
“Mmh..” julia tidak menjawab, soalnya sudah mulai menghisap kontol aku, pertama-tama cuma masuk setengah tapi lama-kelamaan masuklah semua kontol aku.

Beberapa menit kami melakukan oral sex, julia ternyata menikmati permainan itu.

“U.. Dah.. Jul.. Om.. Nggak tahan.. Nich”
“Iya Om, julia juga pengin ngerasain senggama gaya kuda ama kontolnya Om yang bengkok itu hi.. hi..” celotehnya tertawa sambil mengambil posisi menungging.

Kemudian setelah aku pasang kondom, aku masukkan ke memeknya, tenyata meleset.

julia kemudian memegang kontol aku dan mengarahkan ke memeknya dan aku dorong pelan, pelan tapi pasti dan bless.. masuk seluruhnya dengan dorongan aku yang terakhir agak keras.

“Aduh Om sakit”
“Nggak apa-apa kok Jul, udah masuk kok”

Genjotan demi genjotan aku giatkan sambil tangan kiri memegang perutnya dan tangan kanan memegang payudaranya. Plok.. Demikian kira-kira bunyinya. Kira-kira beberapa menit aku ngentot dengan julia dengan posisi doggy style. Dan semakin lama semakin cepat.

Tiba-tiba tubuh julia mengejang dan aku pun juga, akhirnya crot.. crot.. crot.. Keluar cairan putih dalam kondom aku, bersamaan dengan muncratnya cairan di vagina julia. Tubuh kami pun lemas menikmati sensasi yang luar biasa itu.

Pukul 19.30 julia sudah berada dalam mobil bersama aku, dengan memakai rok jins span warna biru dipadu dengan kaos ketat warna putih selaras dengan warna kulitnya. Aduh mak, makin cantik aja nich ABG, pikirku.

“Kita kemana Om?”
“Bandara soekarno”
“Ngapain ke sana?” tanyanya heran.
“Udah nggak usah banyak tanya, nanti juga tahu”
“julia ama Papa cuma dikasih ijin satu jam lho Om”
“Maka itu, Om mau kasih hadiah buat julia”
“Wah, terima kasih Om” jawabnya sambil mencium pipi aku mesra. aku pilih bandara itu agar bisa romantis dan bisa lebih pribadi, tahu khan pembaca maksud aku, he.. he.. he…

Setelah sampai di bandara, aku parkir mobil di tempat yang agak sepi, kebetulan juga kacanya hitam pekat. aku ajak julia pindah ke tempat duduk belakang mobil Kijang itu agar lebih leluasa kalau mepet-mepetan.

“Mana hadiahnya Om?” tanya julia tidak sabaran, karena tidak tahu apa hadiahnya.
“Om cuma mau kasih hadiah seperti kemaren” selidik aku menunggu tanggapannya.
“Maksud Om?”
“Iya, seperti yang Om ajarkan kemarin, nah itu hadiahnya, tapi julia mau nggak?”
“Idih, si Om maunya..” jawab julia sambil tersipu.

Bagi aku itu sudah cukup merupakan tanda setuju dari julia hingga tanpa menunggu jawaban dari julia, aku langsung mencium bibirnya dan tangan aku sudah mendarat pada pahanya. aku elus-elus pahanya yang putih dan masih terbalut oleh jins biru yang sangat seksi hingga memperlihatkan lekuk-lekuk bodinya. julia juga kelihatannya ingin menghabiskan malam terakhirnya bersama aku dengan tergesa-gesa membuka celana aku sampai separuh dan melahap kontol aku yang sudah kencang dari tadi.

Tiba-tiba julia melepaskan kulumannya, dan berganti posisi dengan aku yang berjongkok dan julia yang duduk sambil membuka rok spannya. Pemandangan yang sangat indah pembaca, julia memakai CD merah yang bergambar hati atau cinta.

“Ayo Om, jangan diliatin aja”
“Ya..” jawab aku sambil mencium vaginanya yang masih terbungkus CD kuningnya, jilatan demi jilatan membuatnya geli hingga pinggulnya ke kiri ke kanan tak beraturan.

Dengan dibantu julia, aku membuka celana dalam beserta sok spannya hingga ia tinggal mengenakan BH saja. memeknya yang ditumbuhi bulu halus itu mengeluarkan aroma harum khas wanita, beberapa saat aku cium dan jilat pada bagian dalam memeknya.

Sambil menjilat seluruh bagian vaginanya, tangan kanan aku masuk ke dalam BH-nya dan meremas payudaranya dengan lembut dan kadang-kadang memelintir putingnya yang sudah keras sekali.

“Ayo.. Om.. Sst.. julia.. Nggak.. tahan.. Nih..” rintihnya memohon pada aku.

aku sudah mengerti maksudnya, julia sudah sangat terangsang sekali ingin melepaskan hasratnya dengan segera. Kemudian aku berganti posisi dengan julia aku pangku berhadapan dengan aku sambil membuka penutup payudaranya itu. Maka kami berdua sudah bugil di dalam mobil itu, untung saja keadaan bandara waktu itu belum terlalu ramai karena kedatangan pesawat masih lama.

“Pel.. Lan ya Om” kata julia sambil menggesek-gesekkan bibir vaginanya sebagai pemanasan dulu.
“Gimana Jul..?”
“Udah Om, sekarang aja” ajak julia sambil memegang kontolku mengarahkannya pada lubang kemaluannya sambil aku juga menyodoknya pelan, kemudian pada akhirnya bless.. masuklah semua kontol aku.
“Arg.. Sst.. Mmh..” rintih julia karena masuknya kontol aku yang kemudian maju mundur dengan lembut.

Kontol aku serasa diremas-remas dalam lubang kemaluan julia yang masih sangat kencang sekali, denyut-denyut yang menimbulkan rasa nikmat bagi aku.

Ini memek asli bikin nafsu banyak orang. Paha Mulus, Pantat Montok, Toket Gede terawat banget dehh ini perhiasan dunia.

Sekilas kalau di lihat toketnya tidak gede gede banget, ya standarlah tapi kalo di lihat dari segi keindahan wanita ini memek sempurna aku rasa.

Nah buat yang pada seneng foto memek pantau terus www.arulsite.com, beragam bacaan tentang memek dan kontol di kupas dan di review disini. jangan salah dulu, Visi aku tidak pake foto telanjang. Aku cuma tulis apa yang aku pikir dan berusaha seobyektif mungkin menyeleksi foto cewek seksi di sini.

Kalau ada tambahan info seperti begini jangan malu malu kasih info ke orang-orang kalau blog Memek Kontol menyediakan berbagai macam lendir dan gambar kontol memek ngentot.

Kebanyakan baca cerita bokep 17th Ngentot memek tante jadi paranoid lho. Kenapa, soalnya kebanyakan materi cerita dewasa, cerita panas Jilat Kontol yang di kemas merupakan cerita fiktif belaka dimana mereka mengkondisikan khayalannya pada kondisi yang memang benar-benar dibuat seperti real.

Ujungnya kita sebagai pembaca secara tidak langsung sangat terpengaruh sama cerita memek pembokat atau pembantu yang katanya doyan kontol majikan atau siapa saja sosok yang ada disitu. Emang kehidupan ini layaknya binatang apa bisa semaunya seperti itu. Awas! sekali lagi cerita-cerita yang kamu baca pada intinya adalah khayalan yang bisa bikin kamu jadi paranoid. Baca-baca begituan tidak ada manfaatnya, kecuali cuma buat hiburan saja saat kamu lagi bener-bener bete.

Libido seks seseorang terkandang ada juga yang harus di pancing entah dengan membaca Cerita bokep 17th dengan tema Ngentot Memek Tante atau bisa juga dengan nonton Film-film Bokep atau Video memek cewek ngentot.

Wajar kalau aku bilang orang cari inspirasi pakai istilah-istilah seperti itu selama masih dalam batas wajar dan tidak berlebihan. Blog Memek kontol seks sebagai media edukasi atau pembelajaran seks jadi media mencari ilmu tentang bagaimana cara seks yang sehat itu dan dalam batas apa saja yang tidak melanggar norma atau aturan. Selayaknya blog Memek kontol ini di ciptakan karena pada dasarnya tidak ada materi yang aku rasa ekstrim atau foto foto dan video memek dan kontol masuk. Secara relita aku juga masih punya nurani. Dan disini juga sebagai media belajar aku akan media edukasi seks dini itu seperti apa.

nikita memanggil teman-temannya dan diperkenalkan pada Robert. saya dan nikita meninggalkan tempat itu lalu dengan taxi menuju Westin pada jam 12 malam. Setiba di lift, saya tekan 77. Kami hanya berdua. Melihat itu, nikita langsung menyodorkan bibirnya minta kucium. Kami berciuman saling melepaskan kerinduan karena lama tak bertemu. Lidahnya memasuki mulutku mencari lidahku, menyapu bagian atas dan bawah rongga mulutku sambil tangannya meremas-remas kontolku.

Setiba di kamar, nikita langsung mendorongku ke balik pintu dan menyerangku dengan ganasnya, bibir dan lidahnya menari-nari dan menjilati seluruh leherku, tangannya membuka kausku lewat atas lalu putingku habis diciuminya sementara tangannya tergesa-gesa membuka celana pendekku hingga tinggal CD yang melekat di tubuhku. Sambil bibir dan lidahnya terus bergerilya di tubuhku, tangannya menarik CD-ku turun dan langsung menggenggam dan mengocok kontolku.

“Hhmm.. Kontol kaya gini yang bikin ketagihan tau”, katanya sambil berjongkok.

Langsung tanpa basa basi, dimasukannya kontolku ke dalam mulutnya dan dikocoknya keras-keras sambil ujung lidahnya bermain di kepala kontolku. Lalu diangkatnya kakiku dan diletakkan di pundaknya. Lidahnya menjalar di selangkanganku sampai anusku tidak ketinggalan dijilatinya juga. kontolku kembali berada di dalam mulutnya dan jarinya ditusukkan ke dalam anusku. saya hanya bisa mendesah keenakan.

Mendengar desahan itu, nikita semakin bersemangat hingga mempererat jepitan bibirnya dan mendorong kepala sedalam-dalamnya sampai hampir seluruh kontolku masuk ke dalam mulutnya dan memaju mundurkan kepalanya. Sekitar 10 menit kemudian, saya merasa ada dorongan sperma yang keluar dari kontolku, menyemprot di dalam mulut nikita sekitar 5-6 kedutan. nikita menelan semuanya lalu menjilati kontolku sampai bersih dan lalu berdiri menciumku.

Tiba tiba saya ada ide. saya matikan semua lampu di kamar, saya buka seluruh gorden ke arah luar, lalu saya buka pintu keluar ke balkon. Kuajak nikita dalam keadaan telanjang bulat seperti saya menuju balkon. Pemandangan lampu-lampu sekitar Singapura sedemikian indahnya. nikita memegang pinggiran balkon dan saya peluk dari belakang di perutnya, perlahan tanganku naik menuju toketnya yang berukuran 36b, kuremas remas dan kupermainkan putingnya, kujilat belakang lehernya lalu punggungnya. nikita menolehkan kepalanya, kusambar bibirnya dan kami berciuman. Dengan tidak adanya gedung lain di sekeliling kami yang berdekatan membuat suasana lebih menggairahkan.

Perlahan saya berjongkok, kujilati dari pinggang melewati garis pantatnya, sedikit mengenai memeknya lalu lidahku kuturunkan menuju paha dan betisnya. saya balik lagi mendaki menuju selangkangannya dan mulai mencari memeknya. nikita semakin menungging dan membuka kakinya lebar-lebar memberi jalan pada lidahku untuk mencapai liangnya. Kujulurkan lidahku ke dalam liang memeknya, dengan posisi itu otomatis hidungku tepat menempel di anusnya, tapi saya teruskan mengorek-ngorek memeknya dengan lidahku.

Bentuk badan nikita sudah menekuk 90 derajat hingga toketnya menempel pada reiling balkon, kedua tangannya sekarang menjulur ke belakang dan membuka belahan pantatnya. Hhmm.. Tak akan pernah kutolak apa yang disodorkan oleh nikita, saya tahu apa yang harus saya lsayakan, karena ini memang kegemaranku.

Kujulurkan lidahku mencari anusnya, lalu kumasukkan 2 jariku ke dalam mekinya. nikita membuka belahan pantatnya semakin lebar sehingga memudahkan lidahku untuk bergerilya di anusnya. Kocolok-colok, kumasukkan ujung lidahku dan kuputar di dalam lubang anusnya beberapa kali. Terasa kontraksi meki nikita di tanganku dan nikita berteriak..

“Viir.. Gua.. Keluar viirr..” teriaknya. Terasa kontraksi vagina nikita di jariku yang tertanam di situ dan nikita menggelengkan kepalanya berkali-kali sampai akhirnya lunglai tubuhnya lemas terduduk menimpsaya di balkon tersebut.

saya tarik nikita menuju ranjang, lalu kami tiduran beristirahat sambil menonton TV. Perlahan kukecup kening nikita dan tangan nikita merayap ke arah kontolku yang masih lemas. nikita meletakkan kepalanya di perutku menghadap ke arah TV. Otomatis kontolku ada di depan matanya. Sambil menonton dijilat-jilatnya ujung sampai lingkaran kepala kontolku. Dengan cara menjilat dan menghisap diselingi dengan gigitan kecil, perlahan-lahan kontolku membesar dan mengeras di dalam mulutnya.

“Viir..,.. Masukin ya.. Gua pengen ngerasain kontol lu di vagina gua” bisiknya.
“Lu mau di atas atau di bawah?” jawabku.
“Gua di atas dulu” jawabnya sambil langsung naik ke atas tubuhku.

Diarahkannya kontolku ke lubang tempiknya. Setelah menempel, nikita menggoyang pantatnya agar kepala kontolku membelah tempiknya, lalu perlahan kontolku masuk ke dalam tempiknya semakin dalam.

nikita menekan memeknya pada kontolku sedalam-dalamnya hingga terasa ujung kontolku mentok di dalam memeknya dan kuberi kedutan. nikita mengerang lalu memutar pinggulnya pelan makin lama makin cepat. saya pun menaik turunkan pinggulku seirama dengan putaran pinggulnya. Tak lama nikita berteriak histeris dan terasa vaginanya semakin licin, pertanda bahwa orgasmenya telah tiba.

Kulepaskan kontolku lalu kubalikkan badannya. nikita mengerti maksudnya, dengan bertumpu di atas lututnya, kepalanya diletakkan di atas bantal dan tangannya menjulur ke belakang membuka belahan pantatnya seperti yang dilsayakannya tadi di balkon

“Viir.. Lagi dong, gua pengen ngerasain lidah lu lagi..” erangnya.

Kembali nikita memberi hidangan kegemaranku. saya berlutut di belakangnya, kupegang pantatnya menggantikan tangannya, lalu mulai kujilat anusnya, kukorek keras dan kutusukkan lidahku dalam-dalam. nikita menjerit-jerit keenakan, jarinya dimasukkan ke vaginanya dan dikocoknya dengan cepat.

Tanpa basa basi, saya berlutut dan menusukkan kontolku ke dalam mekinya, saya hentakkan dengan keras dan langsung kugenjot dengan cepat. nikita meraung-raung di kamar itu. Kuletakkan bantal di perutnya dan kutekan pantatnya sampai nikita tertelungkup dan pantatnya terganjal bantal, kuluruskan kakinya rapat sehingga kontolku terjepit di antara pahanya.

Makin lama gerakanku makin cepat hingga maksimal. nikita kembali berteriak keenakan sambil tangannya meremas apa saja yang dapat dipengangnya. Gerakanku makin cepat, kudorong sedalam-dalamnya hingga keringat bercucuran di punggung nikita. Akhirnya kucapai orgasmeku di mekinya. Kutekan kontolku sedalam-dalamnya dan kudiamkan sambil kusemburkan spermsaya beberapa kali, setiap kali menyembur, kontolku makin keras dan membesar, sehingga nikita pun merintih..

“Ooochh..... Gw keluar lagi nichh..”

Di rumahku hanya ada pembantu, yang usianya sekitar 35 tahun, biasa dipanggil tante lidya. Tapi jangan kaget lho! badannya terawat dan masih kencang, walaupun kulitnya agak hitam (hitam manislah menurutku). Agak kaget juga saya, setelah dibukakan pintu, kulihat dia mengenakan baju kaos yang agak ketat dan rok putih yang selutut. Tetapi tonjolan di dadanya itu, membuat darahku berdesir cepat.

Perlahan dilepaskannya roknya, dan terlihatlah pahanya yang mulus dengan celana dalam warna pink. Agak lama kupandangi, karena itu benar-benar pemandangan yang indah, dan kejantananku mulai membengkak di celanaku. Perlahan kupegang celana dalamnya, dan kudekatkan wajahku ke arah celana dalamnya. Wow.., baunya wangi sekali, mungkin dia baru mandi tadi.
“Sudah cukup kan..?” katanya sambil menjauhkan wajahku dari pahanya dan mencoba memakai roknya lagi.
Tetapi hal itu dengan cepat kucegah, “Ntar dulu tante, aku pingin lihat di balik celana itu, boleh ya..?” kataku membujuk.
“Yee.., sudah dikasih hati malah minta jantung..!” ucapnya sedikit menyindirku.
“tante tau nggak, jantungku debar-debar nih.., dan aku terangsang..” kataku mencoba menyatakan bahwa saya benar-benar terangsang.
Sambil bercanda dia menjawab, “Masak gitu aja terangsang, tante nggak percaya, kamu pasti cuma iseng, mau mempermainkan tante, ya..?” katanya membalas ucapanku.
“Kalau nggak percaya, coba lihat nih..!” kataku sambil menurunkan celana pendekku.
Dia agak kaget karena celana dalamku seperti penuh dan menonjol besar di bagian penisku.
“Bener juga, kamu nggak boong.., kamu terangsang ya..?” katanya melirikku nakal sambil tersemyum.

Agak lama dia melihatnya, kemudian mengelus dan mengusap-usap, dan mendekatkan wajahnya ke dekat celana dalamku.
“Sekarang kita sama-sama buka, gimana tante..?” kataku memberi tawaran gila.
Mungkin karena sudah terangsang dan sangat ingin melihat penisku, akhirnya dia mengangguk. Perlahan dia menurunkan celanaku, dan tampaklah kejantananku berdiri tegak dan siaga.
“Wow.. punyamu lebih besar dari yang tante bayangkan, tapi tante suka yang besar seperti ini.” katanya sambil mengelus, menyentuh kepala penisku dengan jarinya dan kemudian mengocoknya.
“Aahh.. ” saya mengerang nikmat, sementara dia terus mengocok sampai penisku terlihat memanjang maksimal.

Mungkin dia sudah tidak tahan, dia mulai mengulum dan meghisap penisku.
“ahh.. ah.. nikmat sekali..!” aku mendesis kenikmatan, sementara tanganku sudah membuka celana dalamnya.
Dan wow.., benar-benar pemandangan yang indah, bulu-bulu halus di sekitar memeknya yang kemerahan sangat merangsang birahiku. Jariku menyentuh dan menggesek bibir nonoknya.
“Oh.., ahh.., terus Mas, gesekin terus..! Ahh..!” suaranya mendesah-desah.
Kudekatkan wajahku ke tempiknya, menciuminya dan menjilatnya. Celahnya mulai agak basah, mungkin dia sudah terangsang hebat, sementara kemaluanku terus dikulumnya, bahkan sekarang lebih dahsyat sampai ke pangkalnya. Saya merasakan hangat mulutnya, dan kemaluanku seperti panas sekali dan mau mengeluarkan sesuatu. Tanpa dapat kutahan, spermaku muncrat di mulutnya untuk pertama kali.

“Ohh.. kamu udah keluar Mas.. enakk.., gurih..!” katanya sambil menjilat sperma yang keluar dari mulutnya, sementara lidahku terus bergerilia di celah vaginanya, bahkan lidahku berusaha masuk lebih ke dalam dan terus menyeruak di seluruh dinding memeknya.
“Ouch.. lebih dalam, Mas..!” pintanya sambil mendesis-desis.
Aku mendengar dia mendesis dan menyerocos tidak karuan, dan mulai mengocok kemaluanku lagi sehingga membesar kembali. Hanya dalam hitungan menit, punyaku sudah membesar lagi dan mencapai ukuran yang maksimal.
“Sekarang saya masukin ke meki tante aja, oke..?” kataku sudah tidak sabaran.
“ya Mas, tante juga sudah nggak tahan nich..!” katanya sambil membuka kedua pahanya lebar-lebar, sehingga memeknya tampak membelah dan merekah.

Sambil memegang penisnku yang tegang, kuarahkan ke lubang tersebut. Sesaat kepala kontolku kugesekkan ke bibir memeknya, kemudian dengan sedikit ditekan, dan, “Bless..!” masuk seluruhnya ke dalam liang vaginanya.
“ahh.., terus Mas, lebih dalam..!” desisnya mengikuti gerakan masuknya batang kejantananku.
Aku pun semakin bersemangat menggenjotnya dan memaju-mundurkan kontolku di dalam nonoknya. Sementara tanganku tidak lepas memegangi puting toketnya yang mengencang.

Sekitar 10 menit dengan posisi tersebut, aku mengeluarkan kemaluanku yang masih menegang.
“tante, sekarang kita rubah posisi ya..? Pasti lebih nikmat..!” kataku ingin mencoba gaya lain.
“Posisinya gimana Mas..?” dia bertanya balik.
“tante menungging saja, kakinya diangkat sebelah dan letakkan di meja, dan tante membelakangi saya..!” saranku memberi penjelasan, dia menurut saja.
Dia sudah mengambil posisi seperti itu dan aku dapat melihat celah vaginanya mengintip dari belakang. Dengan memegang kemaluanku yang tegang, kuarahkan ke celah itu. Dengan sedikit tekanan, kepala penisku masuk, dan masuknya terasa lebih sempit dari yang tadi. Sengaja tidak kumasukkan seluruhnya dan kutanya kepadanya, “Gimana..? Lebih enak kan..?” kataku.
“iyya lebih enak dari yang tadi, oh.., enak.., ahh..!” suaranya mendesah lagi.
“Ini belum seluruhnya lo tante, baru sebagian..!” aku mencoba menggodanya lagi.
“Masukin semua dong, Mas..! Biar terasa lebih enak lagi..!” pintanya.

Dengan menekan lebih kuat, maka kemaluanku masuk seluruhnya. Dan oh.., betapa nikmatnya, serasa berada di awang-awang.
“Ah.., oh.., aah.., nikmat sekali, tekan lebih kuat Mas.., lebih dalam, ahh, ahh..!”
Sesekali dia menggoyang pinggulnya, dan ohh.., benar-benar luar biasa goyangan pinggulnya, punyaku seperti ditarik dan diurut-urut di dalam vaginanya.
“Oh.., ah.., aku tak ingin berhenti cepat-cepat, goyangin terus tante..!” kataku.

Sekitar 10 menit aku memaju-mundurkan kemaluanku ke tempiknya, rasanya saya sudah berada di puncak dan mau memuntahkan lahar.
“tante, aku sudah mau keluar nich..!” kataku.
Dia membalas, “Aku juga mau keluar nich. Kita keluar sama-sama ya..?” pintanya.
Dengan menggenjot lebih kuat agar cepat sampai ke puncak kenikmatan, maka kumulai menekan lagi lebih cepat. Dan akhirnya, “Ouc.., ah.., ah..” dengan erangan panjang, saya memuntahkan spermakau di memeknya.
Bersamaan dengan itu tante juga mengerang panjang, “Ouh.., ouc.., ah.., ah.., nikmat.. ah..”
Sementara di memeknya aku merasakan punyaku disemburi cairan memeknya, terasa begitu hangat.

Perlahan kutarik punyaku keluar, terlihat sudah mulai mengecil. Kami tergolek di tempat tidur dan saling berpandangan.

Reuni SMA

Suatu hari kami mengadakan reuni dengan teman-teman SMA satu kelas kami dulu. Reuni disepakati tidak dalam bentuk seperti biasanya, yaitu di sekolah ataupun di gedung. Tapi reuni ini dilakukan di daerah pantai Pangandaran. Jumlah kami keseluruhan satu kelas mencapai 40 orang. Kami mencarter bis dari tempat mangkal kami di suatu sekolah di Bandung menuju ke Pangandaran, meskipun ada juga yang membawa kendaraan pribadi. Lama perjalanan sekitar 4-5 Jam. Sesampainya di pangandaran, kami menyewa rumah-rumah penduduk yang memang sangat banyak disewakan di Pangandaran.

Singkat cerita Kami telah sampai di Pangandaran, dan menyewa sekitar 10 rumah dan tiap rumah diisi 4 orang. Karena jumlah wanita ada 14 orang, maka ada 2 orang wanita yang serumah dengan pria. Kebetulan semua sudah menempati kamarnya masing-masing, karena aku, Herry, Linda, dan Sandra yang naik mobil Katanaku yang datang terlambat menempati rumah yang sama. Rumah yang kami tempati ukurannya sekitar 9 X 6 meter dengan 2 kamar tidur. Ada sebuah ruang tamu, kamar mandi, dan dapur. Rumahnya cukup bagus untuk ukuran di daerah ini. Berlantai keramik putih, dan terlihat bersih terawat dan ada sebuah TV di ruang tamu.

Herry dan aku adalah teman akrab sejak SMA, tetapi sekarang Herry kerja di Bandung, dan aku di Jakarta. Sedangkan Linda dan Sandra juga kerja di Jakarta. Linda merupakan salah satu bunga sekolah di SMA kami dulu. Meskipun satu kelas, aku tidak begitu akrab dengan Linda waktu SMA dulu. Singkat kata, Jam 17.00 kami semua kumpul di pantai Pangandaran untuk mengenang kembali masa-masa SMA dulu. Ada yang bermain sepak bola, volley, dan ada juga yang duduk membicarakan dan menggosipkan teman SMA-nya dulu. Sedangkan Linda aku lihat malahan duduk menyendiri di pasir. Sepertinya ada sesuatu yang dipikirkan.

Sebenarnya aku sejak kelas 2 SMA naksir berat pada Linda, tapi berhubung tiada keberanian, dan juga terlalu banyak saingannya, akhirnya cuma jadi story bagiku. Tinggi Linda sekitar 165 cm, dengan tubuh seksi dan proporsional, kalau aku gambarkan mirip dengan penyanyi CA, dengan rambut sebahu dan bibir yang sensual. Tentunya membuat kumbang-kumbang tak jauh-jauh dari bunganya. Dengar-dengar sih dia sudah menikah dengan seorang pengusaha di Jakarta 2 tahun yang lalu.
"Eh... kenapa melamun sendirian... entar kesambet setan loh!" kataku sambil duduk di pasir di samping Linda. Dia pun hanya tersenyum simpul.
"Eh... Denny, iya nih... lagi pusing", katanya.
"Emang pusing kenapa?" kataku. Eh dia tidak menjawab, malah memandang jauh ke lautan. Kemudian menyeka air matanya yang tak sengaja meleleh di pipi. Kami pun terdiam.

Tak lama kemudian terlihat teman-teman berfoto bersama di pantai.
"Hei Denn... Linda... jangan pacaran ajaa... ke sini", kata Herry.
"Yo... Lin... ke sana", kataku sambil memberikan sapu tanganku kepadanya. Kami pun foto bersama untuk kenang-kenangan di latar belakangi oleh warna merah kekuningan dari langit di garis cakrawala.

Setelah acara selesai kami pun kembali ke kamar masing-masing. Terlihat Linda masih menyisakan isak tangisnya, dan langsung menuju ke kamar. Pukul 8 malam kami pun makan malam dengan lauk yang telah disiapkan oleh seksi konsumsi. Kemudian Linda kembali lagi ke kamar dan begitu juga Sandra dan Herry. Jam 10 malam aku terbangun karena suara ngorok teman sekamarku, Herry, yang begitu ribut. Aku pergi ke ruang tamu dan melihat televisi. Wah nggak ada cerita yang bagus tapi karena nggak ada hiburan yang lain, dengan terpaksa kutonton juga acara televisi tersebut.

Jam 10.30 malam tiba-tiba Linda terbangun dan duduk di sebelahku dengan mata masih sembab.
"Belum tidur Lin?" tanyaku.
"Iya nih belum ngantuk... lagi pusing", jawabnya.
"Pusing kenapa emang?" tanyaku.
Linda terlihat ragu-ragu dan diam. Tak lama kemudian dia pun berbicara.
"Yuk Den... aku mau ngomong, tapi jangan di sini", katanya. Wah malam sudah gelap begini mau berbicara di mana kalau nggak di sini, pikirku.
"Ok deh... yuk keluar..." kataku.

Aku pun pergi keluar dengan Linda dengan Katanaku tanpa tujuan yang pasti. Katanaku pergi tanpa arah tujuan dan akhirnya kuhentikan di bawah pohon kelapa di pasir dekat pantai. Linda masih terdiam seribu bahasa, tapi akhirnya dia berkata.
"Gini Denn... aku lagi bingung banget", katanya.
Dia terdiam lagi. Soalnya bicara sambil terisak-isak.
"Aku sebentar lagi mau cerai sama suamiku", katanya sambil membenamkan wajahnya ke bahu kiriku. Kubiarkan dia menyalurkan emosinya. Akhirnya dia melanjutkan lagi.
"Yang kupikirkan cuma anakku yang berumur 1 tahun dan masih lucu-lucunya."
Aku sudah tidak teratur lagi didekap oleh Linda, tapi aku kuat-kuatkan imanku. Tapi kemaluanku tidak mau kompromi nih.

Linda sekarang tidak lagi menangis di dadaku, malah mencium-cium dadaku. Aku sih kuat-kuatkan biar tidak terbawa. Maklum saja Linda sudah diangguri selama 4 bulan. Malahan sekarang dia menuju ke wajahku dan bibirnya menyentuh bibirku. Aku masih mencoba bertahan. Akhirnya aku tidak tahan juga, kusambut bibir Linda dengan pagutan yang lebih dahsyat. Akhirnya lidah kami membelit satu sama lain di salam mulut seperti dua ekor ular sedang bergumul. Kami pun pindah ke belakang yang agak lega. Tahukan Katana? ruangannya sempit sekali. Untung sudah aku modifikasi kursinya sehingga yang depan bisa ditekuk.

Kemudian tangan Linda ke arah belakang leherku dan tanganku mulai membuka kaosnya. Kebetulan dia tidak memakai BH jadi lebih mudah. Tanganku kuusapkan ke atas bukit kembarnya dengan elusan-elusan yang penuh penghayatan. Aku raba-raba putingnya dan sedikit-sedikit kupelintir-pelintir. Tanganku yang satu memegangi punggungnya dan kami masih berciuman kemudian dia kurebahkan ke kursi dan aku jongkok di bawahnya. Sempit sekali memang, tapi kalau sudah nafsu jadi luas rasanya. Kemudian aku jilati pusarnya hanya... "Aahh... ooo... hhh... ohh", yang terdengar dari mulut Linda.

Kuturunkan celana trainingnya dan ternyata dia tidak memakai CD. Wah memang sudah niat nih sepertinya. Kemudian dia taruh kedua kakinya ke atas pundakku dan aku mulai mempermainkan liang kewanitaannya. Kuraba-raba permukaan kewanitaannya dengan tanganku dan tekanan-tekanan yang khusus. Desahannya semakin menjadi-jadi, "Ahhsss... Den... ohh...." Kemudian kugosok-gosok belahan Labianya dan dia pun semakin mengerang kenikmatan. Kemudian kumasukkan jari tengahku ke dalam lubang kemaluannya dan menyentuh seonggok daging yang disebut klitoris dan aku sentil-sentil dengan ujung jari. "Dennyy... ahhh... ohhh... terruuss.." terasa lembab ruangan di dalam lubang kemaluannya dan terasa basah. Aku tambah frekuensi memainkan klitorisnya dan dia pun sudah tidak tahan.

"Ooohhh... Dennnyy... ahhh..." sambil dia agak mengejang. Sepertinya dia sudah klimaks. Gila, cepat benar dia klimaks. Tapi aku biarkan. Langsung aaja kubuka jeans-ku. Susah sekali ternyata membuka celana di dalam mobil. Kubuka cuma sampai lutut dan aku keluarkan batang kemaluanku yang sudah tegak 45 derajat. Aku langsung duduk di sebelahnya dan kemudian Linda kusuruh duduk di atas batang kemaluanku. Agaknya dia sudah benar-benar kehausan. Dia mau saja ketika kusuruh duduk di atas batang kemaluanku.

Akhirnya batang kemaluanku pun habis ditelan liang kenikmatan Linda. Saat dimasukkan sepertinya dia masih dalam keadaan orgasme, sehingga terasa liang kenikmatannya menjepit dan mengurut-urut batang kemaluanku. Aku sih merasa semakin enak saja. Setelah itu dia mulai mengambil inisiatif naik turun. "Ohh... ahh... shhh... yess... ouhhh..." jeritnya sambil memegang-megang kepala, takut kalau kepalanya menyentuh kap mobil. Mobil pun ikut bergoyang-goyang. Wah gawat nih kalau ketahuan orang, pikirku.

Setelah 10 menit acara naik kuda maka Linda pun mendesah, "Dennn... sshh... akuu... kkell... iimmm... aaksshhh... ohhhsss..." terasa semburan air menerpa kepala batang kemaluanku. Kubiarkan batang kemaluanku masih tertancap di dalamnya. Terasa lagi remasan-remasan klimaks liang kemaluan Linda. Akhirnya Linda pun mencabut batang kemaluanku dari liang kemaluannya. "Wah Denn kamu hebatt... belum apa-apa", katanya memujiku. Sepertinya dia sangat kelelahan. Dia pun berpakaian kembali. Aku tentu saja sewot diperlakukan seperti itu. Ada sesuatu yang harus diselesaikan nih, pikirku.

"Lin turun yuk!" kataku dan dia pun menurut.
Sesampainya di kap depan mobil. Kusergap Linda. Kedua tangannya kutaruh di atas kap mesin dalam posisi menunging. Kuturunkan celana training-nya selutut dan kukeluarkan alatku yang masih berdiri dari celana lewat retsleting. Aku memang sengaja tidak memakai lagi CD-ku soalnya sudah niat mau memperlakukan Linda di kap mesin mobil.

"Ahh... Denn... apa-apaan nih", protes Linda.
Aku diam saja. Langsung kutusuk liang kemaluan linda dengan alatku.
"Ooohh... Dennyyy... shh... ahhh... ohhh..." jerit Linda.
"Biar impas", bisikku ke telinganya.
Setelah sekitar 5 menit Linda pun menjerit, "Dennyy... aku... laggii... ohhhss... akkhh..." Wah dia klimaks lagi. Langsung saja aliran spermaku yang sudah di kepala batang kemaluan juga tidak mau kompromi. Dengan semakin menambah frekuensi genjotan akhirnya menyemprotlah semua air mani ke dalam liang kemaluan Linda. "Oohh... aku... jugaaa... ssshh..."

Tiba tiba ada lampu mobil menyoroti kami dan ternyata segerombolan preman dari daerah tersebut, mereka mendekati kami dan mengacungkan celurit.
"Pilih harta atau nyawa!" teriak yang berewok.
"Ammppuunn Pak... ampunnn... amppunnn..." kataku.
"Denn... Denn... bangun... Dennn... kita sudah mau pulang ke Bandung", suara Herry membangunkanku.
Aku bangun antara sadar dan tidak. Terasa celana dalamku basah. Wah ternyata cuma mimpi toh. Rupanya aku tertidur waktu lihat siaran TV.


TAMAT

Pengakuan berani seorang anak bercinta dgn bapa sendiri..Mesti baca!

Huhh!!! Tiada apa yg mustahil jika nafsu Syaitan menguasai diri. Semoga Allah melindungi anak cucu keturunan kita!! Amin

Marilah kita sentiasa berdoa supaya kita sentiasa diberikan hidayah olehnya dan dijauhi oleh pekara2 yg tak baik.


Astaghfirullahal' azim,,,,,

Mampukah kita menolong mereka?

Wal'iyazubillah min zalik.

Sama2lah kita praktikkan apa yang islam suruh baik dalam semua segi,,,,


Ayahku kekasihku


Ikuti pengakuan Lina kepada wartawan Metro Ahad, ZAINUDDIN ZAIN dan FUAD
HADINATA YAACOB mengenai hubungan yang dilalui bersama bapanya, ahli
perniagaan berusia 43 tahun.


KUALA LUMPUR: Kes 'haruan makan anak' bukan lagi sesuatu yang
mengejutkan dalam masyarakat hari ini, tetapi kejadian ayah bercinta
dengan anak sendiri mungkin sukar diterima. Bagaimanapun itulah yang
berlaku ke atas Lina, 21, yang dijadikan kekasih oleh ayahnya sejak
empat tahun lalu sehingga dia kini hamil enam bulan.


"SAYA anak tunggal. Ayah dan ibu berpisah ketika saya berusia lima tahun
dan sejak itu saya tidak pernah berjumpa ibu.


Menurut nenek, ibu berlaku curang, menyebabkan hak penjagaan saya
diserahkan kepada ayah.


Saya juga diberitahu, ibu berkahwin lain dan ada keluarga sendiri.
Bagaimanapun, ayah tidak pernah berkahwin lagi. Berikutan ayah sibuk
dengan perniagaannya, saya dipelihara nenek di kampung manakala ayah
tinggal di Kuala Lumpur.


Seingat saya sejak kecil, ayah sering bertukar pasangan tetapi tidak
pernah berkahwin lagi. Hubungan ayah dengan semua kekasihnya juga tidak
lama, antara dua hingga tiga bulan saja.


Ayah pernah membawa pulang beberapa kekasihnya untuk diperkenalkan
kepada saya dan nenek, tetapi saya tidak sempat rapat dengan mereka. Ini
kerana ketika mula hendak rapat dengan mana-mana 'auntie' (kekasih),
ayah bertukar pasangan dan memperkenalkan kekasih baru.


Ayah memang banyak kekasih tetapi tidak pernah berkahwin lagi. Mungkin
ayah kecewa dengan perkahwinan pertamanya, tetapi saya tidak tahu
jawapan sebenar kerana setiap kali bertanya, ayah berdalih kononnya
tiada jodoh.


Saya tidak tahu sama ada ayah berdendam dengan ibu hingga menjadikan
saya sebagai mangsa atau ayah benar-benar cintakan saya. Ini kerana
menurut nenek, rupa saya 'sebiji' (sama) dengan ibu.


Perubahan layanan ayah terhadap saya berlaku ketika saya di tingkatan
lima.


Jika ketika kecil ayah hanya melawat saya seminggu sekali, tetapi ketika
di tingkatan lima, ayah semakin kerap menjenguk saya.


Kadangkala empat lima hari seminggu berikutan rumah nenek hanya 50
kilometer dari Kuala Lumpur. Ayah juga kerap bertanya mengenai hubungan
saya dengan lelaki. Dia Meminta saya berterus-terang dan berjanji
bersikap terbuka. Yang menghairankan, semua teman lelaki saya ditolaknya
kerana ada saja yang tidak kena baginya.


Ini menyebabkan saya marah, tetapi ayah memang 'pakar psikologi'. Dia
pandai bermain dengan perasaan orang. Mungkin itu kelebihannya hingga
ada ramai kekasih.


Dia memperbetulkan fokus saya daripada remaja yang ghairah ingin
bercinta kepada pelajar yang tekun.


Ketika itu saya yakin keputusan ayah kerana dia inginkan yang terbaik
untuk saya kerana saya satu-satu anaknya. Bagaimanapun, saya mula berasa
hairan apabila selepas tingkatan lima walaupun memperoleh keputusan
cemerlang, ayah tidak mengizinkan saya melanjutkan pelajaran.


Lebih menghairankan, beberapa rombongan meminang saya juga ditolaknya,
sebaliknya dia meminta saya membantunya dalam perniagaan. Bukan sebagai
pekerja, sebaliknya saya hanya diminta menemaninya ke majlis tertentu.


Saya seolah-olah menjadi pembantu peribadi tidak rasmi ayah. Apabila dia
menghadiri majlis atau meraikan rakan niaganya, dia membawa saya.


Ketika itu saya mula berasa layanan berbeza daripada ayah. Pada mulanya
saya bosan kerana perlu menemani ayah ke sana sini, tetapi lama-kelaman
saya gembira kerana ayah membelikan barangan mahal.


Hubungan kami juga banyak berubah kerana ayah kerap membelai dan memeluk
saya. Percakapan ayah juga lain dan romantis. Dia juga kerap memberikan
hadiah.


Malah, saya pernah menemui sajak dan puisi ayah yang ditulis di kertas
dan surat khabar. Antaranya bertajuk cinta terlarang yang ditujukan
kepada saya dalam bahasa puitis.


Seperti saya katakan, ayah pandai bermain psikologi. Mungkin ini jerat
ayah. Akhirnya saya menjadi lemah dengan pujukan dan kasih-sayangnya dan
ayah yang sepatutnya menjadi pelindung bertukar menjadi kekasih saya.


Daripada hubungan ayah dan anak, kami semakin intim dan bercinta. Ayah
melayan saya seperti kekasihnya dan mungkin kerana ketandusan
kasih-sayang sejak kecil, saya terjerat dan merelakan hubungan ini.


Akhirnya kami terlanjur. Saya tidak ingat berapa kali kerana ia kerap
berlaku. Kami hidup seperti suami isteri dengan saya sering bermalam di
rumah ayah di Kuala Lumpur.


Kalau ayah ada urusan kerja di luar daerah, saya ikut dan tinggal
bersamanya di hotel. Hasil hubungan kami yang tidak lagi terkawal
menyebabkan saya hamil empat kali.


Bagaimanapun, saya sempat menggugurkan tiga kandungan awal kerana ketika
itu ayah mengambil berat keadaan saya. Apabila haid saya tidak dating
dua bulan, dia bawa saya berjumpa doktor untuk menggugurkan kandungan.


Beberapa rakan mengesyaki hubungan kami kerana melihat cara ayah
memegang saya kadang-kala keterlaluan, tetapi saya memberi alasan saya
anak tunggal.


Kuasa Tuhan menentukan ketika hamil kali keempat, ayah sibuk dengan
perniagaan. Dia tiada banyak masa dengan saya. Alih-alih apabila sedar,
kandungan berusia enam bulan.


Saya terpaksa mendapatkan bantuan beberapa rakan baik. Mereka mengesyaki
hubungan saya dengan ayah dan saya cuba berdalih dengan lelaki lain,
tetapi mereka tahu ia angkara ayah kerana saya tidak pernah ada teman
lelaki.


Akhirnya saya mengaku dan berterus-terang, menyebabkan saya kini
disembunyikan. Hampir sebulan saya tidak berjumpa ayah dan saya tidak
mahu dia tahu di mana saya sekarang.


Saya kini ditempatkan di sebuah rumah perlindungan dan mendalami ilmu
agama sebelum melahirkan anak tidak lama lagi. Saya sungguh menyesal
dengan perbuatan saya.


Saya memohon keampunan daripada Allah, tetapi pada masa ini saya tidak
sanggup bersemuka dengan ayah. Saya belum ada kekuatan kerana perasaan
cinta terhadapnya masih kuat.


Saya tahu perasaan ini salah di sisi agama, sebab itu saya menjauhinya
bagi menghimpun kekuatan untuk menghadapi masa depan tanpa ada hubungan
terkutuk dengan ayah.

Jika ayah membaca artikel ini, saya berharap ayah faham dan saya ingin
menjadi anak, bukan kekasih ayah

Daun Muda yang Suka Pesta Seks

Awalnya cerita panas ini sih, waktu bulan lalu. Di dekat rumah gue, ada cewek tetangga gue. Namanya Sita, doi anak kuliahan di G.Udah lama juga sih gue perhatiiin tetangga gue itu, tapi gue baru berhasil kenal ama dia waktu mobil gue diserempet ama mobil doi. Rumah gue ama rumah dia, memang satu kompleks. Paling cuman dipisahin 5 rumah. Doi orangnya manis bok! Gue suka banget ngelihatin mukanya kalo pas berpapasan di jalan. Semenjak peristiwa diserempet mobil doi, gue jadi lumayan akrab ama doi. Kadang doi suka nebeng ama gue, kalo mau kuliah soalnya doi suka males bawa mobil sendiri. Dan kebetulan kampus gue ama doi, gak jauh-jauh amat. Di mobil, doi sering cerita tentang doi ama keluarganya atau temannya. Nah, kebetulan waktu itu di radio ada topik mengenai kebiasaan free sex dikalangan anak muda sekarang. Jadinya, gue ama doi dengar pembicaraan radio bareng-bareng. Dan akhirnya gue ama doi malah cerita-cerita masalah kehidupan asmara kita. Doi ngaku kalo sebenarnya doi udah pernah pacaran ama cowoknya yang dulu, dan itu udah setahun yang lalu. Doi putus ama cowoknya, dan kecewa banget ama itu cowok.

Sebenarnya gue juga rada bingung ama doi, kenapa orang semanis doi, kok gak punya pacar. Gak taunya doi ngaku kalo doi trauma banget ama cowok. Dan setelah gue desak-desak, akhirnya doi ngaku kalo doi sekarang ini lesbong!!! Gue kaget juga waktu denger itu, dan gue nasehatin ama doi, kalo bisex itu lebih bagus daripada lesbong. Doi ngaku kalo temen lesbongnya itu temen kuliahnya sendiri, namanya Rina. Akhirnya doi janji, kalo dia bakal ngenalin temannya itu ama gue sepulang kuliah nanti! Setelah pulang kuliah jam 2, gue akhirnya datang ke rumah Sita. Dan doi mempersilakan gue masuk ke rumahnya. Gak taunya, rumah doi kosong dan yang ada cuman pembantunya. Gue dikenalin ama Rina temannya Sita. Ternyata Rina itu juga manis lho! Walaupun masih kalah manis ama Sita, tapi bodinya itu!hmmmmmm, enak banget dilihatnya. Akhirnya gue bertiga ngobrol ngalor ngidul, sampai suatu saat gue kok merasa kunang-kunang dan ngantuk banget! Saking enggak kuatnya gue menahan pusing ama ngantuk, gue sampai ketiduran waktu di ajak ngobrol. Akhirnya Sita, nyuruh gue tidur di kamarnya. Dan gue oke-oke aja, soalnya gak kuat nahan ngantuk ama pusing! Gue gak tau berapa lama gue ketiduran.

Yang gue tau, setelah gue siuman. Gue ngerasa ada yang aneh banget sama diri gue! Pas gue bangun, gue kaget banget ngeliat gue udah naked! Dan gue liat Sita ama Rina juga udah topless, cuman pake celana pendek doank! Dan yang lebih bikin gue kaget lagi, ternyata kontol gue lagi dijilatin ama Sita, dan Rina lagi jilatin toketnya Sita! Terang aja gue tersentak, tapi gue sendiri gak bisa berbuat apa-apa lagi! Soalnya gue ngerasain kenikmatan yang luar bisa banget waktu kontol gue dijilatin ama Sita. Sita ama Rina juga rada kaget waktu ngeliat gue bangun, tapi doi berdua tetap cuek, malah Sita langsung masukin kontol gue ke mulutnya dan menghisap kontol gue, sementara Rina malah nyiumin gue, dari mulut ke mulut. Tentu aja gue bales ciuman Rina. Tangan gue juga mulai berani menggerayangi sekujur badan Rina, mulai dari toketnya yang sintal dengan pentilnya yang kecoklat-coklatan. Udah puas ama kissing, terus gue disodorin toketnya Rina.

Gue lahap aja toketnya bergantian kiri kanan, dan tangan gue mulai merayapi selangkangannya. Tangan gue mulai bermain-main di bibir vaginanya yang tersembunyi di balik CD, dan celananya. Malah terus doi ngebuka celana ama CD nya, dan terlihatlah memeknya yang kelihatan banget terpelihara rapi, dengan bulu-bulu halus yang diatur dengan indahnya. Gue mainkan itilnya yang ada di dalam bibir vaginanya, dan gue usap-usap sampai Rina berkelojotan ke kanan-kekiri. Terus doi malah nyodorin memeknya buat gue hisap. Gue mainin itilnya dengan lidah gue, bahkan sampai gue sedot pakai mulut gue! Rina makin bergoyang, dan mendesah. Sementara itu, Sita masih menyepong kontol gue. gue lihat doi, memainkan ludahnya di kontol gue. Gila, gue kayak di awang-awang di saat Sita menyedot-nyedot kontol gue. Setelah lama doi nyepong gue, gue liat dia udah mulai bernafsu. Akhirnya doi duduk di selangkangan gue, dan mulai memasukkan kontol gue ke dalam vaginanya. Doi duduk menghadap ke gue, sambil turun naik.

Gue liat wajahnya yang biasa manis dan lembut, kelihatan garang waktu bergoyang. Tangannya malah meremas-remas dada gue. Waktu awalnya, kelihatan banget doi rada susah menggerakkan badannya, soalnya vagina doi masih kering. Tapi lama-kelamaan, akhirnya gerakan turun naiknya Sita mulai lancar, malah doi sambil turun naik bergoyang-goyang memelintirkan kontol gue dengan vaginanya. Gue cuman bisa mendesah, soalnya lidah gue sendiri lagi bermain di vaginanya Rina. Setelah memainkan memeknya Rina selama 10 menit, kelihatan Rina mulai mengerang. Gue percepat gerakan lidah gue, dan jari tangan gue mulai membantu masuk ke dalam memeknya. Rina makin bergoyang, sambil mendesah keras. Dari vaginanya muncul cairan vagina yang rasanya agak amis. Tapi entah kenapa, gue suka banget ama aromanya dan gue malah tambah bersemangat memainkan vaginanya. Setelah 10 menit lagi, Rina mulai tampak bakalan orgasme yang pertamanya. Cairan yang keluar dari vaginanya makin mengalir deras, dan diakhiri dengan cairan orgasmenya. Setelah Rina mencapai orgasme, doi turun dari tempat tidur, dan langsung masuk ke kamar mandi membersihkan vaginanya. Sementara itu Sita mulai giat melancarkan gerakan turun naiknya. Bunyi yang dikeluarkan dari vaginanya karena gesekannya dengan kontol gue, lumayan keras karena diikuti ama bunyi selangkangannya yang beradu sama paha gue. Setelah berlangsung selama 15 menit, mulai kelihatan kalo doi bakal orgasme. Akhirnya gue mulai ngambil inisiatif buat merubah posisi.

Gue bangun dan mulai melakukan sex dengan posisi dog style. Sita kelihatan senang banget melihat gue mulai mengambil insiatif, dan doi nurut aja waktu gue perintahin buat bangun dan berposisi dog. Gue percepat gerakan maju mundurnya kontol gue. Soalnya gue pengen banget melakukan orgasme bareng ama Sita. Setelah 4 menit, akhirnya gue orgasme bersamaan dengan orgasmenya Sita, tapi di luar vaginanya Sita soalnya gue takut kalo kenapa-napa di kemudian hari. Sita kelihatan lelah banget dan terkulai di tempat tidur, terus gue kissing aja doi. Tapi gak lama kemudian, Rina keluar dari kamar mandi, dan doi minta buat difuck ama gue. Akhirnya gue gantian bersex ama Rina, soalnya gue takut doi kecewa. Dan akhirnya gue habisin sore itu sampai malam, di rumah Sita buat ngesex ama Sita dan Rina beberapa ronde lagi. Sampai-sampai gue kelelahan dan pulang kerumah setelah jam 8. Dan setelah kejadian itu, akhirnya Sita mengakui kalo dia sebenarnya udah lama banget suka ama gue dan membayangkan buat ngesex ama gue bareng temen lesbongnya si Rina. Semenjak itu, akhirnya gue sering banget dateng kerumah Sita buat ngesex, bisa berdua ama Sita atau bertiga ditambah Rina. Hal itu udah berlangsung selama sebulan ini, dan gue menikmati banget hubungan ini. Malah kadang gue berdua atau bertiga suka sewa tempat di luar kota buat ngesex bareng. Asik banget bok!

PengaLaman ML di Kamar Tante Ninik

Pagi itu aku ada janji untuk menjaga rumah tanteku. Oh ya, tanteku ini orangnya cantik dengan wajah seperti artis sinetron, namanya Ninik. Tinggi badan 168, payudara 34, dan tubuh yang langsing. Sejak kembali dari Malang, aku sering main ke rumahnya. Hal ini aku lakukan atas permintaan tante Ninik, karena suaminya sering ditugaskan ke luar pulau. Oh ya, tante Ninik mempunyai dua anak perempuan Dini dan Fifi. Dini sudah kelas 2 SMA dengan tubuh yang langsing, payudara 36B, dan tinggi 165.

Sedangkan Fifi mempunyai tubuh agak bongsor untuk gadis SMP kelas 3, tinggi 168 dan payudara 36. Setiap aku berada di rumah tante Fifi aku merasa seperti berada di sebuah harem. Tiga wanita cantik dan seksi yang suka memakai baju-baju transparan kalau di rumah. Kali ini aku akan ceritakan pengalamanku dengan tante Ninik di kamarnya ketika suaminya sedang tugas dinas luar pulau untuk 5 hari.

Hari Senin pagi, aku memacu motorku ke rumah tante Ninik. Setelah perjalanan 15 menit, aku sampai di rumahnya. Langsung aku parkir motor di teras rumah. Sepertinya Dini dan Fifi masih belum berangkat sekolah, begitu juga tante Ninik belum berangkat kerja.

“Met pagi semua” aku ucapkan sapaan seperti biasanya.
“Pagi, Mas Firman. Lho kok masih kusut wajahnya, pasti baru bangun ya?” Fifi membalas sapaanku.
“Iya nih kesiangan” aku jawab sekenanya sambil masuk ke ruang keluarga.
“Fir, kamu antar Dini dan Fifi ke sekolah ya. Tante belum mandi nih. Kunci mobil ada di tempat biasanya tuh.” Dari dapur tante menyuruh aku.
“OK Tante” jawabku singkat.
“Ayo duo cewek paling manja sedunia.” celetukku sambil masuk ke mobil. Iya lho, Dini dan Fifi memang cewek yang manja, kalau pergi selalu minta diantar.
“Daag Mas Firman, nanti pulangnya dijemput ya.” Lalu Dini menghilang dibalik pagar sekolahan.
Selesai sudah tugasku mengantar untuk hari ini. Kupacu mobil ke rumah tante Ninik.

Setelah parkir mobil aku langsung menuju meja makan, lalu mengambil porsi tukang dan melahapnya. Tante Ninik masih mandi, terdengar suara guyuran air agak keras. Lalu hening agak lama, setelah lebih kurang lima menit tidak terdengar gemericik air aku mulai curiga dan aku hentikan makanku. Setelah menaruh piring di dapur. Aku menuju ke pintu kamar mandi, sasaranku adalah lubang kunci yang memang sudah tidak ada kuncinya. Aku matikan lampu ruang tempatku berdiri, lalu aku mulai mendekatkan mataku ke lubang kunci. Di depanku terpampang pemandangan alam yang indah sekali, tubuh mulus dan putih tante Ninik tanpa ada sehelai benang yang menutupi terlihat agak mengkilat akibat efek cahaya yang mengenai air di kulitnya. Ternyata tante Ninik sedang masturbasi, tangan kanannya dengan lembut digosok-gosokkan ke vaginanya. Sedangkan tangan kiri mengelus-elus payudaranya bergantian kiri dan kanan.

Terdengar suara desahan lirih, “Hmm, ohh, arhh”.

Kulihat tanteku melentingkan tubuhnya ke belakang, sambil tangan kanannya semakin kencang ditancapkan ke vagina. Rupanya tante Ninik ini sudah mencapai orgasmenya. Lalu dia berbalik dan mengguyurkan air ke tubuhnya. Aku langsung pergi ke ruang keluarga dan menyalakan televisi. Aku tepis pikiran-pikiran porno di otakku, tapi tidak bisa. Tubuh molek tante Ninik, membuatku tergila-gila. Aku jadi membayangkan tante Ninik berhubungan badan denganku.

“Lho Fir, kamu lagi apa tuh kok tanganmu dimasukkan celana gitu. Hayo kamu lagi ngebayangin siapa? Nanti aku bilang ke ibu kamu lho.” Tiba-tiba suara tante Ninik mengagetkan aku.
“Kamu ini pagi-pagi sudah begitu. Mbok ya nanti malam saja, kan enak ada lawannya.” Celetuk tante Ninik sambil masuk kamar.

Aku agak kaget juga dia ngomong seperti itu. Tapi aku menganggap itu cuma sekedar guyonan. Setelah tante Ninik berangkat kerja, aku sendirian di rumahnya yang sepi ini. Karena masih ngantuk aku ganti celanaku dengan sarung lalu masuk kamar tante dan langsung tidur.

“Hmm.. geli ah” Aku terbangun dan terkejut, karena tante Ninik sudah berbaring di sebelahku sambil tangannya memegang Mr. P dari luar sarung.
“Waduh, maafin tante ya. Tante bikin kamu terbangun.” Kata tante sambil dengan pelan melepaskan pegangannya yang telah membuat Mr. P menegang 90%.
“Tante minta ijin ke atasan untuk tidak masuk hari ini dan besok, dengan alasan sakit. Setelah ambil obat dari apotik, tante pulang.” Begitu alasan tante ketika aku tanya kenapa dia tidak masuk kerja.
“Waktu tante masuk kamar, tante lihat kamu lagi tidur di kasur tante, dan sarung kamu tersingkap sehingga celana dalam kamu terlihat. Tante jadi terangsang dan pingin pegang punya kamu. Hmm, gedhe juga ya Mr. P mu” Tante terus saja nyerocos untuk menjelaskan kelakuannya.
“Sudahlah tante, gak pa pa kok. Lagian Firman tahu kok kalau tante tadi pagi masturbasi di kamar mandi” celetukku sekenanya.
“Lho, jadi kamu..” Tante kaget dengan mimik setengah marah.
“Iya, tadi Firman ngintip tante mandi. Maaf ya. Tante gak marah kan?” agak takut juga aku kalau dia marah.

Tante diam saja dan suasana jadi hening selama lebih kurang 10 menit. Sepertinya ada gejolak di hati tante. Lalu tante bangkit dan membuka lemari pakaian, dengan tiba-tiba dia melepas blaser dan mengurai rambutnya. Diikuti dengan lepasnya baju tipis putih, sehingga sekarang terpampang tubuh tante yang toples sedang membelakangiku. Aku tetap terpaku di tempat tidur, sambil memegang tonjolan Mr. P di sarungku. Bra warna hitam juga terlepas, lalu tante berbalik menghadap aku. Aku jadi salah tingkah.

“Aku tahu kamu sudah lama pingin menyentuh ini..” dengan lembut tante berkata sambil memegang kedua bukit kembarnya.
“Emm.., nggak kok tante. Maafin Firman ya.” Aku semakin salah tingkah.
“Lho kok jadi munafik gitu, sejak kapan?” tanya tanteku dengan mimik keheranan.
“Maksud Firman, nggak salahkan kalau Firman pingin pegang ini..!” Sambil aku tarik bahu tante ke tempat tidur, sehingga tante terjatuh di atas tubuhku.

Langsung aku kecup payudaranya bergantian kiri dan kanan.

“Eh, nakal juga kamu ya.. ihh geli Fir.” tante Ninik merengek perlahan.
“Hmm..shh” tante semakin keras mendesah ketika tanganku mulai meraba kakinya dari lutut menuju ke selangkangannya.

Rok yang menjadi penghalang, dengan cepatnya aku buka dan sekarang tinggal CD yang menutupi gundukan lembab. Sekarang posisi kami berbalik, aku berada di atas tubuh tante Ninik. Tangan kiriku semakin berani meraba gundukan yang aku rasakan semakin lembab. Ciuman tetap kami lakukan dibarengi dengan rabaan di setiap cm bagian tubuh. Sampai akhirnya tangan tante masuk ke sela-sela celana dan berhenti di tonjolan yang keras.

“Hmm, boleh juga nih. Sepertinya lebih besar dari punyanya om kamu deh.” tante mengagumi Mr. P yang belum pernah dilihatnya.
“Ya sudah dibuka saja tante.” pintaku.

Lalu tante melepas celanaku, dan ketika tinggal CD yang menempel, tante terbelalak dan tersenyum.

“Wah, rupanya tante punya Mr. P lain yang lebih gedhe.” Gila tante Ninik ini, padahal Mr. P-ku belum besar maksimal karena terhalang CD.

Aksi meremas dan menjilat terus kami lakukan sampai akhirnya tanpa aku sadari, ada hembusan nafas diselangkanganku. Dan aktifitas tante terhenti. Rupanya dia sudah berhasil melepas CD ku, dan sekarang sedang terperangah melihat Mr. P yang berdiri dengan bebas dan menunjukkan ukuran sebenarnya.

“Tante.. ngapain berhenti?” aku beranikan diri bertanya ke tante, dan rupanya ini mengagetkannya.
“Eh.. anu.. ini lho, punya kamu kok bisa segitu ya..?” agak tergagap juga tante merespon pertanyaanku.
“Gak panjang banget, tapi gemuknya itu lho.. bikin tante merinding” sambil tersenyum dia ngoceh lagi.

Tante masih terkesima dengan Mr. P-ku yang mempunyai panjang 14 cm dengan diameter 4 cm.

“Emangnya punya om gak segini? ya sudah tante boleh ngelakuin apa aja sama Mr. P ku.” Aku ingin agar tante memulai ini secepatnya.
“Hmm, iya deh.” Lalu tante mulai menjilat ujung Mr. P.

Ada sensasi enak dan nikmat ketika lidah tante mulai beraksi naik turun dari ujung sampai pangkal Mr. P

“Ahh.. enak tante, terusin hh.” aku mulai meracau.

Lalu aku tarik kepala tante Ninik sampai sejajar dengan kepalaku, kami berciuman lagi dengan ganasnya. Lebih ganas dari ciuman yang pertama tadi. Tanganku beraksi lagi, kali ini berusaha untuk melepas CD tante Ninik. Akhirnya sambil menggigit-gigit kecil puting susunya, aku berhasil melepas penutup satu-satunya itu. Tiba-tiba, tante merubah posisi dengan duduk di atas dadaku. Sehingga terpampang jelas vaginanya yang tertutup rapat dengan rambut yang dipotong rapi berbentuk segitiga.

“Ayo Fir, gantian kamu boleh melakukan apa saja terhadap ini.” Sambil tangan tante mengusap vaginanya.
“OK tante” aku langsung mengiyakan dan mulai mengecup vagina tante yang bersih.
“Shh.. ohh” tante mulai melenguh pelan ketika aku sentuh klitorisnya dengan ujung lidahku.
“Hh.. mm.. enak Fir, terus Fir.. yaa.. shh” tante mulai berbicara tidak teratur.

Semakin dalam lidahku menelusuri liang vagina tante. Semakain kacau pula omongan tante Ninik. “Ahh..Fir..shh..Firr aku mau keluar.” tante mengerang dengan keras.

“Ahh..” erangan tante keras sekali, sambil tubuhnya dilentingkan ke kebelakang.

Rupanya tante sudah mencapai puncak. Aku terus menghisap dengan kuat vaginanya, dan tante masih berkutat dengan perasaan enaknya.

“Hmm..kamu pintar Fir. Gak rugi tante punya keponakan seperti kamu. Kamu bisa jadi pemuas tante nih, kalau om kamu lagi luar kota. Mau kan?” dengan manja tante memeluk tubuhku.
“Ehh, gimana ya tante..” aku ngomgong sambil melirik ke Mr. P ku sendiri.
“Oh iya, tante sampai lupa. Maaf ya” tante sadar kalau Mr. P ku masih berdiri tegak dan belum puas.

Dipegangnya Mr. P ku sambil bibirnya mengecup dada dan perutku. Lalu dengan lembut tante mulai mengocok Mr. P. Setelah lebih kurang 15 menit tante berhenti mengocok.

“Fir, kok kamu belum keluar juga. Wah selain besar ternyata kuat juga ya.” tante heran karena belum ada tanda-tanda mau keluar sesuatu dari Mr.Pku.

Tante bergeser dan terlentang dengan kaki dijuntaikan ke lantai. Aku tanggap dengan bahasa tubuh tante Ninik, lalu turun dari tempat tidur. Aku jilati kedua sisi dalam pahanya yang putih mulus. Bergantian kiri-kanan, sampai akhirnya dipangkal paha. Dengan tiba-tiba aku benamkan kepalaku di vaginanya dan mulai menyedot. Tante menggelinjang tidak teratur, kepalanya bergerak ke kiri dan kanan menahan rasa nikmat yang aku berikan. Setelah vagina tante basah, tante melebarkan kedua pahanya. Aku berdiri sambil memegang kedua pahanya. Aku gesek-gesekkan ujung Mr. P ke vaginanya dari atas ke bawah dengan pelan. PErlakuanku ini membuat tante semakin bergerak dan meracau tidak karuan.

“Tante siap ya, aku mau masukin Mr. P” aku memberi peringatan ke tante.
“Cepetan Fir, ayo.. tante sudah gak tahan nih.” tante langsung memohon agar aku secepatnya memasukkan Mr. P.

Dengan pelan aku dorong Mr. P ke arah dalam vagina tante Ninik, ujung kepalaku mulai dijepit bibir vaginanya. Lalu perlahan aku dorong lagi hingga separuh Mr. P sekarang sudah tertancap di vaginanya. Aku hentikan aktifitasku ini untuk menikmati moment yang sangat enak. Pembaca cobalah lakukan ini dan rasakan sensasinya. Pasti Anda dan pasangan akan merasakan sebuah kenikmatan yang baru.

“Fir, kok rasanya nikmat banget.. kamu pintar ahh.. shh” tante berbicara sambil merasa keenakan.
“Ahh.. shh mm, tante ini cara Firman agar tante juga merasa enak” Aku membalas omongan tante.

Lalu dengan hentakan lembut aku mendorong semua sisa Mr. P ke dalam vagina tante.

“Ahh..” kami berdua melenguh.

Kubiarkan sebentar tanpa ada gerakan, tetapi tante rupanya sudah tidak tahan. Perlahan dan semakin kencang dia menggoyangkan pinggul dan pantatnya dengan gerakan memutar. Aku juga mengimbanginya dengan sodokan ke depan. Vagina tante Ninik ini masih kencang, pada saat aku menarik Mr. P bibir vaginanya ikut tertarik.

“Plok.. plok.. plokk” suara benturan pahaku dengan paha tante Ninik semakin menambah rangsangan.
Sepuluh menit lebih kami melakukan gaya tersebut, lalu tiba-tiba tante mengerang keras “Ahh.. Fir tante nyampai lagi”

Pinggulnya dirapatkan ke pahaku, kali ini tubuhnya bergerak ke depan dan merangkul tubuhku. Aku kecup kedua payudaranya. dengan Mr. P masih menancap dan dijepit Vagina yang berkedut dengan keras. Dengan posisi memangku tante Ninik, kami melanjutkan aksi. Lima belas menit kemudian aku mulai merasakan ada desakan panas di Mr. P.

“Tante, aku mau keluar nih, di mana?” aku bertanya ke tante.
“Di dalam aja Fir, tante juga mau lagi nih” sahut tante sambil tubuhnya digerakkan naik turun.

Urutan vaginanya yang rapat dan ciuman-ciumannya akhirnya pertahananku mulai bobol.

“Arghh.. tante aku nyampai”.
“Aku juga Fir.. ahh” tante juga meracau.

Aku terus semprotkan cairan hangat ke vagina tante. setelah delapan semprotan tante dan aku bergulingan di kasur. Sambil berpelukan kami berciuman dengan mesra.

“Fir, kamu hebat.” puji tante Ninik.
“Tante juga, vagina tante rapet sekali” aku balas memujinya.
“Fir, kamu mau kan nemani tante selama om pergi” pinta tante.
“Mau tante, tapi apa tante gak takut hamil lagi kalau aku selalu keluarkan di dalam?” aku balik bertanya.
“Gak apa-apa Fir, tante masih ikut KB. Jangan kuatir ya sayang” Tante membalas sambil tangannya mengelus dadaku.

Akhirnya kami berpagutan sekali lagi dan berpelukan erat sekali. Rasanya seperti tidak mau melepas perasaan nikmat yang barusan kami raih. Lalu kami mandi bersama, dan sempat melakukannya sekali lagi di kamar mandi.

*****

Itulah pengalamanku dengan tante Ninik. Ternyata enak juga bermain dengan wanita yang berumur 40-an. Semenjak itu aku sering dapat telepon ajakan untuk berkencan dengan tante-tante. Rupanya tante Ninik menceritakan hal kehebatanku kepada teman-temannya.

Tamat

Tante Kesepian Nih...Mau Bantu...???

Minggu pagi ini, sambil meregangkan badan aku melepas selimut dan aku merasakan sentuhan kain satin dasterku di puting buah dadaku dan entah kenapa rasanya nikmat dan merinding kulitku dibuatnya. Terasa putingku membesar dan keras. Cepat aku pergi mandi di shower, aku mandi air dingin. Air membuat kesegaran tersendiri dan aku merasa vaginaku merebak terkena air sejuk yang mengalir mengenai klitorisku. Kulitku meremang dan uhhh... aku tiba-tiba sadar bahwa aku menginginkan batang panas untuk mengisi lubang nikmatku. Ahhh... dua bulan tanpa garukan-garukan di situ. Lagi di tengah urusan itu kok tidak selera sekali ya.
Aku pakai handuk melilitkan di badanku dan menyisir. Dari jendela kamarku yang di atas ini aku bisa melihat ke bawah dan Andi sedang mencuci motornya, ahh... keponakan jauhku (dari sisi sex-ku) itu memang rajin. Walau dia sibuk dengan kuliahnya di kedokteran dia suka dan rajin mengurus kebun luas di rumah ini juga. Tiba-tiba ia ke belakang pohon dan membuka celana pendeknya, mau kencing! Aku berhenti menyisir dan mengamati, astaga besar benar batang penisnya. Ia tak sadar ada yang meperhatikan dan diguncang-guncangnya menghabisi sisa urine-nya dan terasa kakiku melemah, lututku gemetar setelah 2 bulan tidak melihat penis lelaki. Aku cepat ganti daster tipis pendek, BH dan CD tak sempat lagi kukenakan, dan nafasku menderu berlomba dengan nafsu yang sudah tak tertahan lagi geloranya.
Kubuka jendela dan...
"Andi, tolong Mbak ya..." teriakku agak keras penuh rencana.
"OK, Mbak Myr..." sahutnya.
"Ini tolong dong ambilkan tas merah kecil di atas lemari tinggi itu, bawa tangga kecilnya Di."
Andi cekatan naik sambil memperhatikan pakaianku yang pendek menerawang, pahaku yang putih terlihat hampir sampai ke atas. Tapi ia tak berani langsung melihatnya. Aku tersenyum dan Andi naik ke atas tangga. Dicarinya di antara tas dan koper di atas (memang tidak ada ), dan...
"Yang mana sih Mbak koq tidak ada?"
"Masa sih tidak ada, coba Mbak yang naik, pegangin lho tangganya, Mbak takut jatuh."
Aku naik ke anak tangga yang atas dan Andi memegang sisi tangga. Dan mulutnya segera ternganga karena ia bisa melihat aku karena daster mini dan tanpa mengenakan CD. Aku pura-pura tak tahu dan sibuk mencari-cari di atas.
Aku naik satu anak tangga lagi dan melebarkan kedua kakiku di tangga dan membungkuk ke arah lemari sehingga Andi jelas bisa melihat semua itu dan dari sudut mata kulihat Andi terbelalak.
"Lihat apa Andi?" tegurku.
Ia malu dan menundukkan kepala.
"Mmaa.. aaff... Mbak Myr..."
Aku geli melihat ia tersipu-sipu.
"Lha kamu kan sudah biasa di sekolah lihat yang gini kan"
"Wah... tapi Mbak Myr..."
"Tapi apa... ayoo..."
Aku turun lagi satu anak tangga. Lututku lemas sekali dan gelora nafsuku sudah menggelegak rasanya
"Mau lihat lagi Andi?" tantangku.
Andi terkejut dan parau ia berkata,
"Bbbolehh Mbak?"
Kutarik sedikit rok dasterku, pahaku yang putih dan berbulu halus sekali tersingkap dan bibir vaginaku pas di depan mulutnya.
"Ndi..." desahku, "Pernah mencium ginian tidak?"
"Bbbeelumm..." gemetarnya.
Suaranya tambah parau karena mulutnya terasa kering. Tiba-tiba aku tertawa karena dari sisi atas celana pendeknya mendesak keluar kepala penisnya, rupanya ia tak mengenakan celana dalam.
"Ini sih gara-gara Mbak Myr, aku jadi malu deh..."
Dia sudah tak kuat lagi dan disergahnya bibir vaginaku. Aku cepat mendekap kepalanya dan "Ssshhh... ahhh... Andi cium terus Ndi... Mbak ingin sekali..." Andi mencium kedua tepi bibir dan lidahnya mencari-cari dan menari-nari di atas tepi bibir vagina. Klitorisku yang sebesar kacang merah mengeras dan keluar dari ujung atas vaginaku dan "Ahhh... ahhh..." lidah Andi terasa melewati dan kasap sekali seperti amplas. Aku sudah tak kuat lagi dan nafasku menderu-deru bak angin puyuh. Andi mendekap pantatku dan diangkatnya aku dari tangga. Dasar anak muda kuat sekali, dia menggendongku dalam posisi demikian. Aku pun tak takut jatuh lagi, pikiranku nanar menikmati sedotan mulutnya.
Dibawanya aku keranjang besar dan direbahkannya lembut di sana. Sambil jalan tadi mulutnya tak lepas dari vaginaku yang sudah kuyup dengan cairanku. Akhirnya dalam 2 menit aku menjerit, "Aaauhhh..." dan kutekan dengan pinggangku dan kulipatkan pahaku di sisi kepalanya dengan kuat. Mulut Andi menyedot kencang di klitorisku dan meletuslah orgasmeku yang pertama sejak 2 bulan ini. Mataku berkaca-kaca dan nanar. "Andi... Andi... enakkk... enakkk sekali... terus... terus... Ndi..." keluhku. Kulihat Andi pun terengah-engah, "Mbak... Mbak... tolong lepas dong pahanya, Andi hampir tidak bisa nafas nih..." Kulepaskan kempitan pahaku dan segera kududuk bersimpuh di ranjang dan kutarik dasterku ke atas, terpana Andi melihat buah dadaku masih keras dan berdiri dengan sedikit pongah dalam ukuran 38C.
Diulurkan secara pelan tangannya takut-takut, langsung kusambar dan kuletakkan di atas putingku, segera diremas-remasnya bak tukang roti meremas-remas adonan terigu. Putingku terasa tertekan di telapak yang kasap sekali dan seketika nanar kembali pandanganku. Mataku berkaca-kaca. Nikmatnya langsung seperti listrik mengalir spontan ke arah vaginaku yang baru saja orgasme. Kutarik, kutindih si Andi dan sambil menarik ke bawah celana pendeknya, dan wess... batang penisnya yang sudah keras sekali terpental kena pipiku. Di ujungnya terlihat cairan bening tanda ia sudah benar-benar bernafsu sekali. "Aduh... aduh... Mbak... aku tidak kuat lagi.. mau keluar..." Aku terperanjat karena lupa bahwa anak muda seperti Andi belum bisa tentunya menguasai diri. Cepat kukulum kepala penisnya dan kusedot sambil kumasukkan sampai hampir ke belakang mulutku. Perlahan kugerakkan kenyotan dan lidahku terputar-putar di sekeliling kepala penisnya. Andi terguncang di ranjang dan mengejang, terasa menahan geli enak dan dalam 1 menit meledaklah mani dari buah zakarnya yang kuelus-elus. Telapak tanganku yang satu meraba daerah antara zakar dan pantatnya, dan Andi tambah nikmat mengeluarkan orgasmenya. Wah maninya banyak sekali dan memenuhi mulutku. Aku telan semua mani Andi tak bersisa sedikitpun, kupijat batang penisnya yang masih keras itu sampai akhirnya bersih semua. Kukeluarkan penisnya dan kelihatan berkilat merah darah tua gundulnya itu. Berkilap-kilap basah. "Aduhhh... luar biasa enak sekali Mbak, maaf ya saya tidak kuat lagi..." Matanya sayu dan masih sambil menikmati ketelanjanganku. Aku menerkamnya dan memeluknya dan buah dadaku terasa kempes di atas dadanya yang keras. Andi memerah wajahnya karena kemesraan yang kulakukan. Di pahaku terasa penisnya mulai mengeras lagi, aku geli merasakannya, segera membesar... membesar... dan kuremas lagi dengan tanganku. "Tuh Andi, apa itu tuh...? Tidak apa kamu keluar tadi itu normal, sekarang mulai mekar lagi tuh..."
Vaginaku kuletakkan di atas batang penisnya dan... "Lihat nih Andi..." Aku mulai menggosok- gosokkan dan menggeser-geser ke atas dan ke bawah dengan mulut bibir vaginaku di atas batang penisnya. Terasa rambut kemaluannya menggelitik ke bibir vagina dan ke batang panas itu. Andi ternganga dan tergagap-gagap menyaksikan dan di depan matanya berayun-ayun buah dadaku, ia masih tak percaya apa yang sedang terjadi. "Ndi, remas-remas buah dadaku lagi dong..." keluhku keenakan menggosok vagina itu. Kuarahkan klitorisku dan terasa belakang kepala penisnya menggaruk-garuk, enaknya tak terkira nikmatnya. Cairan dari lubang vaginaku mengalir dan aku mulai jongkok. Kupegang penisnya dan kuarahkan ke mulut lubang kenikmatan itu. Perlahan kuturunkan pinggangku dan... "Aahhh..." kepalanya kugaruk-garukkan di bibir vaginaku sebelum perlahan kumasukkan. Andi terbalik-balik matanya menahan nikmat yang tak terkirakan itu.
Sengaja aku berhenti setelah kepalanya masuk sedikit, dan senut-senut kupermainkan otot bibir vaginaku (ilmu ini kudapat dari si Mbok Inem). Andi merasakan betapa kepala penisnya seakan dipijat-pijat dan dinding bibir vagina itu seolah menyedot dan menghimpit dengan halus. Lekukan bibir vagina itu pas sekali ke kepala penisnya. Dia mencoba mengangkat pinggulnya akan memasukkan lebih dalam dan aku terdiam saja masih jongkok, dan... "Bless..." masuk lagi beberapa inci, dan akhirnya aku duduk di atas pinggang Andi. Pahaku menganga di kiri kanan dengan seksi sekali, dan akhirnya seluruh penis sudah amblas ke dalam lubang vaginaku. Rambut kemaluanku tersibak ke kiri dan ke kanan di antara batang penisnya.
Aku terpejam menikmati betapa panas dan kerasnya batang itu meregangkan seluruh lubangku yang sempit sekali. Agak sakit memang, karena lama sudah tak dikunjungi daging keras itu. Perlahan-lahan kunikmati dan aku mulai menggerakan naik-turun, kemudian teratur aku gerakkan pinggangku ke depan dan ke belakang. Andi pun merasa penisnya seolah-olah diperah dan kepala penisnya terutama. Enak luar biasa, ia mengimbangi dengan gerakan naik-turun juga. Aku sudah seperti penunggang kuda. Buah dadaku tak dilupakan Andi, aku membungkuk sedikit sehingga kedua melonku bisa diremas-remasnya dan... "Niiikmaaatt..." Aku percepat gerakanku dan sekarang aku mulai gerakan penari Hawaii, hanya pinggulku yang bergoyang dan gerakannya memutar lingkaran.
"Hehhh... ahhh..." garukan kepala penis di dinding vaginaku terasa luar biasa, seluruh lekuk-lekuk lubangku terasa digaruk. Aku ingin tahu berapa lama Andi kuat menghadapi manuverku, kukerahkan otot-otot vaginaku dan kulihat lagi mata Andi sudah terpana, terbeliak-beliak sehingga kelihatan hanya putih biji matanya saja dan mulutnya mengeluarkan suara seperti tak ada artinya. "Ahhh... ahhh... akkkhh... Mbak Myr... Mbak Myr... enakkk..." Tangannya sekarang memegang dan meremas bukit pantatku. Dan aku sendiri merasa orgasmeku mulai bergelora menuju puncaknya. Aku seperti penunggang kuda menaiki kuda liar dan naik-turun putar... putar... putar... Buah dadaku terasa bebas sekali terpental pental, rambut kemaluanku dan rambut kemaluan Andi terasa bersatu tiap aku meremas memutar di atasnya, "Ahhh ahhha ahhh..." Akhirnya meletuslah orgasmeku dan aku masukkan dalam-dalam penis Andi dan kulebarkan pahaku di sisinya dan kugosok keras keras bibir kemaluanku di atas rambut kemaluannya, dan... dan... dan... Andi pun meletus lagi orgasmenya, "Srottt... serrr..." terasa maninya menyemprot di dalam lubangku tapi tak kuperhatikan lagi. Aku sendiri seperti lupa diri memutar mutar pinggangku dalam gerak melebar dan meremas kuat batang penis Andi.
Akhirnya aku lemas rebah di atas dadanya.
"Mbak Myr luar biasa deh... aku senang sekali bisa diperawani oleh Mbak Myr..."
"Apa? Oh kamu tuh belum pernah toh... Di... Aku kira kamu sering sama-teman mahasiswi atau suster-suster di rumah sakit, kan pada cantik-cantik..."
Andi memerah wajahnya dan berkata,
"Aku pemalu Mbak... jadi tidak pernah dapat. Sekarang aku dapat sama Mbak Myr, aku senang sekali... boleh lagi tidak...?"
Aku cubit zakarnya.
"Tentu.. tentu.. boleh Ndi... asal kamu tidak bosen saja, Mbak kan sudah tua," godaku sambil meremas-remas buah zakarnya.
Ayo kita mandi saja bareng.
Siang itu aku selesai dengan Andi, lalu aku berbenah dan pergi ke rumah Mbak Nani di seberang. Ia seorang janda seumurku, tapi aku tahu juga ia suka menerima laki-laki. Nani sebenarnya teman aerobikku di tempat senam. Dengan Mbak Nani aku sama-sama berdagang berlian untuk tambahan penghasilan, karena ia banyak relasinya di Dharma Wanita sewaktu suaminya masih ada. Badannya tinggi, hampir sama dengan aku yang 178 cm dan buah dadanya pun ukurannya 38D. Nani tidak punya anak dan di rumah ia tinggal bersama 2 sepupu wanita dan adik-adik suaminya yang masih pada sekolah, ada yang SMA dan ada yang sudah kuliah. Aku jarang ke rumahnya selama ini karena dulu suamiku dulu tak suka aku bergaul dengan dia. Entah kenapa.
"Mbak, Mbak Nani..." panggilku sambil mengetuk pintu.
Kok sepi ya? Aku masuk dari pintu samping dan rupanya sedang pada pergi karena motor anak-anak pada tidak ada.
"Mbak...?"
"Ohh... Ibu Myr," sambut pembantunya, Mbok Warsih.
"Ibu Nani kemana ya? tadi sih ada, mungkin mandi... maaf ya Bu, Mbok lagi nyuci piring nih, Bu Myr masuk saja."
Aku masuk ke ruang tengah dan duduk di sofanya, dan aku tiba-tiba mendengar suara sayup-sayup mendesah-desah. Jantungku berdegup seketika mendengar suara yang amat familiar kukenal itu. Perlahan-lahan kucari sumber suaranya, dan ternyata datang dari kamar atas, kamar Mbak Nani. Aku naik berjingkat-jingkat, aku masuk ke lorong di atas dan benar! Dari kamar Mbak Nani, lagi ngapain dia? Lututku terasa lemas lagi mengingat Andi tadi pagi, dan terasa bibir vaginaku melembab dan empuk lagi. Nafsuku mulai berkobar-kobar membayangkan apa yang mungkin sedang berlangsung di kamar Nani.
Nahh... kamarnya tidak tertutup, pintunya masih terbuka sedikit, perlahan kudorong dan kusingkap gordin kamar dan astaga... Mbak Nani sedang disetubuhi dan posisinya ia berlutut menungging, pantatnya tinggi ke atas dan goyang pinggulnya kencang. Aku tak bisa melihat jelas siapa laki-laki itu, tapi mataku terbelalak dari posisiku jelas melihat penisnya keluar masuk cepat ke lubang vagina, dan saking pasnya terlihat bibir vagina itu tertarik keluar setiap batangnya ditarik keluar. Batang itu... oh... batang itu basah berkilap-kilap keluar-masuk keluar-masuk dan buah zakarnya bersih sekali kemerahan tak ada rambut sama sekali. Paha Mbak Nani pun basah dengan aliran cairan dari vaginanya berkilat kilat kena cahaya.
Lututku benar-benar lemas, dan celana dalamku membasah. Aku hampir jatuh saking lemasnya, dengkulku dan aku berpegang pada amban pintu. Perlahan kudorong lagi pintunya lebih lebar dan keduanya benar-benar kerasukan, sehingga tidak melihat pintu membuka lebih lebar. Kakiku benar-benar terasa seperti agar-agar jelly, lemas. Aku berpegang pada amban pintu dan Mbak Nani pun dalam badai nafsunya terlihat memutar pinggulnya mengikuti enjotan dari lelaki itu. Buah dadanya terpental-pental dan desahnya benar-benar menghanyutkan, sepeti suara binatang sedang birahi. "Ahhh... shh ssshhh Mas Mas.... enakkk... Uhhh uhhh... hmmm..." seru Nani. Tiba-tiba mereka meregang dan meletup-letuplah orgasme mereka dan terbadai-badai buah dada Mbak Nani karena binalnya ia menjepit penis itu. Dan terpuruk ia dipelukan lelaki tadi dari belakang.
Nafas mereka memburu terengah-engah seperti pelari maraton. Siapa lelaki itu? Perlahan aku mundur dan terduduk di kursi tamu di beranda kamar itu. Nafasnya masih tak terkendali dan celana dalamnya kuyup. Aku bingung mesti ngapain dan aduh gatalnya lubang vaginaku, gila aku tadi baru dengan Andi, kok sekarang sudah begini lagi. Kurapatkan pahaku kencang dengan harapan sedikit terbantu.
Masih tetap membara dan akhirnya aku tidak kuat lagi dan aku buru-buru pulang berharap Andi masih di sana. "Andi... Andi..." seruku dengan parau. Begitu masuk ke rumah, kok tidak menjawab, pikirku. "Andii..." aku mencari ke paviliun, wah kosong semua, sudah pergi dia, keluh kecewaku. Aku naik ke atas dan segera membuka semua bajuku. Mandi, pikirku untuk meredakan ini. Aku terdiam di bawah shower, aduhhh... aliran air malah tambah merangsangku. Bagaimana ini, bagaimana, ah masturbasi saja, dan kuraba klitorisku yang sudah nongol keluar, "Shhh... shhh enakkk..." tiba-tiba terdengar suara bel pintu. "Aduh siapa lagi... Andi pulang?" harapku. Aku segera mengambil handuk dan kulibatkan di sekeliling tubuhku yang sintal, wah... kurang besar. Kugenggam saja handuk itu biar tidak copot.
Bel berbunyi tak sabar lagi, dan aku cepat turun, kupikir lihat dulu siapa dan kalau tidak kenal biar tak kubuka, aku mau masturbasi, kesalku. Dari jendela kulihat, wah ternyata anak pengantar koran, anaknya Pak RT di ujung jalan. Aku bimbang apakah mau membuka pintu atau tidak? Bagaimana aku, hanya handukan saja. Entah kenapa, impulsif kubuka juga dan aku melihat anak lelaki dengan mulut ternganga terbesar begitu dia melihatku hanya berhanduk dan masih basah kulitku dan rambutku. Dalam hati, aku senang karena berarti aku OK dong.
"Ya...?" tanyaku.
"Oh maap Mbak... eh Ibu... mau nagih uang koran."
Ihh sialan, hanya mau nagih, batinku.
"Bisa lain kali?" ujarku.
"Oh eh... bis bis... bisaa..." paraunya.
Lho kok ia menutup-nutupi depan celananya. Tiba-tiba aku sadar bahwa anak ini sudah lumayan besar, mulai deh aku berpikir lain.
"Eh iya deh, aku bayar saja, masuk dulu deh... aku baru mandi," kataku.
"Ah biar di sini saja Mbak, eh Ibu..."
Kuulurkan tanganku dan kutarik saja masuk dan ia jalan agak membungkuk-bungkuk, rupanya mencoba menyembunyikan sesuatu.
"Kenapa sih?" tanyaku, "Kamu sakit pinggang?"
"Ah.. ah... eh... tidak... tidak..." katanya.
Mukanya merona merah sekali.
"Ya sudah ayo masuk ke sini!"
Kutarik lagi dan kubawa ke ruang tamu.
"Duduk deh..." lau dia duduk, "Namamu siapa?"
Aku masih berdiri di depannya dan tetesan air masih mengalir di pahaku. Si anak itu matanya terbelalak melihat paha mulusku di depan mukanya.
Apa... apa... apa Mbak..." gelagapan terus dia.
Aku tambah geli saja.
"Oh saya namanya Banu..." jelasnya hampir berbisik.
Matanya masih menatap pahaku yang basah, pori-poriku masih menggremeng sehingga bulu-bulu halus di situ kelihatan berdiri.
"Banu mana bonnya?" tanyaku.
"Oh oh... iya ini..."Tangannya menggapai tas yang ditaruhnya di atas pahanya dan aha... rupanya ia berusaha menutupi penisnya yang sudah tegang berat. Ha ha ha, aku mau menikmati siang ini untuk melepas dahaga gara-gara Nani tadi. Biar deh anak Pak RT sudah besar juga kok. Tapi aku mesti hati-hati supaya dia tidak shock.
"Ini buat bulan lalu ya Ban?" tanyaku sambil mengambil kwitansi dan aku jalan ke buffet tempat aku menaruh dompetku.
"Ii.. iiiya... Tante eh Ibu eh... iya..." katanya.
Dari kaca di atas buffet aku melihat matanya mengikuti goyang pantatku di balik handuk yang nyaris tak menutupi pantatku dan pasti bulu di sela-sela pahaku bisa dilihatnya. Sengaja kuregangkan kakiku dan matanya membesar dan membesar. Aku pura-pura mencari-cari dompet dan membelakangi dia dan matanya sudah terkunci ke pantatku yang sintal. Lalu aku berjinjit dan pura-pura mencari di atas lemari tepi buffet sehingga handukku naik ke atas juga. Ha ha ha, pasti dia melihat lebih jelas lagi ujung vaginaku sekarang.
Aku tiba-tiba membalik dan Banu sudah pucat dan seperti orang dihipnotis saja. Aku balik membawa dompetku dan sengaja aku duduk di seberangnya. Kukangkangkan kakiku sehingga handukku naik ke atas paha. Aku pura-pura meneliti rincian kwitansi dan Banu matanya menjalang mencoba mencari apa yang akan bisa dilihatnya. Aku sendiri sudah basah kuyup, vaginaku lemas membayangkan mau menikmati anak ini.
Tiba-tiba aku bertanya,
"Eh kamu hari Minggu koq tidak pergi main-main sih? kan bisa besok nagih."
"Aa.. aku pengen beresin ini Bu..." katanya.
"Masih banyak yang mesti ditagih?" tanyaku lagi.
"Tidak, ini terakhir."
"OK, ini uangnya dan terima kasih ya," kataku sambil berdiri.
Terlihat mukanya kecewa karena mungkin inginnya sih apa ya? (mana aku tahu dia mikir apa, yang jelas tegangnya masih tuh di balik celana pendek jeansnya).
Dia berdiri dan cepat ditutupkannya lagi tasnya di depan kemaluannya.
"Eh Banu, mau bantu Mbak tidak?" tanyaku.
Dengan sergap ia menjawab, "Mau..." katanya senang.
"Ini Mbak mau pakai krim tapi susah kalau di belakang punggung. Mau tidak kamu bantuin oleskan."
Wah kalian mesti lihat ekspresi mukanya, seperti orang menang lotere 1 juta dolar tuh.
"Ayo sini naik ke kamar Mbak deh!" ajakku.
Berdebar-debar aku membayangkan ini semua. Lubang vaginaku sudah bukan main gatelnya. Aku berbaring telungkup tanpa melepas handuk setiba di kamar.
"Itu Ban, ada di meja hias yang warna putih botolnya."
"Ini ya Mbak?" katanya cekatan.
Ia sudah lupa dengan tasnya dan celananya seperti sebuah tenda dengan tonggak tegak lurus.
"Yep..... itu dia Banu. Ini mulai dari pundak atasku ya Ban.
Ia duduk di pinggirku dan nafasnya terdengar terengah-engah. "Srr..." duh dinginnya krim itu ketika ia mulai mengoles pundakku. Tangannya terasa hangat sekali dan gemetar.
"Banu kamu pernah tidak ngolesin body cream gini?" tanyaku untuk membuat ia relaks.
"Ahhh... nggak pernah. Mbak cantik sekali dan kulitnya halus bener deh," katanya sambil terus mengoleskan krim.
Ah enak, dan pahanya terasa menempel pada sisi tubuh atasku.
"Eh Mbak, ini handuknya ngehalangin," katanya lebih berani.
Aku berdebar dan... "Oh iya... dorong saja..." tangannya mendorong sisi atas haduk di punggungku dan ditambahkannya krim dan dioleskannya ke punggungku.
"Mbak.. eeeh... saya buka saja ya handuknya."
Ah... batinku, berani juga anak ini. Kuangkat sedikit badanku dan ditariknya handuk dan jadi longgar dan copot. Buah dadaku terasa sedikit pedih waktu ditariknya handuk itu dan telanjang bulatlah aku. Dari kaca meja hias aku lihat Banu ternganga lagi melihat tubuh mulus dan montok tersaji di depan matanya. Ia lupa mesti memberi krim. Aku pun menahan nafsuku dan tetap terlungkup.
"Eh Banu ayo dong! ngeliatin apa sih kayak belum pernah ngeliat wanita," desahku merangsang.
"Oh iya iya..."
Dia mengoles lagi dengan sigapnya, tangannya teasa tambah hangat.
"Hmm, pantatnya juga tidak Mbak Etty?"
Hi hi hi dia panggil aku pakai nama Etty, lucu rasanya karena sudah lama tidak dipakai nama itu.
"Iya," ujarku.
Dan "Seerr..." rabaan tangannya membuatku mendesah keenakan dan suasana di kamar itu sudah penuh dengan hawa nafsu saja. Rabaan tangannya mulai mengcengkeram kedua bukit sintal, dan aku pelan-pelan merenggangkan pahaku dan kuangkat sedikit pantatku. Banu pindah ke dekat pahaku dan aku geli karena pasti dia ingin lihat vaginaku. Sengaja kuangkat terus dan kulebarkan lagi pahaku dan tangannya masih meremas-remas (bukan ngolesin lagi cing).
Kulihat ia menjilatkan lidahnya ke bibirnya dan tangannya mendekat ke arah paha dan jempolnya kiri dan kanan mendekat ke vaginaku sambil tetap meremas-remas pantatku sebelah bawah. Aku pun tak sadar mendesah-desah keenakan dan terasa di sebelah dalam pahaku mengalir cairan dari vaginaku. Aku diam saja supaya Banu tidak malu dan kuintip terus dari kaca kelakuannya. Diulurnya jempolnya dan terasa sentuhan halus di tepi bibir vaginaku. Enak dan aku angkat lagi pantatku dan jempolnya menyentuh lebih berani. Aku menahan terus nafsuku, maunya sih aku sudah berbalik dan kuterkam saja si Banu ini tapi itu akan mengurangi nikmat. Banu melihat aku diam saja dan jempolnya tambah ke dalam pahaku dan ia kelihatan terkejut merasakan lincir dan hangat, basah sekali bibir vaginaku. Ia melihat aku tetap terdiam, aku menggigit bantal yang kupeluk dan terasa puting susuku gatal sekali juga. Kutahan nafsuku dan kubiarkan dia eksplorasi dulu.
Nak Banu... aduhh..." keluhku, "Shhh... enak sekali..."
Dan kakinya tambah dikangkangkannya lebar-lebar, pantatnya naik sedikit sehingga vaginaku sudah terpampang di mata Banu yang terbelalak. Tenggorokannya kering sekali dan tangannya dingin. Bulu kemaluanku sudah menempel karena kuyup. Jari Banu meremas-remas pantat dan paha atas. Dilihatnya vagina merekah dan bau khas seperti laut begitu merambah hidungnya membuat suasananya tambah merangsang. Dasar anak masih "ijo" dia tak tahu mau ngapain. Aku biarkan jarinya mendekat ke bibir vaginaku dan kutahan nafas mengantisipasi enak yang bakal kurasakan. Kutinggikan lagi pantatku dan terasa jarinya menyentuh dan mulai menggosok dengan rasa ingin tahu sambil takut dimarahi. Aku berbisik, "Terus Banu... paha dalam ibu itu perlu juga," aku memberanikan dirinya, dan aku lebarkan lagi pahaku sehingga betul betul sudah bebas terlihat belahan vaginaku dari belakang situ. Jari-jari Banu mulai mendekat lebih jauh ke lubang dan bibir-bibir kiri dan kanan vaginaku dan mengorek-ngorek. "Aduhhh... nikmat sekali..." Jari tengah Banu masuk ke lubang basah dan keluar-masuk, ia mengorek-ngorek tanpa tahu apa yang harus dikerjakan. Kutuntun tangannya dan kutangkupkan pada vaginaku dan jari telunjuknya aku letakkan di atas klitorisku "Gosok dan gelitik Banu!" kataku. Pantatku tambah tinggi sehingga aku hampir berlutut. Pantatku sudah hampir setinggi mulut Banu yang ternganga selebar pintu Tol.
Dengan pelan tanganku meraba paha Banu, seperti orang kena listrik ia mengejang. "Jangan takut Banu, Ibu tidak apain kok." Aku naikkan lagi dan penisnya yang sudah keras luar biasa terasa di luar celana pendeknya. Aku elus-elus dan ia seperti orang kesurupan, matanya terbalik-balik keenakan, dan kutarik celananya ke bawah, ia berdiri dan bebas merdeka batangnya itu. Kugenggam erat-erat dan aku bilang, "Banu kamu ke belakang situ dan tempelkan penismu ini ke mulut lubang vagina." Aku menungging berlutut, pantatku tinggi ke atas dan posisi vaginaku sudah terbuka lebar. Banu mendekat dan sambil memegang penisnya ia mengarahkan ke vaginaku.
"Ahhh.. ahhh... enak Banu..."
"Iya Mbak enak sekali..."
Aku pegang penisnya dan pelan-pelan kuamblaskan ke dalam lubang vaginaku. Gila panas sekali batangnya itu. Dan aku mulai berayun-ayun ke depan dan ke belakang. Banu pegangan pada pinggulku, buah dadaku berayun-ayun menggelantung bebas. Dan pelan sekali kusedot penis Banu dalam vaginaku, kugerakkan otot dinding vaginaku bergelombang-gelombang. Di kaca aku melihat posisiku dan Banu, sungguh pemandangan luar biasa. Anak masih "ijo" itu antusias sekali dan kelihatan ia masih bingung-bingung. Terus kugenjot dan Banu mulai pintar mengikuti gerakannya, dan terasa batangya maju-mundur menggaruk-garuk dinding vaginaku dengan nikmat sekali.
Dan 2 menit kemudian meledak-ledak orgasmeku dan ia kujepit dengan kencang dalam vaginaku sampai terasa seperti kuperas batangnya sampai kering dari spermanya. Terdampar Banu di atas punggungku dan aku rebah ke ranjang. Penisnya masih setengah tegang dan terasa berdenyut denyut. Itu pengalaman Banu pertama.
Aku tertidur setelah itu dengan enak sekali, sungguh segar. Besoknya aku sibuk di kebun sampai sore, dan siangnya aku tidur lagi sebentar, rencanaku anak kostku yang lain akan kupetik perjakanya. Jam 06.00 sore aku mandi dan dandan sedikit, aku kenakan daster tipis. Setelah itu aku duduk di kamar tamu membaca koran sore menunggui anak-anak kost pulang kuliah sore.
Ketukan di pintu menyadarkan aku dan aku bilang, "Iya..." Andi masuk dan ia senyum-senyum.
"Ada apa Andi? nggak jadi nginap di rumah Anwar ya?" kataku manis.
Aku tak bangkit dari ranjang, dasterku agak tersingkap kubiarkan. Mata Andi segera melihat itu dan senyum lagi.
"Anu Mbak Etty. Perlu apa-apa tidak?" katanya sambil mendekat.
"Oh ini Mbak Etty..." katanya sambil duduk di sampingku dan tangannya memegang tanganku.
"Tapi tidak boleh marah ya... Herman, Toni kan masih SMA, mereka baru dapat pelajaran biologi dan sering nanya-nanya, aku tapi sulit juga menjelaskan kalau tidak ada peragaan."
"Lha iya, kamu kan di kedokteran bisa dong ngejelasin," kataku.
Elusan tangannya membuat hatiku berdesir lagi dan vaginaku langsung mendenyut. (Gila nafsuku besar sekali sih batinku).
"Lalu kenapa?"
"Ini lho, tapi bener ya tidak boleh marah?" kata Andi lagi.
"Iya sudah, apa sih susah banget mau ngomong. Kamu perlu uang buat beli peta biologi?"
"Eh tidak, sebenernya sudah ada tapi perlu bantuan Mbak Etty," kata Andi lagi.
"Gini Mbak, mereka ingin tahu tubuh wanita dan aku pikir paling gampang kalau Mbak Etty tidak keberatan aku pakai tubuh Mbak buat peragaannya."
"Ha.. ha.. ha... Andi kamu ada-ada saja, malu ah," kataku sambil berdebar-debar dengan pengalaman baru ini.
"Boleh tidak Mbak?" desak Andi lagi.
"Iya dah, tapi gimana? aku mesti apa?"
Baru aku bilang begitu pintu kamar sudah terbuka dan masuk Herman dan Toni. Kurang ajar dari tadi mereka nguping di pintu. Aku agak menjerit karena kaget. Herman dan Toni malu-malu dan mukanya merah. Andi mengajak mereka ke tempat tidurku dan katanya, "Mbak saya lepas ya dasternya." Aku malu, karena aneh rasanya ada 3 lelaki muda di kamarku. Tapi gemuruh di dadaku menggebu-gebu membayangkan tubuh ke-3 anak muda ini. Aku hanya bisa manggut-manggut, lidahku kelu dan duh vaginaku sudah langsung melembab dan lembek terasa hangat bibir vaginaku. Aku duduk dan kuangkat dasterku dan waktu tanganku ke atas buah dadaku langsung bebas menggelinjang sintal dan kulihat mata ke-3 anak itu membelalak. Aku menutup buah dadaku dengan daster yang sudah lepas dan Andi mendekat lagi. "Mbak baring ya, tangannya ke atas. Ini kita serius kok Mbak, mereka besok ujian. Jadi Mbak tidak usah malu karena membantu nih." Tanganku ditariknya kedua-duanya ke atas dan buah dadaku munjung dengan bebas dan seksi sekali. Kulirik dan duh mereka sudah pada tegang. Aku berbaring hanya bercelana dalam segitiga kecil sekali hampir tak bisa menutup vaginaku dan di depannya jelas sekali basah sudah.
Andi juga suaranya bergetar karena menahan nafsu, aku rasa. "Ton, Man sini kamu di sisi sana biar aku jelaskan tentang buah dada," katanya sok seperti dosen. Herman dan Toni berdesak-desak dengan gesit mendekat. Andi memegang buah dadaku dan menjelaskan bahwa ini adalah buah dada yang sehat dan terpelihara baik katanya sambil meremas, dan katanya, "Nah kamu coba pegang dan remas-remas! Herman kamu perah yang sini dan Toni kamu coba kekenyalan yang satunya, kemudian gantian dan bandingkan." Mata mereka jalang sekali dan kedengaran desah nafas mereka yang sudah tak beraturan. Aku sendiri begitu diremas Andi tak sadar mendesah enak. Dan seketika kedua anak itu rebutan meremas-remas kedua buah dadaku, dan banjirlah cairan di vaginaku.
"OK.. OK.. sudah sudah cukup!" seru Andi, "Sekarang lihat ini, ini adalah puting susu dan di sekitarnya ini disebut aerola," katanya sambil memelintir putingku ke kiri dan kanan, aku menggelinjang geli. "Ini kalau sehat akan bereaksi bila disentuh atau dirangsang sehingga mengeras," lanjutnya. "Nah coba kamu pegang puting seorang satu ya... dan pelintir seperti ini!" katanya sambil mencontohkan dijepitnya puting susuku di antara jempol dan jari telunjuknya dan diputarnya putingku. Aduh seketika aliran syarafku ke vagina tambah enak rasanya. Vaginaku terasa kuyup dan mengalir ke sisi pahaku. Celana dalamku tak dapat menampung lagi cairan itu. Herman memelintir puting susu kiri dan Toni di buah dada kananku. Aku tak sadar kakiku sudah mengempit dan bergoyang-goyang menahan rasa geli dan pinggulku bergeser-geser di ranjang. Andi sendiri memperhatikan kedua anak itu praktikum di puting susuku dan keduanya asyik sekali. Diremasnya vaginaku dari luar celana dalam sehingga aku sudah kehilangan sadar dan rasa malu. Gelinjang-gelinjangku sudah seperti kuda liar.
"Andi... Andi... ooohh... Gila kalian ayo dongg..." Pelintir-pelintiran tangan Tony dan Herman masih terus dan mereka seperti anak kecil dapat mainan. "OK OK, stop dulu!" muka keduanya kecewa dan mereka menurut sekali. "Sekarang kita beralih ke bagian sini," katanya sambil meremas vaginaku. Aku senang sekali serasa akan mendapat pelepasan. Mereka semua jelas-jelas sudah ereksi penisnya tapi masih menahan diri. Sebenarnya aku yang sudah tidak tahan ingin sekali vaginaku dimasuki batang panas dan aku gembira sekali membayangkan ada 3 penis panas. "Ini namanya vagina," kata Andi sambil meremas-remas terus dari luar CD-ku yang sudah kuyup. "Mas Andi, kenapa kok basah gitu sih?" tanya Toni dengan polos sambil agak bergetar dan parau suaranya. "Oh ini," kata Andi sambil memegang depan CD-ku. "Ini biasa kalau wanita sedang birahi maka akan keluar cairan-cairan seminal seperti ini. Dan maaf Mbak Etty, saya turunkan ya celananya!" Lagi aku tak bisa menjawab kelu lidahku dan aku hanya manggut cepat dan kuangkat pantat dan pinggulku. Andi menyelipkan tangannya ke samping CD-ku dan menariknya turun, seketika terbukalah vaginaku dan Herman maupun Toni tambah besar saja belalak mata mereka.
Andi mengelus-elus vaginaku dan mengatakan, "Ayo kalian pindah ke sini dekat paha Mbak Etty biar jelas," katanya. Nafas Andi pun mendengus-dengus, aku rasa kalau dibiarkan ia sudah mau menancapkan penisnya ke dalam lubangku. Andi menjepitkan jarinya pada bibir vaginaku yang tebal, empuk panas dan menyibak bibir vaginaku dan menariknya keluar, "Nah ini namanya labia, bibir vagina," kata Andi. "Coba kalian rasakan, dielus-elus seperti ini!" katanya lagi. "Ahhh... nikmat sekali..." Herman dan Tony dengan gemetar memegang seorang sebelah dan menariknya. Kemudian mengelus-elus dengan ujung jari-jari mereka. Gila geli sekali, dan aku senang karena mereka serius dan semangat sekali (iya lah mana tidak semangat melihat vagina begitu cantik). Ada dua menit mereka menarik-narik pelan dan mengintip-intip dari dekat, dengus nafas mereka geli sekali kena pahaku di atas. Dan Andi menghentikan mereka. "OK, berikutnya perhatikan bentuknya ini," katanya sambil menyibak rambut kemaluanku yang sudah kuyup oleh cairan vaginaku. Aduh, itu cairan mengalir kemana-mana terasa sampai ke lubang duburku. "Ini adalah klentit atau klitoris," katanya sambil menarik kacangku yang sudah keras sekali. Di dorongnya keluar di antara kedua jarinya dan lihat...!" katanya lagi. "Ini kalau disenggol akan mengeras seperti ini." Dan dimain-mainkannya dengan ujung jarinya klitorisku itu.
Mataku gelap rasanya seperti mau pingsan karena enak sekali. "OK, kamu coba Man," katanya ke Herman, dan Herman dengan semangat menggoyang klitorisku dan ia juga bereksperimen menjepit klitorisku dengan kedua jari dan memilin-milin. Pantatku menggelinjang-gelinjang liar dan Tony aku lihat sepintas ternganga melihat kelakuanku. Andi sementara itu tak tinggal diam, ia memeperhatikan kedua anak itu sambil meremas-remas memerah buah dadaku. Aku lemas dengan nafsu yang sudah memuncak sekali. Pahaku sudah ngangkang lebar sekali dan bau mesum dari vaginaku memenuhi kamar. Badanku terasa hangat sekali dan betapa lubang vaginaku mengharapkan batang panas, tapi aku masih mengikuti semua permainan anak-anak ini. "OK, sudah!" katanya setelah Toni juga mendapat giliran. "Sekarang seperti ini kalian harus tahu bahwa lubang vagina ini sangat sensitif jadi tidak boleh kasar kalau mau memeriksa." Andi memasukkan jari tengahnya yang kasap ke dalam lubang vaginaku dan begitu masuk dinding vaginaku langsung mendenyut mencengkeram, "Senut... senuttt..."
"Usahakan kuku kalian harus sudah digunting dan tidak tajam, karena kalau sampai luka sulit nanti sembuhnya," katanya sok tahu seperti dosen sungguhan. "OK, kalian coba masukkan dan gosok gosok seperti ini keluar-masuk," katanya. Aku terbadai saja di ranjang dan kedua anak ini bergantian memasukkan jari tengahnya memasturbasi aku, entah berapa kali sudah aku orgasme. Seprei ranjang sudah kusut seperti kapal pecah. Andi terus meremas-remas buah dadaku sambil memainkan puting susuku. "Nah sekarang kita harus mengerti juga bau vagina yang sehat seperti ini," kata Andi. Ia mendekatkan hidungnya ke lubang vaginaku dan hembusan nafasnya yang panas menambah bara nafsuku. Kalau aku tidak menahan diri sudah kuterkam si Andi ini dan kutunggangi penisnya. Aku masih play along dengan mereka. Kemudian Andi berbicara lagi. "Dan kita juga perlu menjilati untuk tahu rasanya cairan ini," katanya sambil bibirnya langsung menerkam vaginaku. "Ahhhh..." jeritku keenakan. Dan lidah kasapnya segera bermain di sekitar situ, kira-kira semenit ia dengan berat hati melepaskan dan..."OK, sekarang Toni kamu coba!" Toni dengan cekatan mendekat dan memasukkan mukanya di antara selangkanganku yang sudah kubuka lebar-lebar.
Aku ambil bantal dan kuganjal pantatku sehingga vaginaku munjung keluar. Mulut Toni terasa panas sekali dan dengan semangat ia menciumi dan seruput-seruput ia menjilati. Aku terbadai lagi dan orgasmeku memuncak untuk kesekian kalinya. Lidah Toni berkali-kali masuk ke lubang vaginaku dan cairan demi cairan dihisapnya. Kadang kadang ia menghisap dengan kencang dan pahaku sudah tak sadar mengempit kepala Toni. "Sudah Ton!" kata Herman menarik Toni dan membuka paksa pahaku, dia juga tidak sabaran jadinya. "Dan gantian Herman!" Aduh, gila digigitnya bibir kemaluanku, rupanya saking semangat tergigit sedikit bibir vaginaku, tapi ia juga semangat dan terasa lidahnya lebih panjang dan kasar lagi dari lidah Toni dan Andi. Aku menggeruskan vaginaku ke mulutnya dan pahaku mengempit kepala Herman di antara kedua pahaku yang sintal putih. Sementara Andi sudah membuka celananya dan penisnya sudah keras sekali, disorongkannya ke mulutku dan dengan rakus aku menerkam dan mengelomohi kepala penisnya. Toni juga tadi melihat Andi, ia meremas-remas buah dadaku dengan semangat. Kadangkadang aku agak menjerit karena sakit juga, mungkin gemes si Toni ini.
Herman masih asyik menyeruput vaginaku dan klitorisku, dia cari dan disedot. Toni tadi tidak sampai mengisap-isap klitorisku. Tak lama Andi meletup orgasmenya dan dengan rakus aku hisap kencang sambil meremas-remas batangnya dan mengocok-ngocok supaya spermanya keluar semua. Kutelan habis semua sperma itu. Toni ternganga lagi melihatku ganas seperti itu dan binal sekali. "Man, Man sudah Man!" kata Andi. Herman dengan segan mengangkat kepalanya dari vaginaku. Andi mengatakan, "Mbak Etty, kami perlu membuat eksperimen lanjutan, boleh tidak?" Aku sudah tidak bisa berpikir karena ingin sekali penis-penis ini kuremas dalam vaginaku.
Andi mengeluarkan pisau cukur Gillette dan katanya, "Man kamu ambil itu sabun untuk cukur kita cukur jembut Mbak Etty!" Toni masih terus meremas-remas buah dadaku dan kadang mempermainkan puting susuku, dan dihisap-isapnya juga. Tanganku memegang batang penisnya dari luar celana. Kemudian aku bilang, "Kalian tidak fair masak aku sendiri yang telanjang bulat kalian semua buka juga dong!" Aku rasa aku mesti lapor ke Jaya Suprana di MURI karena kalau ada rekor buka baju pasti mereka menang. Dalam sekejab sudah telanjang semua. Herman dan Toni bulu kemaluannya masih halus-halus, mereka baru SMU kelas I, kalau tidak salah ingatanku. Herman mengoleskan sabun di bulu-bulu kemaluanku sambil jarinya iseng mencubiti klitorisku. Dan Andi mulai mencukur dari mulai perut bawahku dengan hati-hati sekali, dan terasa bulu kemaluanku berjatuhan dan dingin di tempat yang sudah bersih. Terus Andi maju dan sekitar bibir tepi-tepi vaginaku juga. Ditariknya lembar bibir vaginaku dan dicukurnya pelan-pelan. Dan dalam beberapa menit gundul sudah vaginaku. Andi mengambil kaca kecil dan menyuruhku duduk. Aku mengangkang sambil duduk dan Andi meletakkan kaca itu di depan vaginaku, ha ha ha lucu sekali dan klitrosisku tampak jelas nongol, bibir vaginaku merekah dan kelihatan seperti kerang mentah.
"OK, sekarang giliranku," kataku, "Kalian bertiga tiduran, kita lihat siapa yang paling kuat, Mbak akan tunggangi kalian satu persatu dan yang paling kuat lama malam ini boleh tidur sama Mbak sampai pagi hadiahnya," kataku sambil senyum dengan buas dan binalnya. Ketiganya cepat berbaring dan aku bilang, "Ambil bantal semua, taruh bantal di bawah pantatnya!" Aku merasa liar sekali melihat ketiga tiang bendera dari daging itu sudah berdiri tegak lurus. Hmm, aku mulai dari Toni, dia berbaring di tengah dan aku jongkok di atas penisnya, kugenggam batang itu dan kugosok-gosok kepalanya di mulut vaginaku. Pelan-pelan aku jongkok lebih dalam dan kepala penisnya mulai masuk. Toni merem menikmati dan mulutnya terbuka dan mendesah-desah keenakan. "Bless..." masuk semua dan aku turun terus sampai terbenam dan aku mulai bergoyang berputar tanpa naik-turun dengan cepat, genggaman vaginaku kukerahkan dengan kuat, terus kuputar searah jarum jam. Buah dadaku yang montok bergoyang, satu di kiri diremas Andi dan yang kanan diremas Herman, mereka juga ikut terengah-engah. Aku mulai mengulek penis Toni ke depan dan ke belakang, berayun-ayun, pinggulku berputar-putar, dan terasa hangat dan kerasnya penisnya di dalam vaginaku dan mata Toni terbelalak ke atas sehingga kelihatan putihnya saja, dan badannya melengkung kejang.
Dalam 2 menit sudah orgasme dia dan semprotan maninya di dalam vaginaku panas sekali. Dan aku sendiri karena buah dadaku diremas-remas kedua anak ini di kiri dan di kanan juga tak lama ikut meledak. Suasana yang cabul ini menggelorakan birahi, dan aku mengejangkan badanku menikmati orgasme entah keberapa. Kempitan vaginaku membuat Toni agak kesakitan karena kuatnya otot dinding vaginaku. Terasa klitorisku menyentuh rapat ke penis Toni, dengan terengah-engah aku berlutut dan kucabut vaginaku dari penis Toni yang kuyup dengan sperma dan cairan kewanitaanku. Aku merangkak pindah menungging di atas penis Herman, buah dadaku bergantung bebas, aku ingin mengisap penis Herman dan menelan sumber awet muda, tadinya aku juga maunya Toni aku sedot dulu spermanya yang penuh protein itu, hanya vaginaku gatal sekali tadi. Dan setelah digaruk oleh kepala penis itu, enak sekali, agak mending walau aku masih penuh birahi. Terasa Andi menggosok vaginaku dengan tissue untuk melap mani Toni yang berleleran dan aku sudah tak perduli. Kuraih batang penis Herman yang kulihat agak gemetar menahan gejolak senangnya, ia membayangkan penisnya bakal aku sedot. Kuciumi dulu sepanjang batang penis dari satu sisi ke sisi lain. kemudian kulekatkan lidahku di bagian bawah kepala penisnya yang sudah berkilat-kilat basah dan kuputar sekitar penis itu dengan lincah dan seketika menggelinjang Herman keenakan.
"Aduh Mbak Ettyyy..." dan tangannya seketika mencengkeram rambutku dan mendorong agar penisnya masuk ke mulutku. Aku sengaja hanya menyentuh dengan ujung lidahku di atas kepala penisnya, dan tanganku mengelus-ngelus buah zakarnya yang sudah padat itu. Kuremas-remas buah pelir itu dan ciuman-ciuman ke batang penis sekitar pelir membuat ia tambah liar dan sudah seperti kuda liar. Menggeram minta agar aku menyedot. Ah anak muda perjaka. Aku masukkan kepala penisnya saja ke dalam mulutku dan kukelomoh seperti makan es krim Walls saja laiknya atau Lolipop. Pembaca wanita yang belum pernah nyoba anda kehilangan cara-cara yang menakjubkan ini untuk memberi nikmat pada pasangan anda (pasangan di rumah maupun di luar). Dan tanganku tetap menggocok pelir dan batang Herman sementara itu dari belakang Toni memelukku dan memerah-merah buah dadaku dan eh gila si Andi masuk ke selangkanganku yang sudah di lapnya dan ia menarik pantatku sehingga aku terduduk dengan vagina di atas mulut Andi. "Uihhh geli sekalii..." dan Andi karena sudah lebih pengalaman (siapa dong gurunya) memberiku kenikmatan selangit. "Aahhh..."
Gila deh aku dan tiga anak muda-muda dan telanjang bulat semua. Sayang tidak ada kamera video waktu itu. Kuhisap kencang sampai pipiku kempot dan lidahku menyambar-nyambar kepala penis di dalam dan akhirnya Herman mengangkat tinggi-tinggi pantatnya dan aku hampir tersedak penisnya masuk ke dalam rongga mulutku yang dalam, dan... "Srot... srott..." Bertubi-tubi spermanya muncrat dan kusedot dan kutelan habis. Mbak-Mbak, ini dia obat awet muda, rahasia lho. Dan Andi menyedot terus klitorisku sehingga aku pun orgasme dan saking naik ke otak, mataku gelap dan aku duduk menekan vaginaku di mulut Andi sambil berputar di situ. Aku tumbang ke samping dan Andi bangun, mulutnya berbuih putih di sekitar bibirnya sehingga aku tertawa melihatnya sambil terengah-engah. Dan Toni sudah ereksi lagi, Andi juga dan Herman masih mencari nafas, penisnya separuh tegang. Kuambil air di gelas dan sambil menenangkan nafas aku minum, eh lagi duduk gitu susuku sudah diremas-remas lagi dan idih ini anak-anak, entah tangan siapa masuk mengorek-ngorek vaginaku dan aku dipeluk dari belakang, siapapun aku sudah tidak perduli.
Aku menikmati mereka malam ini. Ujian biologi? Hmm aku tahu mereka hanya buat alasan saja. Telingaku dicium dan dijilat entah oleh siapa, perutku juga diciumi salah satu anak, dan aku langsung spanning"Ayo Ton, maju-mundur, Mbak kepit dengan tetek nih penismu, enak tidak."
"Eeenakk... Mbakkkk..." gumamnya bingung.
Dia dengan canggung maju-mundur, keringat di buah dadaku menjadi pelincinnya.
"Man kamu berlutut di atas mulut Mbak dan sinikan penismu ke dalam mulut Mbak lagi," kataku.
Lalu akhirnya Andi menyemprotkan spermanya ke dalam vaginanya, dan disusul Herman sambil mengerang kuhisap teras penisnya dan muncratlah spermanya memenuhi mulutku. Toni masih terus menggesek-gesek penisnya dikepit buah dadaku, lalu dia menyemprotkan spermanya sampai mengenai dagu dan muka.
Mereka lalu lemas berbaring di samping kanan dan kiriku, mereka benar-benar puas, dan ilmu mereka jadi bertambah, ilmu yang mana? Ah aku tidak perduli, pokoknya aku puas dan dapat pengalaman uang bermacam-macam. Sampai sekarang aku masih membutuhkan seks terutama yang muda-muda, agar awet muda, dan aku benar bahagia menikmati semuanya ini.

Habis2an ML with flight attendant

Ini pengalaman pribadiku yg original....

Waktu itu aku main friendster, sengaja cari dengan search "pramugari" atau F.A., nach ketemulah 1 orang yg respon dan cantik, singat crita setelah email2an kita ketemu di SENAYAN CITY, karena dia dulunya kerja di Air Paradice BALI yg udah tutup. sebuah penerbangan international. Nama anak itu DEVI, anak sunda tinggi 168CM, berat 49Kg dengan BRA 36B.

Pas, ketemu, ternyata emang betul2 cantik... putih... and sexy abis. Tapi yg bikin kesel tuh anak belagu amat, maklum bekas pramugari penerbangan international. dia pake baju dengan belahan dada terbuka cocok banget dengan 36B-nya. Pertama ketemu tuh anak agak ogah2an dan ngomongnya gede banget. Ini tantangan buat gue untuk naklukin tuh cowok. Kita makan di sebuah resto yang sengaja gue pilih agak mewahan dikit biar gue ngga kalah gengsi... dan setelah itu gue pingin tau dia brangkat pake mobil ato kagak untuk ngukur kekuatan... ternyata dia pake taksi jadi ada alasan gue untuk nganterin dan pamer TOYOTA HARRIER pinjeman yg gue bilang punya gue....ha...ha...

Sambil menuju ke mobil, dia masih agak sok2an dan bergaya tinggi. Pas di parkiran dia nanya, "mobil loe yang mana?" dan saya tunjuk karimun tua dan dia agak kaget, dan mulai belagu lagi.. sambil bercanda gue bilang "kita coba teken alarm, mobil mana yg buka" dan yg nyala HARRIER di samping karimun tua, barulah DEVI senyum2 manja sambil nyubit dia bilang "kok ngerjain gitu, emang tuh mobil punya kamu?", dengan jawaban diplomasi gue jawab "kalo ngga percaya kamu bawa aja sebulan pasti ngga ada yg komplain", karena emang yg punya lagi pergi ke luar negeri 3 bulan.

Di mobil, dia mulai nanya2 kerja aku apa, dan kujawab manajer di perusahaan telekomunikasi, walaupun semua itu bualanku saja. Mulailah dia manja2 dan menggoda, "Mas pasti pacarnya banyak dan cantik2, kan udah mapan dan ganteng lagi???" Padahal tadi di caffe dia tuh sombong dan cenderung meremehkan sempat dia bilang "loe bukan tipe cowok gue".

Menjelang sampai ke rumahnya, dia mulai merendah "jangan ketawain ya.. rumah ortuku yg sederhana saja", dengan diplomatis aku jawab "ach, kan aku mau pacaran ama DEVI bukan ama rumahnya". Rumahnya memang kecil model BTN, dan aku bawa mobil hati2 banget takut kebaret ama bajaj, MAKLUM MOBIL PINJEMAN....HA...HA...

Sampai di rumah, aku terpaksa harus basa-basi dan tiba2 kaget bukan kepalang sewaktu dikenalin ke ortunya "MAMA, ini mas RONI, pacarku yg pernah aku ceritain itu ma". Aku kaget dibilang pacarnya padahal kita BELUM PERNAH JADIAN SEBELUMNYA.... Oh, ya.... Namaku RONI.

Aku ngobrol 10 menit, sebelum pamit pulang karena udah mau jam 22 malam dan parkir mobil tidak di depan rumah. Pas aku mau masuk ke mobil, dia ikutan ke dalam mobil dan aku kasih dia kecuman pipi, tapi dia malah nantangin.... "kan udah pacar ciuman bibirnya mana", tanpa membuang waktu aku ciumin bibirnya dan aku remas2 payudaranya yg montok, kenyal dan 36B. Dia hanya berbisik pelan "ich, nakal baru kenal pertama udah berani ke situ". Aku pun bales bilang "Kan tadi udah pacarnya". Sebelum pulang aku bilang kalo minggu besok aku mau ajak dia untuk jalan2 ke bandung pagi2 dan dia menyanggupi".

Sampai di rumah sabtu malam jam 23.30 aku mencoba menelpon dia, gila dia bercerita pengalaman pacarannya yg sangat gila dan dilanjutkan ngajak PHONE SEX, sampai jam 02.00 pagi sebelum aku akhiri "sayang, kan besok jam 8 aku harus jemput kamu ke bandung"

Pagi jam 8 tepat aku udah di rumahnya, dan DEVI muncul dengan pakaian yg sangat2 sexy, maklum pramugari. Dia pakai Tanktop warna hitam dan celana jeans ketat banget serta terlihat pusarnya sewaktu mengangkat tas.... aku sempat tanya "mama kamu ngga marah kamu pakai baju begitu", dan dia jawab "kamu kan pacarku jadi mama nggak akan marah". Setelah basa-basi dengan ortunya tepat jam 9.00 pagi kita berangkat ke bandung dengan alasan "TEMENNYA DEVI ADA YG MARRIED".

Di jalan, aku sempat bengong SIAPA YG KAWINAN". Akhirnya aku memberanikan mengkonfirmasi DEVI, "Say, yg kawinan emang siapa? kan semula kita hanya mau jalan aja?" Dijawab ama DEVI "ach, kamu jadi cowok lugu gitu, kebanyakan kerja sich jadi seriusan melulu.... yg KAWIN ya... sapa kek... kalo ngga ada yg KAWIN YA KITA". Mendengar jawaban begitu aku makin nakal, "Brani KAWIN? paling 20 menit udah keok??" dia jawab singkat "SAPA TATUT".....

Di sepanjang perjalanan dia selalu menggoda bahkan pas selepas CIKAMPEK, dia mulai berani meraba2 penisku, dan sempat komentar "Gila gede juga ya.. punya kamu", dan aku pun berani masukin tanganku ke buah dadanya walaupun mobil melaju 120 KM/jam di tol. Menjelang masuk bandung, dia buat kejutan dengan melepas BRA dan hanya pake tank top saja. Tanpa pikir panjang, saya langsung ngajak CHECK IN di hotel JAYAKARTA. "Say, kita ke hotel dulu baru nanti jalan2nya, capek habis nyetir". Dia pun dengan cuek bilang "yg capek DEDEKNYA KALI"

Setelah tiba di JAYAKARTA, kita menempati kamar 311, dan setelah BELL BOY memasukkan tas, saya mencoba menyalakan TV, dan udah di dekap DEVI dari belakang "SAY, AKU MAU NGETEST SAPA YG KALAH DALAM 20 MENIT". Tanpa berbikir panjang, aku langsung membalikkan badan dan memeluk DEVI yg sudah sangat horny, aku lumat bibirnya dalam2 sampai nafasnya tersengal2 pendek2...."Say, cium donk nipel aku tolong... say" iba DEVI yg sudah horny berat. Tanpa membuang waktu aku pun tarik tank top-nya yg sudah TANPA BRA. Payudara yg montok, 36B, putih mulus dengan puting berwarna kemerah2an langsung saya cilatin dan gigit2 kecil sambil tangan kiri menyusup ke celana dalamnya. DEVI memang cewek yg agresif dia pun langsung membuka bajuku dan meraba2 penisku. Tanpa sadar dia pun mulai menciumin Penisku yg memang berukuran super, 17 CM. dengan posisi terbalik, aku mencoba untuk menarik celana jeansnya dan ternyata dia memakai CD jenis G-string warna merah. dengan cepat aku buka CD dan DEVI telah mencukur bersih vaginanya yg berwarna kemarah2an dan telah diberi parfum ... wangi sekali dan aku pun tanpa ampun menciumin vaginanya sambil menyedot lendirnya sampai dia meremas kepalaku keras2 "say terus... jangan lepas"

Setelah, menggunakan gaya 69, dia pun mulai basah dan mendekatkan penisku ke vaginanya "Sayang, kamu kan belom statement aku, dan kita belum jadian, kamu mesti statement dulu dan baru kita ML". Aku pun bangun dari tempat tidur dengan keadaan dua2nya bugil dan menyatakan cinta ke DEVI (walaupun aku belom merasakan cinta itu). Setelah itu aku pake Condom dan DEVI minta di atas, pas penisku mau masuk, DEVI kaget, "Lepas Condomnya, kamu kan pacarku, ML pake Condom emangnya gue perek apa??", dia tarik keras2 condomku.... trus aku pun balik bertanya "nanti kalo keluar di dalam gimana???" Devi pun menjawab "Bukannya enak yg begitu" sambil dia menekan vaginanya ke penisku yg sudah berukuran maksimal tadi. Berbagai gaya dia tunjukkan, dan pas dia mulai main2 JEPITAN, aku nyaris nggak tahan padahal baru 10 menit, untuk saya sudah belajar pernafasan dan akhirnya menjelas 30 menit DEVI mengeluarkan gejala2 akan orgasme... cepat2 saya ciumin putingnya bergantian, dan dia pun bilang "SAY, KITA KELUARIN BARENGAN YA...." aku pun mengangguk dan 1 menit kemudian dia berteriak kesetanan "A YOO.... CEPETIN TERUS SEMPORTIN KENCENG...." DEVI benar2 orgasme dan GELINJANGAN luar biasa sekali, padahal aku masih nahan.... setelah 10 menit DEVI baru sadar "SIALAN GUE KALAH" tapi gue mau MULTI ORGASME....

Aku pun makin liar, dan tiba2 aku memegang anusnya, dan DEVI pun tau, "JANGAN SAY, ANASKU ITU MASIH VIRGIN" aku pun berusaha merayu dan merangsang DEVI. Pantatnya yg putih mulus tak mungkin kubiarkan begitu saja.... setelah dia merintih2 karena jariku kumasukkan, lalu aku bilang "SAY AKU MASUKIN YA..." Dia pun sambil tersengal2 bilang, "KAMU SAYANG KAN KE DEVI? KALO IMANG BENER2 SAYANG KAMU LAKUIN AJA TAPI BUANG DI DALEM KARENA AKU MAU NGERASAIN SENSASINYA" Tanpa berpikir panjang aku pun lakuin dengan memasukkan kepala penis pelan2 sampai akhirnya dia teriak keras "SHIT..., masuk .... CEPET ent*t DEVI".... aku pun mematuhi apa yg dia inginkan mulai dari pelan lama2 cepat sekali dan CROT2 keluar maniku ke anusnya sampai ke kasur.... dia pun bilang "GUE NGERASAIN ML PALING ENAK HARI INI".

Hari itu, kita ML sampai jam 8 malam sebanyak 5 kali dan 3 kali anal. DEVI emang maniak, dia sempat nelen maniku dan facial ke mukaku..... Kita sempat pacaran selama 3 bulan sebelum bubar karena ketauan modal gue cekak....

Ada yg berminat ama dia, FS nya ada

Dewi dan Tante Anis

Berenang adalah salah satu olahraga rekreasi favoritku selama aku kuliah di Bandung. Tapi pada masa itu sebagai mahasiswa yang masih mengandalkan kiriman orang tua, aku harus berhemat dan tidak bisa sering-sering berenang. Paling-paling aku hanya berenang 2 atau 3 kali dalam sebulan. Kadang aku berenang bersama teman-teman kampus, tapi lebih sering berenang sendiri karena tidak banyak teman-temanku yang mau meluangkan waktu untuk berenang secara rutin. Aku sering berenang di daerah Setiabudi, di sana ada kolam air hangatnya sehingga aku bisa berenang sampai malam tanpa takut kedinginan oleh udara malam kota Bandung.

Hari Jumat itu aku seperti biasa berenang sendiri. Setelah melakukan gaya bebas bolak-balik beberapa kali aku beristirahat sambil tetap berendam di tepi kolam. Hari itu agak sepi, paling hanya 15 orang saja yang ada di kolam renang. Langit sudah mulai gelap dan lampu-lampu di sekitar kolam renang sudah mulai dinyalakan. Tapi aku masih ingin berlama-lama menikmati kolam renang, maklum besok hari Sabtu tidak ada kegiatan kuliah.

Tidak berapa lama kulihat seorang wanita berrambut ikal yang berumur sekitar 40-an masuk ke area kolam renang. Meskipun sudah tidak muda lagi badannya terlihat sangat terawat dan sexy. Payudaranya tampak agak menggantung tapi masih cukup kencang dan menurutku tidak kalah dengan wanita-wanita yang lebih muda. Kulitnya putih dan wajahnya juga masih tampak cantik...ah.. rasanya aku kenal wanita itu... Kalau tidak salah dia Tante Anis, teman klub aerobik Tante Nita bekas ibu kosku di Dago yang pernah kuceritakan kisahnya beberapa waktu yang lalu. Pantas saja tubuhnya sexy.... Setelah meletakkan barang-barang bawaannya wanita itu mulai menceburkan diri ke kolam renang, tepat di seberangku. Lalu perlahan ia mulai berenang mengelilingi kolam renang. Saat ia berenang di depanku, kuberanikan memanggil namanya, "Tante Anis..." Wanita itu berhenti dan berbalik menatapku.
"Hey... Doni ya... sama siapa berenang?" tanya Tante Anis sambil mencubit lenganku.
"Biasa tante... sendirian aja, tante sama siapa?"
"Oh, sama Dewi teman kantor tante... tapi kayaknya dia masih di kamar ganti tuh...soalnya tadi tasnya ketinggalan di mobil... nah itu dia baru datang, tante kenalin yaaa..."
Tampak seorang wanita, terlihat masih muda dan lumayan manis mungkin umurnya sekitar 25-an, berjalan ke arah kolam renang. Rambutnya lurus melewati bahu, tubuhnya terkesan atletis dengan buah dada montok berisi seperti Pamela Anderson di film serial TV "Bay Watch". Tante Anis lalu naik ke pinggir kolam dan bergegas menghampiri wanita tersebut. Tak lama kemudian kedua wanita itu kembali masuk ke kolam renang.

"Wi.. ini kenalin... Doni, Don... ini kenalin..Dewi, teman kantor tante," Sambil mengulurkan tangannya Dewi tersenyum dan menyebutkan namanya, senyumnya manis sekali. Akupun menyebutkan namaku sambil menikmati kehalusan tangannya. Setelah berbasa-basi sebentar Dewi berpamitan untuk berenang beberapa keliling, lalu aku dan Tante Anis mengikutinya. Sebenarnya aku sudah cukup lelah setelah berenang sebelumnya, tapi kebersamaan dengan Tante Anis dan Dewi kayaknya sayang kalau dilewatkan begitu saja hanya karena rasa capai yang tidak seberapa. Setelah berenang beberapa keliling kamipun akhirnya berhenti.

"Doni.. kok udah lama tante nggak pernah lihat kamu jemput Tante Nita lagi?"
"Lho... saya khan sudah nggak kos di tempat Tante Nita..."
"Tapi tante dengar kamu masih suka ketemu dengan Tante Nita, iya khan..?" Tante Anis mulai menggodaku dengan senyumnya yang nakal. Aku tidak menjawab, hanya tertawa ringan.
"Tante Nita suka cerita tentang kamu lho...hmm.. bikin kita-kita penasaran deh," Tante Anis menggoda lagi, kini tangannya mencubit perutku.
"Aduh... sakit tante...," kataku pura-pura kesakitan. Dewi yang tidak tahu arah pembicaraan kami tampak agak bingung.

Tante Anis merapatkan badannya ke sampingku dan melingkarkan tangannya di pinggangku.
"Dewi, kamu kenal dengan Nita teman aerobikku khan..? Doni ini dulu kos di tempat Nita dan semenjak itu si Nita bisa jadi betah banget di rumah kalau Doni lagi nggak kuliah, nggak tau ngapain aja dia dengan si Doni ini," Tante Anis tertawa genit sambil melirikku. Dewi hanya tersenyum-senyum saja memandangku.
"Ah... ati-ati Teh Anis... mahasiswa sekarang memang nakal-nakal....!!"

Udara malam makin dingin, tapi suasana kami justru mulai menghangat. Aku merasa kegenitan Tante Anis sedang menantikan tanggapanku. Aku mulai memberanikan diri memegang dan meremas-remas pantat Tante Anis dengan lembut. Jantungku berdegup-degup menanti reaksi Tante Anis... syukurlah dia diam saja dan membiarkan tanganku terus beraksi. Hanya aku dan Tante Anis yang tahu persis apa yang kami lakukan. Suasana kolam renang tidak begitu terang dan kami berendam sebatas leher sehingga apapun yang diperbuat tangan-tangan kami di bawah air tidak akan terlihat siapapun. Meskipun demikian Dewi kelihatannya mengerti apa yang terjadi, tapi dia pura-pura tidak tahu dan dengan sengaja berenang menjauhi kami.

Melihat kegenitannya mendapat tanggapanku dan tidak ada lagi orang lain di dekat kami, Tante Anis semakin berani. Tangannya mulai dengan sengaja menyentuh penisku yang mulai menegang. Melihat aku tidak menolak perlakuannya Tante Anis mulai berani meremas-remas penisku sehingga membuatnya mengeras. Tante Anis tersenyum nakal.
"Oh, ini rupanya yang bikin Tante Nita lupa sama suaminya." Aku tidak mau ketinggalan, kuraba dan kuremas-remas kedua buah dada Tante Anis sehingga membuatnya memekik perlahan. Kami saling meraba dan berpandang-pandangan penuh nafsu. Perlahan-lahan kuarahkan tangan kananku ke selangkangan Tante Anis dan kurasakan gundukan yang lembut dan hangat di antara kedua pahanya. Mulut Tante Anis sedikit terbuka, nafasnya mulai terasa berat dan matanya mulai sayu, tampaknya dia mulai terangsang.

"Ssstop Doni... jangan disini... kita ke hotel aja... mau?" kata Tante Anis setengah berbisik dengan nafas mulai berat menahan birahi. Aku mengangguk setuju.
"Tapi Dewi gimana tante.... masak ditinggal?"
"Tenang aja, itu urusan tante... kamu naik dulu... tante mau bicara sama Dewi."
Aku bergegas naik dan mengambil handuk serta sabun untuk mandi. Saat aku kembali ke kolam renang tampak Dewi dan Tante Anis sudah duduk di kursi sambil mengenakan handuk.

"Doni, keberatan nggak kalau Dewi ikutan acara kita?" tanya Tante Anis sambil mengedipkan sebelah mata kepadaku.
"Terserah Dewi aja, Doni sih nggak keberatan tante..." kataku. "Iiih... emangnya acara apaan sih...?" tanya Dewi, entah dia cuma pura-pura atau memang tidak tahu aku tidak peduli, yang jelas malam ini aku akan menikmati tubuh Tante Anis yang sexy. Belum terbayang bagiku bagaimana kalau nanti Dewi ikut bergabung, aku belum pernah ML dengan lebih dari satu wanita sekaligus.

Kutitipkan motorku di kantor Satpam, kebetulan karena sudah sering berenang di situ aku jadi kenal dengan mereka. Kami bertiga lalu meluncur pergi ke arah Lembang dengan mobil Tante Anis. Tidak berapa lama kemudian kami sampai di Lembang dan Tante Anis lalu mengajak kami untuk makan malam di sebuah rumah makan. Setelah selesai makan Tante Anis membeli beberapa kaleng bir, softdrink dan makanan kecil, "Untuk bekal sampai pagi cukup nggak..." tanya Tante Anis sambil tersenyum nakal. Aku mengangguk setuju sementara Dewi masih pura-pura tidak tahu apa yang terjadi.

Akhirnya kami meluncur ke sebuah hotel kecil yang cukup bagus di sekitar Lembang, lokasinya enak dan aman untuk berselingkuh karena mobil bisa langsung parkir di garasi yang tersedia di sebelah kamar. Mungkin hotel itu sejak semula sudah dirancang untuk tempat perselingkuhan, entahlah.....
"Eh.. seperti yang aku bilang tadi.... kalau kalian mau ML aku nggak ikutan yaa... aku cuma nunggu kalian di mobil aja."
"Aduh Dewi... kami nggak tega ninggalin kamu di mobil. Kita bakalan di sini sampai pagi lho, ikutan aja deh ke kamar. Kalau nggak mau ikutan kami ML juga nggak apa-apa, that’s your choice honey... kamu bisa nunggu di ruang tamu sambil minum bir. Atau kalau perlu bisa kami pesankan "extra-bed". Gimana..?" tanya Tante Anis. Dewi akhirnya mengangguk setuju.
"OK aku di ruang tamunya aja... tapi kalian jangan ribut ya.... nanti aku nggak bisa tidur."

Aku pikir Dewi ini cuma pura-pura saja tidak mau ikut ML, kalau dia benar-benar tidak mau ikutan kenapa dia tadi tidak minta diantar pulang saja. Itu jauh lebih baik dari pada tidur di mobil ataupun di kamar sementara kami asyik bercinta sampai pagi. Aku rasa Dewi ini sebenarnya mau tapi malu karena baru kenal denganku beberapa jam yang lalu, jadi kupikir bagus juga kalau aku sengaja memancing-mancing dan mengambil inisiatif supaya dia mau ikut. Setidaknya dengan cara itu dia tidak harus merasa malu kalau "terpaksa" ikut bergabung. Hmm... kalau Dewi mau ikutan, ini bakal menjadi pengalaman pertamaku ML dengan dua wanita sekaligus.

Kamar hotel yang dipesan Tante Anis cukup besar, sebenarnya hanya satu ruangan tapi antara tempat tidur dan ruang tamu dipisahkan oleh tirai pembatas. Dengan kondisi seperti itu apapun yang terjadi di tempat tidur pasti akan terdengar di ruang tamu. Dewi merebahkan dirinya di kursi sofa.
"Selamat ML yaa... aku mau disini aja menikmati bir dan tidur nyenyak."
Sampai di kamar Tante Anis mematikan lampu kamar dan hanya menyisakan lampu tidur yang nyalanya remang-remang saja sementara aku langsung merebahkan diri di tempat tidur. Tante Anis lalu mengikuti dan berbaring di sebelahku. Tanpa menunggu komando aku langsung memeluk dan mencumbu Tante Anis, bibir kami saling memagut dan lidah kami saling melilit penuh nafsu. Tangan-tangan kamipun mulai saling meraba dan meremas daerah sensitif masing-masing. Kuselipkan tanganku ke balik bajunya, oh... rupanya Tante Anis sudah tidak mengenakan BH lagi sehingga tanganku dengan mudah langsung meremas payudaranya. Sementara itu tangan Tante Anis dengan ganas berusaha masuk ke celana dalamku untuk meremas penisku yang sudah menegang sejak tadi. Setelah beberapa saat kami bergumul dan saling meremas dengan panas, aku mulai melepaskan t-shirt dan celana jeansku sementara Tante Anis juga mulai melepas pakaiannya satu per satu.

Akhirnya kami berdua berbaring di atas tempat tidur tanpa sehelai busanapun.
"Tante Anis... tante sexy sekali...," kataku memuji sambil meraba payudara dan putingnya. Sengaja aku berbicara tanpa berbisik supaya Dewi bisa ikut mendengar.
"Ah... kamu bisa aja," tampak wajah Tante Anis memerah, mungkin merasa bangga mendapat pujian dari anak muda. Tante Anis juga tampaknya mengerti maksudku sehingga diapun tidak berusaha mengecilkan suaranya.
"Tante, Doni mau menikmati tubuh Tante Anis malam ini sepuas-puasnya... lampunya Doni nyalain aja yaa..."
"Iihh... tante malu ah... khan udah nggak muda lagi..."
"Tapi tante masih sexy banget lho... swear deh.... Doni betul-betul terangsang."
"Terserah Doni kalau gitu... emangnya Doni mau liat apa sih kok pake nyalain lampu segala..."
"Doni mau menikmati tubuh Tante Anis yang sexy ini sampai puas, Doni mau menikmati buah dada tante yang indah, Doni mau menikmati seluruh bagian vagina tante yang tertutup bulu-bulu lebat itu, Doni mau liat klitoris tante, Doni pengen liat semua bagian dalam vagina tante. Boleh khan...?" kataku merayu sambil menyalakan lampu kamar.
"Tentu boleh aja sayang...., malam ini tante jadi milik kamu. Doni boleh liat apapun yang Doni mau, boleh pegang apapun... pokoknya boleh ngapain aja... sesuka kamu sayang..... Tapi sebaliknya Doni juga jadi milik tante malam ini yaa.... Sekarang tante mau pegang dan isep pisangnya Doni...gimana?" tanya Tante Anis sambil mendorongku ke tempat tidur.

Mulailah Tante Anis menjilati dan mengulum penisku. Rupanya Tante Anis cukup ahli dalam ber-oral, diremasnya buah pelirku sementara penisku dimasukkan ke dalam mulutnya untuk dihisap.
"Hmm dasar anak muda, penisnya keras banget kalau berdiri... tante udah lama nggak ngerasain penis yang keras seperti ini. Tante nggak sabar pengen ngerasain ini di dalam punya tante...." kata Tante Anis sambil terus menjilati kepala penisku. Dimasukkannya kembali penisku ke dalam mulutnya dan sesekali lidahnya menjilati lubang penisku, wow... rasanya membuat tubuhku bergetar menahan nikmat.
"Oohh... tante... enak banget tante....mmhh... isep terus tante...," aku sengaja mengekspresikan setiap rasa nikmat yang kurasakan dengan harapan supaya Dewi terpancing untuk ikut bergabung.

Aku memutar posisiku sedikit supaya tanganku bisa meraba dan meremas payudara Tante Anis sementara dia tetap mengulum penisku. Dengan lembut kuremas payudaranya dan kupilin-pilin pentilnya. Ini membuat Tante Anis makin bernafsu dan bersemangat mengulum penisku. "Mmhh....mmhh....." Tante Anis mulai mendesah-desah menahan nikmat. Seranganku kulanjutkan lagi, kali ini tanganku mulai mengarah ke vaginanya. Kurasakan bulu-bulu kemaluannya yang lebat agak basah oleh lendir yang licin. Jari tanganku mulai menyibak bulu-bulu vagina Tante Anis dan masuk ke dalam belahan bibir vaginanya. Akhirnya dengan perlahan kumasukkan jari tengahku ke dalam lubangnya yang basah oleh lendir. Kugosok-gosokkan jariku dengan lembut ke dalam dinding-dinding vagina Tante Anis sementara ibu jariku mempermainkan klitorisnya sehingga Tante Anis menggelinjang keenakan.
"Ah... Doni.... mhh.... masukin sekarang sayang... tante udah kepengen ngerasain penis Doni di dalam vagina tante," katanya sambil melepaskan penisku dari mulutnya.

Tante Anis lalu merebahkan dirinya di tempat tidur sambil membuka kedua pahanya untuk mempersilahkan penisku masuk. Tapi aku tidak ingin langsung memainkan partai puncak, aku harus menyimpan tenaga karena bukan tidak mungkin akan ada partai tambahan dengan Dewi. "Sabar dulu ya tante... Doni pengen banget jilat vagina tante...Doni nggak tahan liat vagina tante terbuka seperti itu... boleh....?" "Terserah Doni sayaang.... tante udah kepengen banget sampai puncak...." Pantat Tante Anis kuganjal dengan bantal sehingga aku tidak perlu terlalu membungkuk untuk menikmati vaginanya. Perlahan kubuka bibir vaginanya yang sedikit menggelambir dengan kedua jempolku, terlihat bagian dalam vagina Tante Anis begitu merah dan merangsang. Lubangnya masih terlihat lumayan sempit meskipun sudah punya dua anak, sementara klitorisnya tampak menyembul bulat di bagian atas bibir vaginanya.

Tidak tahan melihat pemandangan yang begitu membangkitkan birahi akhirnya aku membenamkan lidahku ke dalam liang vaginanya. Dengan penuh nafsu kujilati seluruh bagian vagina Tante Anis, mulai dari klitoris, bibir vagina, hingga lubang vaginanya tidak luput dari sapuan lidahku yang ganas. Tante Anis meremas rambutku dan terus mendesah menahan nikmat.
"Oohh... oohh... mmhh... Doni.... mmhh... adduhh...." Suara Tante Anis makin membuatku bersemangat, aku terus menjilati seluruh bagian vaginanya seperti seorang bocah sedang menikmati es krim coklat yang begitu nikmat. Jari-jariku mulai ikut ambil bagian untuk masuk ke dalam liang vagina Tante Anis, sementara itu bibirku mengulum klitorisnya dan lidahku terus menjilati serta mempermainkannya dengan penuh nafsu.
"Aaahh... Donii... tante nggak tahan Don.... adduuh..." desahannya makin tak terkendali dan tangannya mulai meremas rambutku dengan keras sementara itu otot-otot kedua kakinya mulai menegang. Tampaknya tidak berapa lama lagi Tante Anis akan mengalami orgasme.

Sementara itu samar-samar kulihat bayangan di ruang tamu mulai bergerak, ah... rupanya Dewi mulai terpancing untuk melihat apa yang kami lakukan di atas tempat tidur.
"Doni... Doni... mmhh... tante nggak tahan lagi... tante udah mau keluar.... mmhh.... ahh...aahh...," akhirnya seluruh tubuh Tante Anis menegang selama beberapa saat dan kemudian terkulai lemas. Kulitnya yang putih tampak berubah agak memerah, Tante Anis mengalami orgasmenya yang pertama malam itu. Dia tergolek lemas dengan mata terpejam dan mulut terbuka sementara itu vaginanya yang merah seperti daging mentah tampak masih berdenyut-denyut mengeluarkan sisa-sisa kenikmatan. Tante Anis perlahan-lahan mulai pulih kesadarannya setelah beberapa saat terbuai oleh kenikmatan orgasme.
"Doni... enak sekali orgasmenya... mmhh... tante sampe lemes.... rasanya belum apa-apa tulang-tulang tante rontok semua...."
Aku hanya tersenyum. "Gimana tante... udah siap lagi....," tanyaku menggoda.
"Bentar lagi ya Don... badan tante masih lemes.... dan lagi rasa enaknya masih belum hilang...."

Sementara itu kulihat Dewi sudah berdiri di samping tirai pembatas ruangan, ikut menikmati apa yang kami lakukan.
"Dewi, kalau mau gabung kesini aja... nggak apa-apa kok," kataku memancing-mancing.
"Iih... enggak ah, aku cuma pengen ngeliat kalian ML aja kok, soalnya suaranya seru banget sih... sampe Dewi nggak bisa tidur."
"Iya Dewi... sini aja lah..., ngapain kamu berdiri di situ... duduk aja di dekat tempat tidur biar bisa liat lebih jelas kalau emang mau liat kita ML," Tante Anis ikut menimpali. Dewi kelihatan masih malu-malu, aku lalu berdiri menghampirinya dan menariknya ke sisi tempat tidur.
"Tapi kalian nggak apa-apa kalau Dewi ikutan ngeliat di sini...?" tanyanya sambil duduk di kursi.
"Ah nggak apa-apa Wi, malah kami lebih senang lagi kalau kamu juga mau ikutan ML dengan kami, iya khan Don...... Ikutan ajalah sekalian, aku nggak akan bilang sama suamimu asal kamu juga nggak cerita ke suamiku," kata Tante Anis sambil melirikku dan aku mengangguk mengiyakan. Wajah Dewi tampak merah, "Ah.. Dewi cuma mau liat kalian aja dulu...." Betul dugaanku, sebenarnya Dewi mau ikut bergabung hanya saja ia masih malu-malu. Yang dibutuhkannya cuma sebuah alasan yang pas.

Sementara itu Tante Anis tampaknya sudah pulih sepenuhnya, tangannya mulai meraih penisku dan menuntunnya ke arah liang hangat di selangkangannya.
"Ayo sayang... kita lanjutin lagi.... sekarang punya kamu harus dimasukkin ke sini ya...tante dari tadi pengen ngerasain punya kamu..." Aku hanya tersenyum, sementara itu aku mulai menjilati payudara Tante Anis dan mempermainkan putingnya diantara kedua bibirku. Tubuh Tante Anis mulai menggeliat-geliat kembali.
"Ah... Doni... tante jadi konak lagi... punya kamu masukin ya.... sekarang sayang... sekarang... tante udah kepengen banget ngerasain penismu yang keras ini..." Tante Anis terus merengek-rengek meminta aku memasukkan penis ke vaginanya sementara itu tangannya terus meremas-remas penisku sehingga membuatnya makin mengeras. Akhirnya perlahan-lahan kubuka paha Tante Anis sehingga bibir vaginanya membelah dan menampakkan liangnya yang bisa mengundang nafsu birahi setiap lelaki.

Dengan perlahan-lahan kutuntun penisku menuju lubang vagina Tante Anis yang sudah siap menanti sejak tadi, dan... blesss... dengan sekali sentakan ringan penisku masuk ke dalam vaginanya. "Aahh..." teriak Tante Anis sambil menaikkan pinggulnya untuk menyambut penisku. Rupanya Tante Anis sudah sangat terangsang dan bernafsu sehingga sekalipun dia berada di posisi bawah justru dia yang lebih aktif menggerak-gerakkan pinggulnya. Aku tidak mau kalah ganas dengan tante berumur 40-an ini, kugerakkan pinggulku turun naik dengan sentakan-sentakan yang kuat sehingga penisku terasa masuk ke dalam dengan mantap.
"Aduhh.. Doni... penismu sampai ke ujung... enak banget....mmhh... terus sayang... tusuk yang kuat sayang... tante suka.... mmhh... mmhh.... mmhh... mmhh ...mmhh .." Tante Anis terus mendesah berulang-ulang seirama dengan tusukan penisku. Suara kecipak beradunya penisku dengan vagina Tante Anis dan suara derit ranjang yang bergoyang menyertai desah persetubuhan kami yang ganas. Aku rasa dengan cara seperti ini Tante Anis tidak akan bertahan lama.

Beberapa saat kemudian Tante Anis minta ganti posisi, dia ingin berada di atas. Akhirnya aku berbaring pasrah sementara Tante Anis memposisikan dirinya berjongkok di atasku. Tangannya meraih penisku dan membimbingnya menuju liang vaginanya yang basah kuyup oleh lendirnya sendiri. Begitu penisku masuk, Tante Anis lalu mulai menggerak-gerakkan pinggulnya dengan ganas. Gerakannnya makin lama makin cepat dan desahannya makin keras, "Mhh... mmhh.. mmhh...." aku belum pernah merasakan goyangan pinggul seorang wanita seganas Tante Anis. Saking keras dan semangatnya goyangan Tante Anis, beberapa kali penisku sempat terlepas dari cengkeraman vaginanya tapi Tante Anis dengan sigap memasukkan kembali. Dan akhirnya tidak sampai tiga menit Tante Anis di posisi atas iapun mulai mengalami orgasme yang kedua kali....
"Aduh... tante mau keluar lagi sayang... aduuh... mmhh... mmhh... mmhh... aahh!" Tante Anis menjerit keras berbarengan dengan orgasmenya yang kedua. Kedua tangannya mencengkeram erat dadaku dan kepalanya mendongak ke atas sementara itu vaginanya menelan habis penisku sampai aku bisa merasakan ujungnya.

Baru kali ini kurasakan orgasme seorang wanita yang begitu ganas dan intens. Seganas-ganasnya Tante Nita, rasanya masih kalah ganas dibandingkan Tante Anis. Tidak berapa lama kemudian Tante Anis terkulai lemas di dadaku. Aku melirik ke arah Dewi, kulihat dia mulai terangsang hebat melihat "live-show" di depan matanya... Duduknya serba gelisah dan tangannya meremas-remas ujung bajunya. Aku sendiri sebenarnya belum orgasme, tapi rasanya juga tidak lama lagi. Permainan liar Tante Anis mau tidak mau membuatku makin dekat menuju puncak orgasme juga. Kalau aku sekarang mengajak Dewi untuk ML pasti aku tidak akan sanggup bertahan lama, jadi kuputuskan untuk menyelesaikan ronde pertamaku dengan Tante Anis saja. Setelah Tante Anis mulai pulih dari orgasmenya, aku balikkan tubuhnya sehingga dia kembali dalam posisi terlentang. Tanpa basa-basi langsung aku menancapkan penisku ke dalam vaginanya.
"Doni... tante masih lemes... sabar sayang.... sebentar lagi.... mmhh... mmhh..." Tante Anis mencoba mendorongku. Tapi tenaganya tidak cukup kuat, lagi pula hanya berselang beberapa detik kemudian tampaknya Tante Anis sudah mulai terangsang lagi. Apalagi setelah telinga dan lehernya kujilati dengan lidahku. Maklum kaum wanita dalam hal persetubuhan sebenarnya jauh lebih hebat dari pria, mereka bisa mengalami orgasme berkali-kali dalam waktu yang singkat kalau mendapatkan rangsangan yang tepat.

Aku terus menusukkan penisku berulang-ulang ke dalam vagina Tante Anis.
"Doni... kamu nakal sekali... mmhh... mmhh .... dasar anak muda..... mmhh... adduuh sayang... nanti tante bisa keluar lagi.... mmhh... Doni... aduuhh...mmhh... tante jadi konak lagi... aahh... kamu ganas sekali...." kurasakan pinggul Tante Anis yang semula diam pasrah kini mulai mengikuti gerakan pinggulku. Setiap kali aku menusukkan penisku, pinggul Tante Anis menyentak ke atas sehingga penisku masuk semakin dalam. Gerakannya yang kembali ganas membuat ketahananku hampir jebol. Perlahan-lahan kuatur posisiku agar bisa menusukkan penis sedalam-dalamnya.
"Tante... udah mau keluar belum.....?"
"Mmhh... iya sayang.... tante udah mau keluar lagi.... mmhh ...mmhh..."
"Sekarang kita barengan ya... Doni juga udah mau keluar...." "Hmmhh....... keluarin aja sayang... keluarin semuanya di dalam.... tante siap menampung.... tante udah nggak tahan sayaang.. ... tusuk tante yang kuat....... mmhh.... uuh... rasanya penis kamu makin besar..... dorong yang kuat sayang..... iya... seperti itu sayang... iya... masukin yang dalam...mmhh... adduuh... tante keluar lagi.... aahh...aagh....!!"
"Tante... mmhh... aduuh... Doni udah nggak tahan lagii..... aahh...aahh..aagghh...!!" Akhirnya sebuah semburan sperma yang dahsyat ke dalam vagina Tante Anis menyertai kenikmatan orgasmeku. Sementara itu tubuh Tante Anis juga kembali menegang dan berkedut-kedut menahan nikmat orgasmenya yang ketiga malam itu. Tidak lama kemudian tubuh kami saling berpelukan dengan lemas, kami tidak bergerak ataupun berkata-kata untuk beberapa saat karena rasa nikmat orgasme yang bersamaan tadi seolah meluluhkan semua kekuatan dan keinginan kami selama beberapa saat.

Aku dan Tante Anis hanya ingin diam berpelukkan dan saling menikmati hangatnya tubuh masing-masing, sementara penisku yang terasa makin melemah masih tertancap di dalam vagina Tante Anis.... Tidak berapa lama kemudian aku membaringkan tubuhku di samping Tante Anis. Penisku tergolek lemah kelelahan, basah kuyup oleh campuran lendir vagina Tante Anis dan spermaku sendiri. Sementara itu dari celah vagina Tante Anis lelehan sisa spermaku yang berwarna putih kental tampak mengalir keluar bercampur dengan lendir Tante Anis. Aku yakin spermaku banyak sekali yang masuk ke vaginanya karena sudah hampir dua minggu aku belum mengeluarkannya. Tante Anis memiringkan badannya dan mengelus-elus penisku.
"Gila kamu Doni..... belum-belum tante udah keluar tiga kali... kayaknya tante nggak bakalan kuat nih kalau ML sampai pagi...."
"Ah nggak apa-apa tante... khan ada Dewi, dia bisa gantiin tante kalau tante udah capek... iya nggak," kami tertawa cekikikan melirik Dewi yang dari tadi tampak duduk gelisah menahan gejolak nafsu.
"Iya Dewi, ayo kamu ikutan sini dong... bantuin aku ngerjain Doni... aku nggak bakalan kuat kalau sendiri," kata Tante Anis ikut memanaskan suasana.

"Ah... kayaknya aku nggak perlu bantuin Teh Anis..., tuh liat... Doni punya udah lemes... kelihatannya dia juga udah bakal nggak kuat lagi main dengan Dewi....," kata Dewi yang mulai menanggapi ajakan kami dengan setengah menantang.
"Tapi kalau punyaku bisa berdiri lagi Dewi mau ikutan nggak...?" pancingku.
"Boleh aja... tapi buktiin dong kalau Doni punya masih sanggup berdiri lagi seperti tadi," kata Dewi. Tampaknya Dewi sudah mendapatkan alasan yang pas untuk ikut bergabung.
"Ok... aku akan buktikan kalau sebentar lagi punyaku akan bangun dan keras seperti tadi tapi syaratnya harus Dewi yang bangunin yaa..." kataku tersenyum.
"Iya... tapi dibersihin dulu dong... Dewi nggak mau bekas Teh Anis... he... he.. he..." Aku lalu bangkit ke kamar mandi untuk membersihkan penisku dari sisa-sisa cairan hasil persetubuhan dengan Tante Anis. Saat keluar dari kamar mandi tampak Dewi sudah duduk di tepi tempat tidur. Sementara itu Tante Anis gantian duduk tanpa busana di kursi sambil menenggak sekaleng bir hitam dan menghisap rokok.
"Ayo sini anak muda.... kita buktikan apa kamu masih sanggup bertempur lagi..." kata Dewi sambil tersenyum nakal. Setelah mendapat alasan yang pas, Dewi yang sebelumnya tampak malu-malu mulai menampakkan nafsu sex yang tidak kalah dengan Tante Anis. Aku lalu membaringkan tubuhku di tempat tidur.

Tanpa banyak basa-basi lagi Dewi langsung mengelus-elus penisku yang masih terkulai lemas akibat kelelahan setelah bertempur hebat dengan Tante Anis. Diremas-remasnya biji pelirku dan kemudian Dewi mulai menjilat-jilat batang penisku. Aku mulai merasakan kenikmatan lidah Dewi dan remasan lembut tangannya, akibatnya penisku perlahan-lahan mulai menunjukkan tanda kehidupan. Dewi mulai memasukkan penisku ke dalam mulutnya, dikulumnya kepala penisku dan dikocok-kocoknya batang penisku dengan tangannya. Tentu saja tidak berapa lama kemudian penisku mengeras kembali. Merasakan penisku kembali membesar dan mengeras, Dewi semakin bernafsu menghisap dan menjilatinya. Perlahan-lahan kulepaskan mulutnya dari penisku.
"Nah, sudah terbukti bisa bangun lagi khan... sekarang giliran Dewi memenuhi janji untuk ikut bergabung... gimana?" Dewi cuma tersenyum sambil dengan sukarela melepaskan pakaiannya satu per satu dan berbaring di sisiku. Karena sejak awal aku sudah tertarik dengan payudara Dewi yang montok seperti punya Pamela Anderson, aku langsung meremas payudaranya dengan lembut dan mempermainkan putingnya dengan lidahku. Dewi yang sebenarnya dari tadi sudah terangsang mulai mendesah-desah keenakan. Berbeda dengan Tante Anis, meskipun sudah 3 tahun menikah Dewi belum memiliki anak jadi puting susunya masih mungil dan berwarna terang seperti puting susu gadis perawan.

Setelah puas menjilati dan meremas buah dadanya, aku mulai menjelajahi bagian bawah. Perlahan-lahan kujilati bagian perut Dewi dan kemudian akhirnya sampai ke daerah "Segitiga Bermuda". Bulu kemaluan Dewi tidak selebat Tante Anis sehingga belahan vaginanya sudah tampak jelas tanpa harus menyibakkan bulu-bulunya. Setelah puas menjilati daerah lipatan paha dan daerah bagian atas bulu vagina Dewi, aku membuka bibir vaginanya dan terlihatlah liang vagina yang berwarna merah muda dan sangat indah. Ingin rasanya segera membenamkan penisku ke dalamnya. Mungkin karena belum memiliki anak, kedua bibir vaginanya masih tampak kencang dan tidak menggelambir seperti punya Tante Anis. Secara refleks jari-jari tanganku langsung masuk menggerayangi lubang vaginanya dan membuatnya melenguh keras, "Oohh........" Langsung lidahku menjilati bibir vagina dan klitorisnya dengan lembut. Setiap kali lidahku menjilati klitorisnya, pinggul Dewi bergerak maju seolah tidak menginginkan lidahku terlepas dari klitorisnya. Setelah kurasa cukup, akhirnya kulepaskan lidahku dari bagian vaginanya dan aku mulai membuka kedua pahanya. Aku benar-benar sudah tidak sabar ingin segera merasakan kenikmatan vagina seorang Dewi.

Dengan lembut kubelai lembut rambutnya, dari matanya kulihat Dewipun sudah tidak sabar ingin menerima penisku. Tapi dia bukan Tante Anis yang secara ekspresif dan terang-terangan mengumbar nafsunya dengan ganas. Dewi hanya menatapku penuh harap sambil nafasnya berdesah-desah tak teratur. Kuposisikan diriku diantara kedua pahanya, lalu perlahan-lahan kubuka bibir vaginanya dan kuarahkan penisku ke liang vagina yang tampak masih sempit. Kuletakkan kepala penisku tepat di depan lubang vaginanya. Lalu dengan lembut tapi pasti kugerakkan pinggulku ke depan sehingga penisku masuk ke dalam vaginanya. Gila....nih cewek... vaginanya masih sempit sekali, benar-benar seperti seorang perawan. Untung saja Dewi sudah cukup terangsang sehingga penisku tidak begitu kesulitan menembus liang vaginanya yang sempit dan basah. Dewi tampak menggigit bibir bawahnya dan tangannya meremas pinggangku. Aku sempat berpikir mungkin Dewi merasa kesakitan akibat perbuatanku, gerakanku kuhentikan sejenak.
"Sakit sayang...?" tanyaku. Dewi menggeleng perlahan.
"Enak sayang....?" kataku lagi. Dewi hanya mengangguk sambil tersenyum. Sedikit demi sedikit kupercepat gerakanku, vagina Dewi terasa makin basah dan gerakan penisku terasa mulai lancar.

Setelah merasakan persetubuhan yang ganas dengan Tante Anis, persetubuhan dengan Dewi terasa begitu lembut dan indah. Kontras sekali bedanya, namun kedua-duanya sama-sama memiliki kenikmatannya yang khas sehingga sulit untuk mengatakan mana yang lebih enak. Kubelai rambut Dewi dan kucumbu bibirnya dengan hangat, kami sungguh menikmati persetubuhan yang indah ini. Sesekali aku melepaskan diri dan meminta Dewi untuk bergantian di posisi atas. Diapun melakukannya dengan lembut namun penuh energi, digerak-gerakkannya pinggulnya maju mundur dengan berirama dan penuh tenaga sementara aku meremas-remas buah dadanya yang indah. Aku rasakan dinding-dinding vaginanya begitu kuat mencengkeram penisku sehingga membuatku makin terangsang. Sementara itu gerakan pinggul Dewi makin cepat dan desahannya makin kuat serta tidak beraturan. Dewi mulai sulit mengontrol gerakannya sendiri....
"Oohh... mmhh....mmhh... uuhh.." tampaknya Dewi mulai dekat menuju orgasme.
"Ahh... Doni... mmhh... Dewi di bawah aja ya... Dewi takut keluar duluan....."
"Nggak apa-apa sayang, keluarin aja...."
"Enggak ah... Dewi mau keluar barengan sama Doni...." Akhirnya Dewi kembali berbaring disebelahku. Aku langsung mengambil posisi diantara selangkangan Dewi dan kembali membenamkan penisku ke dalam vaginanya. Di posisi ini tampaknya Dewi lebih bisa mengatur nafsunya sehingga desahannya kembali teratur seirama dorongan penisku. Kami kembali bercumbu dengan hangat sambil tanganku meremas-remas buah dadanya dan pinggulku turun-naik sehingga kedua tubuh kamipun mulai dibasahi oleh peluh.

Sekarang giliranku mulai merasakan dorongan kenikmatan orgasme mulai menjalari seluruh tubuhku. Rasanya tidak lama lagi pertahananku akan bobol. Gerakanku makin kuat dan Dewi juga merasakannya sehingga diapun mulai agak mengganas. Aku mulai melepaskan bibirku dari bibirnya dan mulai mengatur posisi agar bisa menancapkan penisku dengan maksimal ke dalam vagina Dewi. Rasanya tidak lama lagi kami berdua akan sampai ke puncak kenikmatan....
"Dewi... aku udah mau keluar sayaang.... mmh.... sshh... sshh... mmhh..." aku mencoba sekuat tenaga mengontrol orgasmeku agar bisa bertahan sedikit lagi.
"Dewi juga mau keluar sayang... adduhh... penis kamu tambah besar... Dewi nggak tahan lagi... mmhh... aaah......mmhh..." Gerakan kami berdua makin cepat dan makin ganas, akhirnya....
"Aahh.... Donii..... mmhh.... aahh.... Dewi nggak tahan lagi sayang... aahh... aahh...!"
"Dewiii.... aduuh..... Donii keluaar............ aahh...!" Tubuh kami menggelinjang dan bergetar hebat dalam sebuah orgasme bersama yang indah, akhirnya kami berpelukan lemas. Setelah beberapa saat kami berpelukan, aku kembali mencumbu Dewi dengan lembut. Kemudian aku merebahkan diriku di sampingnya, kami diam dan saling berpandangan. "Wow... keren.... hebat...." tiba-tiba kudengar Tante Anis bertepuk tangan memberi "applaus" untuk persetubuhan kami yang cukup lama dan menggairahkan. Kami berdua cuma tersenyum saja, sudah terlalu lelah untuk berkomentar.

Mungkin lebih dari setengah jam aku dan Dewi saling bergumul sebelum akhirnya kami tenggelam dalam kenikmatan orgasme. Tampak Dewi tergolek kelelahan disampingku, dia hanya sebentar menoleh tersenyum penuh arti ke Tante Anis lalu kembali memejamkan matanya. Sementara itu sisa-sisa spermaku tampak mulai menetes dari celah vagina Dewi meskipun tidak sebanyak Tante Anis. Akupun hanya bisa terbaring lemas, penisku tampak tak berdaya. Tiba-tiba aku merasa sangat haus dan lapar. Aku bangkit lalu mengambil sekaleng bir dan menyantap sebungkus roti untuk mengembalikan tenagaku yang nyaris terkuras habis oleh dua wanita bersuami ini.
"Nanti kalau sudah siap, giliran tante lagi ya... melihat kalian ML tante jadi kepengen lagi lho.... Doni masih kuat khan...?"
"Ok tante,.... Doni masih kuat kok... liat nih... sebentar juga bangun lagi..." kataku menanggapi tantangan Tante Anis. Kutunjukkan pada Tante Anis penisku yang perlahan-lahan mulai agak membesar. Melihat aku mulai segar lagi Tante Anis merebahkan aku ke tempat tidur di samping Dewi yang masih tergolek kelelahan. Tanpa merasa perlu membersihkan penisku dari sisa-sisa persetubuhanku dengan Dewi, Tante Anis langsung mengulum dan mengkocok-kocok penisku hingga perlahan-lahan kembali mengeras dengan sempurna.

Begitu melihat penisku kembali berdiri sempurna langsung Tante Anis mengambil posisi jongkok dan memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Seperti sebelumnya, dengan ganas Tante Anis menggerak-gerakkan pinggulnya sambil mulutnya terus berdesah-desah merasakan nikmat. Dewi yang terbaring disampingku lalu membuka mata dan menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan kami,
"Ah.. keterlaluan deh Teh Anis ini, si Doni belum sempat istirahat udah diembat lagi.... nggak kasian sama anak orang..." Tante Anis cuma tertawa kecil dan meneruskan goyangan mautnya. Tak berapa lama kemudian Tante Anis melepaskan penisku dari vaginanya dan meminta aku untuk berganti posisi, dia ingin ditusuk dari arah belakang.
"Doni... tante kepengen kamu masukin dari belakang ya...?" Tante Anis lalu mengambil posisi menungging di sebelah Dewi sambil tangannya meraba-raba payudara Dewi sambil sesekali lidahnya menjilati putingnya. Sementara itu aku langsung memasukkan penisku lagi ke dalam vagina Tante Anis yang sudah merah merekah dari belakang. Merasakan apa yang dilakukan Tante Anis pada mulanya Dewi tampak risih, mungkin dia belum pernah dengan sesama wanita, tapi lama kelamaan dia membiarkan Tante Anis melakukan aksinya bahkan tampaknya Dewi mulai menikmati ulah tangan dan lidah Tante Anis.

Aku juga tidak tinggal diam, sambil penisku keluar masuk di vagina Tante Anis tanganku mulai meraba vagina Dewi sehingga membuatnya makin terangsang. Kemudian Dewi membuka kedua pahanya lebih lebar agar jari-jari tanganku lebih leluasa masuk ke dalam vaginanya. Sementara itu pinggul Tante Anis mulai bergerak tak teratur dan desahannya makin keras.
"Aaah... mmhh... mmhh.... mmhh...." Aku tahu sebentar lagi Tante Anis akan mencapai orgasmenya yang keempat. Kupercepat gerakanku dan Tante Anispun makin tak terkontrol.
"Donii.... aahh.... tusuk yang kuat sayaang.... iya... yang kuat sayang... teruss... teruss... tusuk yang dalam.... tusuk sampai ujung sayang... aahh... tantee keluar lagii......... aaghh..." Tante Anis mengejang keras dan menyentakkan pantatnya ke arahku sehingga penisku masuk makin dalam. Kutarik paha Tante Anis ke arahku dengan maksud supaya dia makin merasakan kenikmatan orgasmenya. Setelah beberapa saat akhirnya Tante Anis terkulai lemas dan peniskupun terlepas dari vaginanya. Melihat penisku masih berdiri tegang, Dewi langsung mengerti apa yang harus dilakukannya. Dia mengambil alih posisi Tante Anis dengan menungging di depanku. Dengan perlahan kubuka belahan vagina Dewi dan kumasukkan penisku ke dalamnya. Dewipun mendesah menahan nikmat saat penisku meluncur ke dalam vaginanya yang hangat dan basah.

Sementara penisku di dalam vaginanya, kedua tanganku mulai meraba-raba buah dadanya yang indah. Dewi tampak sangat menikmatinya sehingga pinggulnya mulai bergerak-gerak. Setelah beberapa menit berlalu, Dewi tampak mulai kelelahan dengan posisi "doggy-style". Dewi memintaku untuk melepaskan penis dan diapun kembali menelentangkan dirinya pasrah dengan kedua pahanya terbuka lebar-lebar seolah mengundangku untuk segera membenamkan penisku kembali. Dan akupun menanggapi undangannya dengan senang hati. Tanpa banyak basa-basi langsung kumasukkan penisku ke dalam liang vagina Dewi yang belum sempat dibersihkan dari lendir sisa-sisa persetubuhan kami sebelumnya. Dewi sendiri sekarang sudah mulai berani mengungkapkan gejolak nafsunya terang-terangan, dia mulai berani menggerakkan pinggulnya dengan ganas dan mendesah-desah dengan kuat. Rasanya Dewi yang sekarang tidak kalah ganas dengan Tante Anis.

Ini sungguh kejutan bagiku, aku tidak siap menghadapi keganasan Dewi yang nyaris tiba-tiba. Hal itu membuat aku nyaris kehilangan kontrol dan hampir mencapai orgasme. Tapi aku tidak ingin mengalaminya sendiri, aku ingin Dewi juga bisa merasakannya padahal saat itu kurasakan kondisi Dewi masih stabil dan belum mendekati orgasme. Sekuat tenaga aku berusaha mengontrol nafasku untuk menghambat datangnya orgasme. Tapi rasanya tidak banyak membantu, goyangan Dewi yang ganas membuat orgasmeku terasa makin mendekat. Akhirnya kuputuskan untuk meremas buah dada dan mempermainkan klitorisnya supaya Dewi juga cepat terangsang. Ternyata cara ini efektif, dalam waktu singkat gerakan pinggul Dewi menjadi makin kuat dan mulai tidak beraturan, desahan dan lenguhannya juga semakin keras. Aku tahu Dewi juga sudah kehilangan kontrol dan mulai mendekati puncak orgasme.... "Dewi sudah mau keluar ya.......?" tanyaku.
"Hhmm... iya sayang... adduhh... sebentar lagi Dewi keluar.... barengan ya sayang....sepertinya penis Doni juga udah makin besar... mmhh... enak banget..... vagina Dewi terasa penuh.... mmhh.... aahh..... fuck me honey....fuck me hard... aahh.... aahh...." Begitu kurasakan Dewi hampir mencapai orgasme langsung kupercepat gerakanku, kulepaskan tanganku dari klitoris dan buah dadanya sambil mencari posisi yang nyaman untuk melakukan tusukan akhir yang dalam dan nikmat. Dan akhirnya...
"Dewi.... aku nggak tahan lagi... keluarin bareng sekarang yukk......"
"Iya sayang.... Dewi juga.... aahh... adduhh.... tusuk yang kuat sayang... fuck me...... yess... aahh...uuhh... Dewi keluar lagi....aahh...... aagh...!!"
"Oohh.... Dewi.... mmhh Doni juga keluaarr...... aagh...!" Akhirnya kami kembali orgasme bersamaan.

Orgasme kali ini sungguh-sungguh menguras energiku, aku tidak tahu apakah aku masih sanggup kalau Tante Anis minta lagi. Tapi kulihat Tante Anis juga sudah kelelahan setelah empat kali orgasme hebat yang dialaminya sehingga kami akhirnya memutuskan untuk beristirahat saja. Kami bertiga tidur saling bepelukan tanpa busana dan hanya ditutupi selimut. Pagi itu aku terbangun, sayup-sayup kudengar suara adzan subuh. Tapi aku merasakan ada sesuatu yang aneh. Ah... ternyata Tante Anis sudah bangun lebih dulu dan dia sedang asyik mengulum penisku. "Aduh... tante... pagi-pagi udah sarapan pisang..." kataku sambil tertawa.
"Hmm.. sorry ya Don,... tante tadi bangun duluan terus tante nggak tahan liat penis kamu. Tante langsung ngebayangin kayaknya enak banget kalau subuh-subuh gini ML lagi dengan Doni... nggak apa-apa khan...?" Kulihat penisku sudah berdiri tegak akibat ulah Tante Anis. Tampaknya Tante Anis sudah sangat bernafsu, nafasnya memburu tak teratur dan pandangan matanya menunjukkan dirinya sedang berada pada puncak birahinya.

Sementara itu Dewi tampak masih tergeletak pulas disampingku.
"Doni sayang... tante pengen ngerasain penis kamu lagi yaa.... soalnya sebentar lagi khan kita pisah... jadi sekarang tante pengen ML lagi dengan Doni... mau khan...?"
"Masukin aja tante... Doni juga suka ML dengan tante....pokoknya hari ini Doni mau ML sampai kita bener-bener udah nggak kuat lagi.... tante mau khan?"
"Hm.... dengan senang hati sayang..... ssttt... jangan keras-keras nanti si Dewi bangun. Kasihan dia masih kecapaian semalam gara-gara ML dengan kamu." Ah... kali ini aku akan memberikan sesuatu yang lain untuk Tante Anis. Aku akan membuatnya mengalami orgasme berkali-kali tanpa sempat istirahat. Aku rasa ini tidak terlau sulit karena tampaknya Tante Anis tipe wanita yang sangat sensitif dan mudah mengalami orgasme. Lagi pula karena semalam aku sudah tiga kali orgasme, aku yakin bisa bertahan lebih lama lagi sekarang. Kubiarkan Tante Anis menaiki diriku dan memasukkan penisku ke dalam vaginanya.

Seperti biasa dia mulai menaik-turunkan pinggulnya sehingga penisku meluncur keluar-masuk vaginanya. Dengan sengaja kusentakkan pinggulku untuk menandingi gerakannya sehingga membuatnya makin terangsang. Benar saja tidak sampai lima menit Tante Anis mulai kehilangan kontrol dan melenguh kuat, ia mengalami orgasmenya yang kelima. "Aahh... Doni.... tante keluar.... mmhh... adduuhh... aahh... aahh.. aaghh...!!"
Aku tidak memberi Tante Anis kesempatan beristirahat. Setelah tubuhnya melemas aku langsung membaringkan Tante Anis dan membuka pahanya, tanpa basa-basi aku langsung menancapkan penisku ke dalam vaginanya. Dan kali ini aku menusukkan penisku dengan kuat dan cepat. Benar saja, Tante Anis tampak kaget dan tidak siap dengan serangan tiba-tiba ini. Tidak sampai tiga menit kemudian tubuhnya mulai bergetar hebat.
"Adduhh... Doni... tante jadi pengen keluar lagi.... aahh... aahh... aahh..." Kurasakan badan Tante Anis mengejang dan kemudian lemas, ini orgasmenya yang keenam. Sementara itu penisku masih keras dan besar di dalam vaginanya. Tanpa memberinya kesempatan istirahat aku kembali menggerak-gerakkan penisku dengan kuat dan ganas.

Tante Anis yang belum sempat istirahat untuk memulihkan tenaganya, kembali tergetar oleh rangsangan orgasme yang ketujuh.
"Donni..... kamu nakal.... nanti tante bisa keluar lagi... aduuhh... mhh... aahh... mmhh.... Doni..... tante mau keluar lagii..... aduuhh... aahh..... dorong yang keras sayang... iya... tusuk yang dalam sayang... iya gitu... terus... terus.... jangan berhenti... aahh... aahh... enak sekali sayang... mmhh... tante keluar lagiii... aahh" Kembali aku tidak memberinya kesempatan istirahat, kali ini kuangkat kedua kakinya dan pantatnya kuganjal dengan bantal sehingga penisku masuk semakin dalam hingga menyentuh ujung vaginanya.

Kutusukkan penisku ke dalam vagina Tante Anis berulang-ulang dengan cepat dan kuat. Hanya berselang satu atau dua menit dari orgasme sebelumnya kembali tubuh Tante Anis bergetar hebat untuk mengalami orgasmenya yang ke delapan.
"Aahh... Donnii.... uughh.... masukin yang dalam sayang.... masukin sampai ujung.... aahh.... enak banget..... aaahh... gimana nih.... tante bisa keluar lagi.... mmhh.... aahh... aduuhh... tante keluar lagi sayang... aahh.. aahh....." kali ini tubuhnya menggelinjang cukup lama, pinggulnya berkedut-kedut tidak beraturan, matanya terpejam rapat-rapat dan giginya terkatup menahan kenikmatan yang luar biasa.... Begitu selesai orgasme yang ke delapan, kembali aku meneruskan tusukan penisku.

Kali ini tante Anis sudah mulai merasa tidak kuat lagi, matanya memelas memintaku untuk berhenti.
"Udah dong sayang... tante capek banget.... vagina tante mulai perih sayang jangan cepet-cepet dong... sakit... udah sayang... tante istirahat dulu... sebentar aja... nanti kita lanjutin lagi... kasih kesempatan tante istirahat dulu sayang..." katanya sambil mencoba menahanku. Tapi aku tidak peduli, memang gerakanku kuperlambat supaya Tante Anis tidak merasa sakit tapi aku tetap menusukkan penisku ke dalam vaginanya. Aku sendiri sekarang mulai terangsang berat melihat pandangan sayu tanpa daya seorang wanita yang haus kenikmatan seperti Tante Anis. Setelah beberapa saat tampaknya Tante Anis mulai kehilangan rasa sakitnya dan berubah menjadi rasa nikmat kembali, dia mulai menggerak-gerakkan pinggulnya mengikuti gerakanku. Sekarang aku ubah sedikit posisiku, hanya kaki kiri Tante Anis yang kuangkat sementara kaki kanannya tergeletak di kasur dan kaki kiriku kuletakkan diatas paha kanannya. Kelihatan Tante Anis menikmati sekali posisi ini, dia mulai bergairah lagi dan gerakan pinggulnya mengganas kembali.

Tak lama kemudian iapun mengalami orgasmenya yang kesembilan... "Ahh...oohh...Doni....kamu pinter banget sih... aahh... anak nakal.... tusuk tante yang kuat sayang... aahh ... aahh... tante keluar lagi.... aahh..... aahh aahh..!," teriakannya kali begitu keras dan panjang sehingga Dewi yang tertidur kelelahan akhirnya terbangun juga. Aku menekan penisku dalam-dalam di vagina Tante Anis sambil menunggunya kembali siap.
"Udah sayang... tante udah capek... tante nggak kuat lagi sayang.... udah ya sayang... vagina tante udah kebas...... please... tante udah nggak sanggup lagi......"
"Hmm... Doni masih pengen terus tante... soalnya sebentar lagi kita pisah... Doni mau menikmati tubuh Tante Anis hari ini sampai sepuas-puasnya..." kataku sambil memulai lagi tusukan penisku.
"Ayo dong sayang..... udah dulu... kapan-kapan kita khan bisa ketemu lagi.... tante janji deh.... tapi sekarang udah dulu tante capek banget... tenaga tante udah abis...."
"Yang ini terakhir tante... Doni juga udah mau keluar kok... boleh yaa..." kataku sambil mengecup bibirnya.

Tante Anis terdiam dan berusaha menikmati permainan penisku yang terus mengganas nyaris tanpa henti. Sementara itu aku sudah merasakan diriku mulai mendekati orgasme juga, penisku terasa membesar dan memenuhi vagina Tante Anis. Tampaknya Tante Anis juga merasakan hal yang sama, iapun segera terangsang berat serta mulai mendesah-desah untuk orgasmenya yang kesepuluh.
"Ahh... Doni.... keluarin punya kamu sekarang sayaang... tusuk tante yang kuat... tante juga udah mau keluar sekarang....... aaaahhh..!!" "Ayo tante kita barengan... ini yang terakhir.... aahh Doni keluarr... aaggh...!"
"Aahh...... mmhh... tante juga keluar lagii..... adduhh maakk...enak bangeett...... aaghh...!" Akhirnya kali itu persetubuhan kami benar-benar terhenti dan kamipun berpelukan lemas. Kukecup bibir Tante Anis dan perlahan-lahan kulepaskan penisku dari dalam vaginanya. Kulihat vagina tante Anis sudah sangat merah dan Tante Anis sendiri masih memejamkan matanya kehabisan energi. Hanya sedikit saja sisa lelehan spermaku yang keluar dari vagina Tante Anis, rupanya aku sudah mulai kehabisan cadangan sperma.

Tiba-tiba keheningan kami dipecahkan oleh suara Dewi,
"Hey... kalian ML kok nggak ngajak-ngajak Dewi sih... emangnya kalian kira aku nggak pengen yaa...."
"Sudah berapa lama sih kalian main... kok kayaknya seru banget... Anis sampai basah penuh keringat gitu...," lanjut Dewi lagi. Tante Anis hanya menoleh sejenak lalu memberi kode dengan jarinya bahwa ia mengalami 6 kali orgasme pagi itu.
"Enam kali...?? Ah gila juga... bener-bener teteh maniak ML..... Dewi baru tau...." kata Dewi melotot memandangi Tante Anis seolah tidak percaya.
"Swear... enggak juga Wi.... aku baru kali ini kok ML segila ini, gak tau nih siapa yang gila, si Doni apa gue...." kata Tante Anis membela diri sambil masih terengah-engah kelelahan.
"Dewi juga pengen dong sayang.... nggak usah enam kali kayak Teh Anis tapi Dewi pengen ML lagi pagi ini sebelum kita pisah... ya sayang..... please... aku pengen dapet kenang-kenangan yang spesial dari kamu. Ok, honey....." Tapi tampaknya Dewi menyadari kondisiku yang masih lelah kehabisan tenaga.
"Kalau Doni masih cape, pakai tangan atau lidah juga gak masalah kok..... dari tadi aku liat Teh Anis ML dengan kamu kok kayaknya seru banget, Dewi jadi konak kepengen ngerasain juga. Please honey... jilatin punyaku seperti kemarin malam.... Dewi suka kok... jilatin terus sampai Dewi puas... pokoknya jangan berhenti sebelum aku puas yaaa...... please honey... eat my pussy.... please..." Dewi yang beberapa jam sebelumnya masih malu-malu dan pura-pura tidak mau ikutan kini terlihat mulai berani merayuku dengan genit, di bukanya pahanya dan kedua tangannya menarik bibir vaginanya ke samping sehingga lubang vaginanya yang mungil tampak jelas.

Mau tidak mau akupun kembali terangsang dan mulai melupakan kelelahanku. Aku ingin membuat Dewi mengalami orgasme berkali-kali tanpa istirahat seperti Tante Anis. Karena penisku masih lemas, kali ini aku memulainya dengan lidahku dulu. Kubaringkan Dewi di atas ranjang dan pantatnya kualasi dengan dua buah bantal supaya lidahku bisa menjangkau vaginanya dengan mudah.
"Nah... gitu sayang... jilatin vagina Dewi... hmmh... enak banget.... Dewi belum pernah orgasme pakai oral... sekarang Dewi pengen ngerasain... ayoo sayang... bikin aku terbang melayang ke bulan.... c'mon honey... lick my pussy.... mmhh... yesss... I like it... yess... make me cum honey..." Kujilati bibir dan liang vaginanya lalu kupermainkan klitoris Dewi dengan bibir dan lidahku sementara itu jari-jari tanganku masuk ke dalam liang vaginanya.

Tampaknya Dewi sangat menikmati ini, pinggulnya bergoyang-goyang perlahan serta suaranya mendesah-desah sexy sekali. Setelah beberapa menit akhirnya kuputuskan untuk meningkatkan rangsangan dengan jalan menghisap klitorisnya dengan kuat dan menjilatinya dengan cepat sehingga tubuh Dewi mulai bergetar tak beraturan. Sementara itu jari-jariku terus masuk semakin dalam sampai menyentuh g-spotnya. Ini membuat Dewi menjadi makin tak mampu mengontrol dirinya lagi, pinggulnya bergetar keras hingga akhirnya dia mengalami orgasmenya yang ketiga.
"Mmhh Doni... adduhh... Dewi nggak tahan lagi adduuhh... terus isep yang kuat... c’mon honey.... mmhh... yess.... I’m cumming.... I’m cumming...... aduh enak bangeett.... aahh... oohh.... oohh...!!" tubuh Dewi mengejang keras, giginya terkatup rapat, matanya terpejam dan tangannya mencengkeram kasur dengan kuat. Tapi aku tidak menghentikan permainanku, klitoris dan g-spotnya terus aku rangsang sampai akhirnya setelah hampir semenit berlalu tubuh Dewi yang menggelinjang mulai terkulai lemas kehabisan tenaga. Aku ingin Dewi merasakan orgasme yang terus-menerus tanpa henti seperti Tante Anis. Dewi masih tergolek lemas di tengah tempat tidur, sementara itu penisku sudah mulai menegang kembali setelah mendapatkan cukup waktu beristirahat.

Dewi yang belum sadar akan apa yang terjadi tiba-tiba kaget karena aku memasukkan penis ke dalam vaginanya yang masih berdenyut-denyut akibat orgasmenya yang terakhir.
"Aduhh... Doni sayang... kamu ganas banget sih.... Dewi masih capek nih.... istirahat dulu yaa.... please honey..." Aku tersenyum dan menggelengkan kepala perlahan sambil terus menancapkan penisku ke dalam vaginanya. Akhirnya tidak berapa lama kemudian Dewi mulai terangsang juga, dia mulai menikmati sodokan penisku dan mulai menggerak-gerakkan pinggulnya dengan ganas. Setelah beberapa menit berlalu akhirnya pertahanan Dewi mulai bobol. Ia mulai kehilangan kendali dan tubuhnya bergetar-getar merasakan orgasmenya yang ke-empat.
"Donni..... mmhh... gimana nih... Dewi bisa keluar lagi sayang....... aduhh... aahh... keluar lagi deh... aahh..... mmhh.... aahh...!" kedua tangan Dewi mencengkeram punggungku sementara itu kakinya menjepit kuat pinggulku. Aku membiarkan penisku tertancap dalam-dalam di vagina Dewi dan membiarkan dia menikmati orgasmenya. Begitu cengkeraman Dewi mulai melunak aku mulai lagi melanjutkan goyangan penisku di dalam vaginanya. Dewi tampaknya kaget setengah mati dan benar-benar tidak siap mendapat serangan beruntun ini.
"Doni... udah dulu dong sayaang... Dewi masih capek..... Dewi lemes banget sayang.... please.... gimme a break, honey...." Tapi sama seperti dengan Tante Anis sebelumnya, aku tidak ambil peduli. Aku terus menusukkan penisku ke dalam vaginanya, makin lama makin cepat... sampai akhirnya Dewi mulai terangsang lagi untuk yang kesekian kalinya dan kembali ikut bergerak aktif.

"Doni... gantian ya... Dewi pengen di atas...." Aku lalu merebahkan diriku dan membiarikan Dewi menaiki tubuhku sambil membenamkan penisku ke dalam vaginanya. Kali ini Dewi benar-benar sudah belajar banyak dari Tante Anis, gerakannya mulai ganas dan liar. Desahan-desahan kenikmatannya benar-benar membangkitkan nafsu. Akhirnya Dewi mulai mengalami puncak kenikmatan orgasmenya yang kelima, gerakannya makin liar terutama saat membenamkan penisku ke dalam vaginanya dan desahannya berubah menjadi jerit kenikmatan.
"Donii.... aahh... Dewi udah nggak tahan...uuhh... mmhh .....Dewi keluar lagi.... mmhh... yess.... I’m cumming... aahh... aahh......!!" Akhirnya pinggul Dewi menghujam keras ke bawah membuat penisku terbenam sampai ke ujung vaginanya berbarengan dengan rasa nikmat luar biasa yang menjalari tubuhnya. Dan Dewipun terkulai lemas di atas tubuhku.

Kelihatan Dewi sudah begitu lemas setelah orgasmenya yang kelima, tapi sudah kepalang tanggung. Aku sudah terangsang berat dan belum orgasme. Kubaringkan Dewi yang masih memejamkan mata, lalu perlahan-lahan kubuka pahanya dan kuarahkan penisku ke liang kenikmatannya. "Aduh... jangan sayang... uuh... sakit sayang... vagina Dewi udah mulai ngilu.... berhenti dulu yaaa... istirahat sebentar aja... nanti boleh lagi...." Dewi mencoba menolakku, tapi tubuhnya yang sudah lemah tidak kuasa menahan masuknya penisku ke dalam vaginanya. Akhirnya ia tergolek pasrah di bawah berat tubuhku yang menindihnya. Aku tidak ingin menyakiti Dewi, sebaliknya aku ingin memberinya kenikmatan. Maka aku menggerak-gerakkan pinggulku dengan hati-hati supaya penisku bergerak dengan lembut di dalam vaginanya yang sudah over-sensitif. Kalau Dewi terlihat kesakitan aku berhenti sebentar, setelah itu aku lanjutkan lagi dengan gerakan yang lembut. Sesekali kucumbu bibirnya, lalu kujilati leher dan telinganya agar nafsunya bangkit kembali sehingga akhirnya perlahan tapi pasti libido Dewi mulai naik kembali.

Ia mulai bisa merasakan kenikmatan yang diberikan penisku. Matanya mulai terpejam merasakan nikmat dan dari mulutnya yang mungil kembali keluar desahan-desahannya yang khas dan sexy. Beberapa saat kemudian tampaknya Dewi benar-benar sudah pulih, rasa sakitnya sudah tergantikan sepenuhnya dengan rasa nikmat. Ia mulai menggerakkan pinggulnya dengan ganas sehingga akupun harus mempercepat tusukan penisku untuk mengimbanginya. Aku merasakan Dewi sebentar lagi akan mencapai orgasme, dan begitu juga aku.
"Doni sayang... Dewi mau keluar lagi..... adduhh... adduhh... enak banget... mmhh... c’mon honey... fuck me harder.... yess.... aahh... masukin yang dalam sayang... adduuh... mmhh.... adduhh... Dewi keluar lagii.... mhh... aahh... I’m cumming.... aahh!"
"Ayo Dewi.... kita barengan yaa sayang....... mmhh... aahh...!!" Akhirnya aku menumpahkan sisa persediaan spermaku yang terakhir ke dalam vagina Dewi, sementara tubuh Dewi menggelinjang hebat menahan nikmat orgasmenya yang keenam.

Kali ini aku benar-benar sudah kehabisan tenaga, seandainya Tante Anis masih mau ML rasanya aku akan menyerah saja. Untunglah kami bertiga sudah benar-benar kelelahan sehingga tidak ada satupun dari kami yang berani meminta lagi. Tanpa sadar hari sudah terang dan waktu menunjukkan jam 7 pagi, setelah beristirahat sejenak kamipun akhirnya mandi bersama dan bersiap-siap meninggalkan hotel. Di perjalanan pulang masing-masing kami mulai berkomentar tentang perasaan nikmat yang kami alami...
"Doni... kamu keterlaluan, tante sampai lemes dan kaki tante sampai sekarang masih gemeteran. Veggie tante juga rasanya masih kebas... belum pernah tante orgasme sampai sepuluh kali seperti kemarin... kayaknya jatah ML sebulan habis dalam semalem deh...."
"Iya nih... Dewi juga sampai teler banget, tega banget sih kamu sayang... kayak besok kita nggak bisa ketemu lagi aja....! But anyway thanks ya... Dewi belum pernah ML senikmat ini... I feel great.... kapan-kapan Dewi mau ikutan lagi yaa..."
"Aduh... Tante Anis dan Dewi juga nggak kira-kira ganasnya, Doni sendiri juga sudah kehabisan tenaga. Untung aja tante nggak minta nambah lagi, ML yang terakhir dengan Dewi tadi bikin Doni bener-bener udah nggak kuat lagi. Tapi ngomong-ngomong kapan kita bisa ketemu lagi tante... Terus terang ini pengalaman Doni yang pertama ML dengan dua cewek cantik sekaligus dan Doni kayaknya ketagihan pengen lagi... Doni nggak bisa lupain pengalaman ini."
"Itu gampang diatur... ini kartu nama tante, Dewi juga kerja di kantor yang sama. Nanti kapan-kapan kalau Doni pengen ketemu tinggal telpon aja, bisa kita atur waktunya. Yang jelas tante nggak mau ketemu sendirian dengan Doni, paling tidak tante akan ajak Dewi atau tambah cewek lain biar gantian Doni yang kita habisin sampe nggak bisa bangun...ha...ha...ha..."
"Atau kalau tante mau ketemu tante bisa dateng ke kolam renang hari Jumat, Doni rutin berenang di sana setiap hari Jumat...." kataku memberi alternatif. Setelah mengantarkan aku ke kolam renang untuk mengambil motor kamipun berpisah.

Tante Anis sempat berusaha menyelipkan beberapa lembar uang seratus-ribuan ke kantongku tapi aku menolaknya dengan halus. Aku tidak ingin mengganti petualangan yang bebas dan menyenangkan ini menjadi suatu profesi yang bisa mengganggu kuliah dan masa depanku. Setelah kejadian itu kami sempat beberapa kali mengadakan pertemuan dan mengulangi pesta seks, kadang di Ciater, kadang di Puncak, atau di Lembang lagi. Sekali waktu Tante Anis pernah mengajak seorang temannya lagi dan itu benar-benar membuatku kehabisan tenaga karena harus mengalami orgasme sampai delapan kali dalam semalam untuk melayani tiga orang wanita yang haus akan kenikmatan syahwat. Sayang sekali petualangan gila ini terpaksa harus berakhir setelah Tante Anis dan Dewi terlibat perselisihan akibat urusan kantor. Meskipun demikian pengalamanku bersama mereka masih terus kuingat sampai sekarang dan sering menjadi fantasi seksualku saat aku bercinta dengan istriku.

tamat

my teacher is virgin

Namaku SM dan sekarang umurku baru 19 tahun, dan perawakanku tinggi 171.5 cm dan kulitku sawo matang, sedangkan mataku berwarna coklat, dankisah yang aku ceritakan ini adalah kisah nyata sekaligus pengalaman hidupku...

Tahun 2004 yang lalu... Saat ini aku sekolah di salah satu SMK yang ada di tanjung pinang (kepulauan riau). Sekolahku letaknya jauh di luar kota (kira2 20 km dari kota tempat tinggalku), dan sehari-hari aku pergi menggunakan bus jemputan sekolahku, dan dari sinilah kisahku bermula...

Pada suatu siang saat di sekolahan aku dan teman-teman sedang istirahat dikantin sekolah dan sambil bercanda ria, dan saat itu pula ada guruku (berjilbab) sedang makan bersama kami, pada saat itu pula aku merasa sering di lirik oleh ibu itu (panggil saja EKA), bu eka badannya langsing cenderung agak kurus, matanya besar, mulutnya sedikit lebar dan bibirnya tipis, payudaranya kelihatan agak besar, sedangkan pantatnya padat dan seksi, bu eka adalah guru kelasku yang mengajar mata pelajaran bahasa inggris, dan dalam hal pelajarannya aku selalu di puji olehnya karena nilaiku selalu mendapat 8 (maaf bukan memuji diri sendiri!!)

Saat didalam pelajaran sedang berlangsung bu eka sering melirik nakal ke arahku dan terkadang dia sering mengeluarkan lidahnya sambil menjilati bibirnya, dan terkadang dia suka meletakkan jari tangannya di selangkangannya dan sambil meraba di daerah sekitar vaginanya. Dan terkadang saya selalu salah tingkah di buatnya (maklum masih perjaka!!!!), dan kelakuannya hanya aku saja yang tahu.

Saat istirahat tiba aku di panggil ke kantor oleh ibu itu, dan saat itu aku di suruh mengikutinya dari belakang. Jarak kami terlalu dekat sehingga saat aku berjalan terlalu cepat sampai-sampai tangan ibu eka tersentuh penisku (karena bu eka kalau berjalan sering melenggangkan tangannya) yang saat itu sedang tegang akibat tingkahnya di kalas. Namun reaksi ibu eka hanya tersenyum dan wajahnya sedikit memerah.

Sampai saat aku pulang menaiki bus jemputan kami... Aku dan temanku duduk paling belakang, sedangkan bu eka duduk di kursi deretan paling depan. Saat semua teman-temanku sudah turun semua (saat itu tinggal aku bu Eka dan supirnya) bu eka melirik nakal ke arahku, dan tiba tiba ia langsung pindah duduknya di sebelahku dia duduk paling pojok dekat dinding), dan dia menyuruhku pindah di sebelahnya, dan aku pun menanggapi ajakannya. Saat itu dia meminjan handphone ku , katanya dia mau beli hp yang mirip punyaku (nokia tipe 6600) entah alasan atau apalah... Saat dia memegang hp ku tiba-tiba hp ku berbunyi, dan deringan hp ku saat itu berbubyi desahan wanita saat di kentot. aaaahhhhh... ahhhhshhhhshshh... oooooo... oooooohhhhhh dan seterusnya ternyata temanku yang menelepon. Tanpa basa basi bu eka bilang "apa ngga ada yang lebih hot, ibu mau dong". dengan nada berbisik. Yang membuatku nafsu. "jangan malu-malu tunjukin aja ama ibu... " Saat itu kupasang ear phone dan langsung aku perlihatkan rekaman video porno yang ku dapat dari temanku.

Tanpa aku sadari bu eka meraba kont*lku yang saat itu sedang tegang-tegangnya, dan dia terkejut, "wooow besar sekali anumu... " Padahal aku punya ngga gede-gede amat, panjangnya 15 cm dan diameternya 2.3 cm aja yaaa standart lahhhh... Dan terjadilah percakapan antara aku dan bu eka:

Saat itu dia berbisik padaku "aku masih perawan looo... " di iringi dengan desahan. Lalu jawabku "oh yaaa, saya juga masih perjaka bu... " bu eka: jadi klo gitu kita pertemukan saja antara perjaka dan perawan, pasti nikmat... (tanpa basa basi lagi) lalu jawabku malu aku: "ngga ah bu , saya ngga berani!!" bu eka: "ayolah... (dengan nada memelas)" aku: "tapi di mana bu? (tanyaku!)" bu eka: "di hotel aja biar aman" aku: "tapi saya ngga punya uang bu" bu eka : "ngga apa-apa ibu yang bayarin!!!"

Dan saat tiba di kamar hotel ibu itupun langsung beraksi tanpa basa basi lagi. ia melucuti bajunya satu persatu sambil di iringi dengan desahan... yang pertama ia lepaskan adalah jilbab yang menutupi kepalanya, lalu baju, kemudian rok panjangnya. dan tibala saat ia melepaskan bh nya, yang ku lihat saat itu adalah toket ibu yang putih mulus (mungkin karena sering di tutupi kalleeee) dan putingnya yang masih merah. dan pada saat ia mau melepaskan celana dalamnya dia bertanya padaku... "mau bantuin ngga... " lalu hanya ku jawab dengan mengangguk saja. tanpa basa basi juga, aku mulai melepaskan celana dalamnya yang berwarna putis tipis.

yang kulihat saat itu adalah jembut tipis saja, lalu aku mulai menyandarkannya di dinding kamar sambil kujilati. da n timbullah suara desahan yang membuata tegang kont*lku ah... ahh... ahhhhshhhh... terruussss... ohhh... yeahhh... oooohhhhh... au... udahh dong ibu ngga tahan lagi... ooohhhh... yeah... o... o... oo... ohhhh... tanpa ku sadari ada cairan yang membasahi wajahku. cairan putih ituku hisap dan ku tumpahkan ke dalam mulutnya, ternyata bu eka suka "mau lagi donggg... " lalu aku kembali menghisap pepek bu eka yang basah dan licin kuat-kuat... "aaahhhh... ahhh... aarrgghh... uh... uh... uh... uh... ouuu... yeah... dan di sela teriiakan kerasnya muncrat lagi cairan putih kental itu dengan lajunya crroot... crooot...

di saat dia terbaring lemas aku menindih badan bu eka dan selangkangannya ku buka lebar2, lalu ak u mencoba memasukkan kont*lku ke dalam pepeknya bu eka dan yang terjadi malah ngga bisa karena sempit. saat ku tekan kepala kont*lku sudah masuk setengah dan ibu itu berteriak "ahhhh... ahhhh.ahhhhh... ahhhhh... , sakitttt... ahhh... pelan-pelan dong... " seakan tak perduli kutekan lagi. kali ini agak dalam ternyata seperti ada yang membatasi. ku tekan kuat-kuat "ahhhhhhh... aaaaaa... aaaauuuuu... , sakit... ohh... oh... ooghhhhhh... " aku paksakan saja... akhirnya tembus juga. "ahhhhhhhhhh... aaaaahhhhhh... , sakitttttttt... " bu eka berteriak keras sekali...

Sambil ku dorong kontontolku maju mundur pelan dan ku percepat goyanganku. "aahhhhhh... auhhhhhhhh... u.h... u.u... hh... a... u... u... hhhhh.hh.h.h. h... Dia terus menjerit kesakitan, dan sekitar 20 kali goyanganku aku terasa seperti mau keluar. Lalu aku arahkan kont*lku ke mulutnya dan... croot... ... crroootttt... sekitar 5 kali muncrat mulut bu eka telah di penuhi oleh spermaku yang berwarna putoh kenta (maklum udah 2 minggu ngga ngocok)

Selang beberapa menit aku baru menyadari kalau pepek bu eka mengeluarkan cairan seperti darah. Lalu ibu eka cepat-cepat ke kamar mandi. Setalah keluar dari kamar mandi bu eka langsung menyepong kont*lku sambil tiduran di lantai. Ternyata walaupun perawan bu eka pandai sekali berpose. Lalu ku pegang pinggul bu eka dan mengarahkan ke posisi menungging. Lalu aku arahkan kont*lku ke pepek bu eka, lalu ku genjot lagi... ohhh... oh... o... h.h.h.h.hh... h.hhhhh... h... hhhhhhh... hhhhh... yeahhhhh oouu... yesssss... ooohhhhh... yeahhhhh... saat aku sudah mulai bosan ku cabut kont*lku lalu ku arah kan ke buritnya "sakit ngga... " laluku jawab "paling dikit bu... " aku mencoba memasukkan tetapi ngga bisa karena terlalu sempit lalu bu eka berkakta "ngga apa-apa kok kan masih ada pepekku mau lagi nggaaaa... " laluku kentot lagi pepeknya tapisekarang beda waktu aku memeasukkan kont*lku ke dalam, baru sedikit saja sudah di telan oleh pepeknya. Ternyata pepek bu eka mirip dengan lumpur hidup. aku mengarahkan kont*lku lagi ahhh... ahhh... ahhh... ahh... oooouuuhh... yeah... ou... ou... ohhhhhh... dan saat sekitar 15 kali goyangan ku bu eka melepaskan kont*lku "aku mau keluar... " lalu ku jawab "aku juga bu... , kita keluarin di dalem aja buu... " "iya deeh jawabnya... " lalu kumasukkan lagi kont*l ku kali ini aku menusukknya kuatkuat. aaahhhh... ahhhh... aaaahhhhhh. ooooouuuuuuhhh... saat teriakan panjang itu aku menyemprotkan spermaku ke dalam pepeknya crroooot... crootttt... aku mendengar kata-katanya "nikmat sekali... " Dan aku pun tidur sampai pagi dengan menancapkan kont*lku di dalam pepeknya dengan posisi berhadapan ke samping...

Tante Tina

Aku bergerak melangkah menjauhi tempat tidur meskipun dengan lutut
lemas bak karet dan tubuhku limbung.
Kamar mandi tujuanku...
Segera saja aku masuk ke dalam bath tub dan mengguyur sekujur tubuh
telanjangku dengan air dingin... brrrr... lemas yang mendera perlahan
terangkat seiring dengan bangkitnya kesadaranku. Damn, what the hell
have I done ???
Sambil berendam aku mengingat kembali kilatan peristiwa yang beberapa
hari ini terjadi...

Aku mahasiswa arsitektur tingkat akhir di sebuah perguruan tinggi
swasta di Bandung, dan sudah saatnya melaksanakan tugas akhir sebagai
prasyarat kelulusan. Luckily, aku kebagian seorang dosen yang asyik
punya dan kebetulan adalah seorang ibu. Rani namanya, di awal
tigapuluh, luar biasa cantik dan cerdas. Cukup sulit untuk
menggambarkan kejelitaan sang ibu, you should see her yourself.
Bersuami seorang dosen pula yang kebetulan adalah favorit anak-anak
karena moderat dan sangat akomodatif. Singkat kata banyak teman-teman
aku yang sedikit sirik mengetahui aku kebagian pembimbing ibu Rani...
"Dasar lu... enak amat kebagian ibu yang cantik jelita..." Kalau sudah
begitu aku cuman tersenyum kecil, toh bisa ngapain sih pikir aku... at
least waktu itu.

Proses asistensi dengan bu Rani sangat mengasikkan, sebab selain
beliau berwawasan luas, aku juga disuguhkan kemolekan tubuh dan wajah
beliau yang diam-diam aku kagumi. Makanya dibanding teman-teman aku
termasuk rajin berasistensi dan progress gambarku lumayan pesat.
Setiap asistensi membawa kami berdua semakin akrab satu sama lain.
Bahkan suatu saat, aku membawakan beberapa kuntum bunga aster yang
kutahu sangat disukainya...
Sambil tersenyum dia berucap, "Kamu mencoba merayu ibu, Rez ?"...aku
ingat wajahku kala itu langsung bersemu merah dan untuk menghilangkan
grogi-ku aku langsung menggelar gambar dan bertanya sana-sini...tapi
tak urung kuperhatikan ada binar bahagia di mata beliau... eh eh eh
asik. Setelah kejadian itu setiap kali asitensi aku sering mendapati
beliau sedang menatap aku dengan pandangan yang entah apa artinya...
beliau makin sering curhat tentang berbagai hal... asistensi jadi
ngelantur ke bermacam subyek, dari masalah di kantor dosen hingga anak
tunggalnya yang baru saja mengeluarkan kata pertamanya... sesungguhnya
aku menyukai perkembangan ini namun tak ada satupun pikiran aneh di
benak aku karena hormat kepada beliau.

Hingga... here it comes (sebenarnya susah karena semua pembaca pasti
telah tahu akan ada sesuatu yang tipikal yang terjadi pada setiap
suguhan cerita di CCSTM... but smoothie aja deh)... suatu malam aku
asistensi sedikit larut dan beliau memang masih ada di kantor pukul 8
malam itu. Yang pertama terlihat adalah mata beliau yang indah itu
sedikit merah dan sembab... wah bad timing nih pikirku... tapi dia
menunjuk kursi dan sedikit tersenyum jadi kupikir tak apa-apa bila
kulanjutkan. Setelah segala proses assistensi berakhir aku
memberanikan diri bertanya... "Ada apa ibu ?...kok kelihatan agak
sedih ?"
Kelam menyelimuti lagi wajahnya meski berusaha disembunyikannya dengan
senyum manis. "Ah biasalah Rez, masalah." Ya sudah kalau begitu, aku
segera beranjak dan membereskan segala kertasku... Dia terdiam lama
dan saat aku telah mencapai pintu barulah..."Kaum Pria memang selalu
egois ya Reza...!!??". Aku berbalik dan setelah berpikir cepat kututup
kembali pintu dan kembali duduk dan bertanya hati-hati, "Kalau boleh
saya tahu, kenapa ibu berkata begitu...? Sebab setahu saya perempuan
memang selalu berkata begitu, tapi saya tidak sependapat... karena
certain individual punya ego-nya sendiri-sendiri, dan tidak bisa
digolongkan dalam suatu stereotype tertentu."
Matanya mulai hidup dan kami beradu argumen panjang tentang subyek
tersebut dan ujung-ujungnya terbukalah rahasia perkawinannya yang
selama ini mereka sembunyikan. Iya bahwa pasangan tersebut kelihatan
harmonis oleh kami mahasiwa, mereka kaya-raya, keduanya berparas good
looking, dan berbagai hal lain yang bisa bikin pasangan lain sirik
melihat keserasian mereka. Namun semua itu menutupi sebuah masalah
mendasar bahwa tidak ada cinta diantara mereka. Mereka berdua
dijodohkan oleh orang tua mereka yang konservatif dan selama ini
keduanya hidup dalam kepalsuan. Hal ini diperburuk oleh kasarnya
perlakuan Pak Indra (suami beliau) di rumah terhadap Bu Rani (fakta
yang sedikit membuat aku terhenyak... ugh betapa palsunya manusia
sebab selama ini di depan kami beliau terlihat sebagai sosok yang care
dan gentle).
Singkat kata beliau sambil terisak menumpahkan isi hatinya malam itu
dan itu semua membuat dia sedikit lega, serta membawa perasaan aneh
buatku, membuat aku merasa penting dan dekat dengan beliau. Kami
memutuskan untuk jalan malam itu, ke Lembang dan beliau memberi
kehormatan bagiku dengan ikut ke sedan milikku. That moment... I think
I fell for her... silly eh? Sedikit gugup kubukakan pintu untuknya dan
tergesa masuk dan mengendarai mobil dengan ekstra hati-hati. Dalam
perjalanan kami lebih banyak diam sambil menikmati gubahan karya
Chopin yang mengalun lembut lewat stereo. Kucoba sedikit bercanda dan
menghangatkan suasana dan nampaknya lumayan berhasil karena beliau
bahkan sudah bisa tertawa terbahak-bahak sekarang. "Kamu pasti sudah
punya pacar ya Reza ?" eh eh eh aku gelagapan, iya sih emang... ada
beberapa bahkan, namun tentu saja aku tak akan mengakui hal tersebut
di depannya. "Nggak ko' bu...belum ada...mana laku aku bu..." balasku
sambil tersenyum lebar..."Huuu, bohong" teriaknya sambil dicubitnya
lengan kiriku "Cowok kaya' kamu pasti playboy deh...ngaku aja." Aku
tak bisa menjawab, kepalaku masih dipenuhi fakta bahwa beliau baru
saja mencubit lenganku... ugh alangkah berdebar dadaku dibuatnya...
beda bila teman wanitaku yang lain yang mencubit.
Larut telah tiba dan sudah waktunya beliau kuantar pulang setalah
menikmati jagung bakar dan bandrek berdua di Lembang. Daerah Dago
Pakar tujuannya dan saat itu sudah jam satu malam ketika kami berdua
mencapai gerbang rumah beliau yang eksotik. "Would you like to come
in, Rez ?" ajaknya... "Loh apa kata bapak ntar bu ?" " ...ah bapak
lagi ke Kupang kok, penelitian." Hm... benakku ragu namun senyum manis
yang menghiasi bibir beliau membuat bibirku berucap mengiyakan. Aku
mendapati diriku ditarik-tarik manja oleh beliau ke arah main house
akan tetapi benakku tak habis berpikir... duh ada apa ini...?
Sesampainya di dalam "Sst...pelan-pelan ya... Detty pasti lagi lelap"
kami beringsut masuk ke dalam kamar anaknya dan aku hanya melihat
ketika beliau mengecup kening putrinya yang manis itu pelan.
Kami berdua bergandengan memasuki living room dan duduk bersantai dan
mengobrol lama di sana. Beliau menawarkan segelas orange juice ...
well I could have that... pikirku. Entah setan mana yang merasuk
diriku ketika beliau hendak duduk kembali di karpet yang tebal itu,
aku merengkuh tubuhnya dalam sekali gerakan dan merangkulnya dalam
pangkuanku. Beliau hanya terdiam sejenak dan berucap, "Kita berdua
telah sama-sama dewasa dan tahu kemana ini menuju bukan ?" Aku tak
menjawab hanya mulai membetulkan uraian rambut beliau yang jatuh
tergerai dan membawa tubuh moleknya semakin erat ke dalam pelukanku,
dan kubisikkan ditelinganya "Reza sangat sayang dan hormat pada ibu..
oleh karenanya Reza tak akan berbuat macam-macam... ". Ironisnya saat
itu sesuatu mendesak aku untuk mengecup lembut cuping telinga dan
mengendus leher hingga ke belakang kupingnya. Kulihat sepintas beliau
menutup kelopak matanya dan mendesah lembut. "Kau tahu aku telah lama
tidak merasa seperti ini Rez...". Kebandelanku meruyak dan aku mulai
menelusuri wajah beliau dengan bibir dan lidahku dengan sangat lembut
dan perlahan. Setiap sentuhannya membuat sang ibu merintih makin dalam
dan beliau merangkul punggungku semakin erat. Kedua tanganku mulai
nakal merambah ke berbagai tempat di tubuh beliau yang mulus wangi dan
terawat. Aku bukanlah pecinta ulung... infact saat itu aku masih
perjaka namun cakupan wawasanku tentang this sex thingie, quite well.
"Tunggu ya Rez... ibu akan bebersih dulu"....ugh apa yang terjadi, aku
tersadar dan ...
saat beliau masuk ke dalam, tanpa pikir panjang aku beranjak keluar
dan segara berlari ke mobil dan memacunya menjauh dari rumah Ibu Ir.
Rani, dosenku... sebelum segalanya terlanjur terjadi. Aku terlalu
menghormatinya dan ... ah pokoknya berat bagiku untuk mengkhianati
kepercayaan yang telah beliau berikan juga suaminya... Sekilas kulihat
wajah ayu beliau mengintip lewat kerai jendela namun kutegaskan hatiku
untuk memacu mobil dan melesat ke rumah Tina. Sepanjang perjalanan
hasrat yang telah terbangun dalam diriku memperlihatkan pengaruhnya...
aku tak bisa konsentrasi, segala rambu kuterjang dan hanya dewi
fortuna yang bisa menyebabkan aku sampai dengan selamat... ke pavilyun
Tina.
Tina adalah seorang gadis yang aduhai seksi dan menggairahkan, pacar
temanku. Namun sejak dulu dia telah mengakui kalau Tina menyukaiku.
Bahkan dia telah beberapa kali berhasil memaksa untuk bercumbu
denganku. Hal yang kupikir tak ada salahnya sebagai suatu pelatihan
buatku. Aku mengetuk pintu kamar paviliunnya tanpa jawaban, kubuka
segera dan Tina sedang berjalan ke arahku... "Sendirian ?" tanya ku...
Tina hanya mengangguk dan tanpa banyak ba bi bu, aku merangsek ke
depan dan kupagut bibirnya yang merah menggemaskan. Kami berciuman
dalam dan bernafsu. "Kenapa Rez?" di sela-sela ciuman kami Tina
bertanya... aku tak menjawab dan kuciumi dengan buas leher Tina,
hingga dia gelagapan dan menjerit lirih. Tangan kanan ku membanting
pintu sementara tangan kiriku dengan cekatan mendekap Tina makin erat
dalam pelukanku. "Brak" kurengkuh Tina, kuangkat dan kupondong ke arah
kasur... "Ugh buas sekali kamu Rez..." Sebuah senyum aneh menghiasi
wajah Tina yang jelita. Kurebahkan Tina dan kembali kami berpagutan
dalam adegan erotis yang liar dan mendebarkan. Aku bergeser ke bawah
dan kutelusuri kaki Tina yang jenjang dengan bibirku dan kuintenskan
pada bagian paha dalamnya... Kukecup mesra betis kanannya. Tina hanya
mengerang keenakan sambil cekikikan lirih karena geli. Kugigit-gigit
kecil paha yang putih dan mulus memikat itu sambil tangan ku tak henti
membelai dan merangsang Tina dengan gerakan-gerakan tangan dan jari
yang memutar-mutar pada payudaranya yang seksi dan ranum. Dengan
sekali tarik, piyama yang dikenakannya terlepas dan kulemparkan ke
lantai, sementara aku bergerak menindih Tina. Kami saling melucuti
hingga tak ada sehelai benangpun yang menjadi pembatas tarian kami
yang makin lama makin liar. "Reza ahhh... Reza... Reza" Tina terus
berbisik lirih ketika kukuakkan kedua kakinya dan aku menuju
kewanitaannya yang membukit menantang. Kusibakkan rambut pubic-nya
yang lebat namun rapih dan serta merta aromanya yang khas menyeruak
kehidungku. Bentuknya begitu menantang sehingga entah kenapa aku
langsung menyukainya. Kuhirup kewanitaan Tina dengan keras dan lidahku
mulai menelusuri pinggiran labia minoranya yang telah basah oleh
cairan putih bening dengan wangi pheromone menggairahkan. Kubuka kedua
labianya dengan jemariku dan kususupkan lidahku pelan diantaranya...
menyentuh clitorisnya yang telah membesar dan kemerahan. "Aaaagh" Tina
menjerit tertahan... sensasi yang dirasakannya begitu menggelora dan
semakin membangkitkan semangatku. Detik itu juga aku memutuskan untuk
melepas status keperjakaanku yang entah apalah artinya. Sejenak
pikiranku melambung pada Ibu Rani... ah apa yang terjadi besok ?
Kubuang jauh jauh perasaan itu dan kupusatkan perhatianku pada gadis
cantik molek yang terbaring pasrah dan menantang di hadapanku ini.
Tina pun okelah... Malam ini aku akan bercinta dengannya. Dengan
ujungnya yang kuruncingkan aku menotol-notolkan lidahku ke dalam
kewanitaan Tina hingga ia melenguh keras panjang dan pendek. Lama, aku
bermain dengan berbagai teknik yang aku pelajari dari buku... benar
kata orang tua, membaca itu baik untuk menambah knowledge. Kuhirup
semua cairan yang keluar darinya dan semakin dalam aku menyusupkan
lidahku menjalajahi permukaan yang lembut itu semakin keras lenguhan
yang terdengar dari bibir Tina. Ulur dulu... aku naik perlahan dan
kuciumi pusar, perut dan bagian bawah payudaranya yang membulat tegak
menantang... Harus kuakui tubuh molek Tina Dwiyati Lestari, pacar
temanku ini sungguh indah. Lidahku menjelajahi permukaan beledu itu
dengan penuh perasaan hingga sampai ke aerola payudaranya yang
kecoklatan... aku berhenti... kupandangi lama... hingga Tina berteriak
penasaran "Ayo Rez...tunggu apa lagi sayang.." Aku berpaling ke
atas... dihadapanku kini wajah putih jelitanya yang kemerahan sambil
menggigit bibir bawahnya karena tak dapat menahan gejolak di dadanya.
Hm... pemandangan yang jarang-jarang kudapat pikirku... Tanganku
meraih kesamping... kusentuh pelan putingnya yang berdiri menjulang
sangat menggairahkan dengan telunjukku. "Aaah rez...jangan bikin aku
gila, please Rez..." Dengan gerakan mendadak aku melahap puting
tersebut mengunyah, mempermainkan, serta memilinnya dengan lidahku
yang cukup mahir. (Aku tahu Tina sangat sensitif dengan miliknya yang
satu itu... bahkan hanya dengan itupun Tina dapat orgasme saat kami
sering bercumbu dulu). Tina menjerit-jerit kesenangan... ecstasy
melandanya hingga ia maju dan hendak merengkuh badanku...eit tunggu
dulu non... not that fast darling... aku menjauh dan menyiksanya...
biar... ntar juga tahu rasanya multiple orgasm, kalem aja. Memburu
nafas Tina dan keringat mengucur deras dari pori-porinya... cukup
kurasa. Aku bangkit dan pergi ke dapur kecil minum segelas air dingin.
"Jaaahat Reza....jahaaat..." kudengar seruannya... biarin... saat aku
balik tubuhnya menggigil dan tangannya tak henti merangsang
kewanitaanya... aku benci hal itu, dan ku tepis tangannya... "Sinih...
biar aku..." Akuu kembali on top of her, dan kupagut bibirnya yang
merah itu dan kami bersilat lidah dengan semangat menggebu-gebu. Ku
raih tubuh mungilnya dalam pelukanku dan kutindih pinggulnya dengan
badan-ku. "uugh' dia merintih dibalik ciuman kami. Kedua bibir kami
saling melumat dan menggigit dengan lincahnya, seolah saling berlomba.
Birahi dan berbagai gejolak perasaan mendesak sangat dahsyat. Sangat
intensif menggedor-gedor seluruh syaraf kami untuk saling merangsang
dan memuaskan sang lawan. Kejantananku minta perhatian dan mendesak-
desak hingga permukaannya penuh dengan guratan urat yang sangat
sensitif. Duh... saatnyakah ? aku bimbang sejenak namun kubulatkan
tekadku... dan dengan segera aku menjauh dari Tina. Tanpa disuruh lagi
Tina meregangkan kedua pahanya dan menyambut kesediaanku dengan
segenap hati. Punggungnya membusur dan bersiap... sementara aku
menyiapkan sang penis dan membimbingnya menuju ke pasangannya yang
telah lumer licin oleh cairan kewanitaannya. Oh my God... sensasi yang
saat itu kurasakan sangat mendebarkan... my very very first... Gigitan
bibir bawah Tina menunjukkan ketidak sabarannya... dan dengan kedua
betisnya dia mendesak pinggulku untuk bergerak maju ke depan. Akhirnya
keduanya menempel... perfect match I think... kubelai-belaikan
permukaan kepalanya ke clitorisnya dan Tina meraung...masa sih begitu
sensasional ? biasa aja lah... kudesak ke depan perlahan (aku tahu
this is her very first time too)... damn... mana muat ? ah pasti muat
J... kusibakkan dengan kedua jemariku sambil pinggulku mendesak lagi
dengan lembut namun persistent. Membelalak Tina ketika sang penis
telah menyeruak diantara celah kewanitaannya. Sambil matanya mendelik,
menahan nafas dan menggigit-gigit bibir bawahnya (i enjoyed watching
that scene) Tina membimbing dengan memegang penisku "Hm...Rez ? jangan
ragu sayang..." Hey siapa yang ragu, manis... dengan mantap aku
menghentakkan pinggulku ke depan biar Tina menjerit... loh
sepertiganya telah amblas ke dalam... hangat, basah, ketat sangat
sensasional. Pinggang aku gerakkan ke kiri dan ke kanan... feels so
good you know... sementara Tina kepedasan dan air mata sedikit
mengintip dari ujung matanya yang berbinar indah itu. "Kenapa sayang
?" tanyaku..."Nggak papa Rez...terusin aja sayang... I'm yours... all
yours..." "Sure then..." Aku tahu pastilah mengharukan bagi gadis
manapun meski sebandel Tina, to lose her virginity... maka untuk
menenangkannya aku merengkuh tubuhnya dan kuangkat dalam pelukan,
proses itu membuat penisku semakin dalam merasuk ke dalam Tina. Dia
mendelik keenakan kurasa, matanya yang indah merem melek dan bibirnya
tak henti mendesah, "Rez sayaaang...ugh nikmatnya." Saat itu aku
sedang mikirin Ibu Rani tho'... aneh... Mili demi mili penisku
menghujam deras ke dalam diri Tina dan semakin dalam serta setiap kali
aku menggerakkan pinggulku ke kiri dan ke kanan sekujur tubuh Tina
bergetar, bergidik menggelinjang keras... terus aku desak ke dalam
sambil sesekali aku tarik dan ulur Tina menjerit keraaas banget dan
kubungkam dengan ciumanku, glek... kalau ketahuan ibu kost-nya mampus
kami. Aku tak menyangka sedemikian ketatnya kewanitaan Tina, hingga
penisku serasa digenggam oleh sebuah mesin pemijat yang meski tight
namun memberikan rasa nyaman dan nikmat yang tak terkira. Pelumasan
yang kulakukan telah cukup sehingga kulit permukaannya kuyakin tidak
lecet sementara perjalanan sang penis menuju ke akhirnya semakin
dekat. Hangat luar biasa, hangat dan basah menggairahkan... tulang-
tulangku seakan hendak copot oleh rasa ngilu yang sangat bombastis.
Perasaan ini rupanya yang sangat diimpikan berjuta pria... no wonder
eh... Tina sayang... kasian kau, kelihatan sangat menderita, meski aku
tahu dia sangat menikmatinya... wajahnya bergantian mengerenyit dan
membelalak... hingga akhirnya... telah cukup dalam kusibakkan vagina
Tina-ku tersayang dengan penisku hingga bersisa sedikit sekali di
luarnya. Tina merintih dan membisikkan kata-kata sayang yang terdengar
bagai musik di telingaku. Aku mendenyutkan sang penis dan
menggerakkannya ke kiri dan ke kanan bersentuhan dengan hampir seluruh
permukaan dalam rahimnya... mentokkah ? well I'm not that good I
think... berbagai tonjolan yang ada didalam lubang vagina-nya kutekan
dengan penisku, hingga Tina akan menjerit lagi, namun segera kubungkam
lagi dengan ciuman yang ganas pada bibirnya. Kutindih dia, kutekan
badannya hingga melesak ke dalam kasur yang empuk dan kesetubuhi
dirinya dengan nafsu yang menggelegak. Dengan mantap dan terkendali
aku menaikkan pinggulku hingga kepala penisku nyaris tersembul keluar,
uuuughhhh sensasi-nya... dan segera kutekan lagi, oooh pergesekan itu
luar biasa indah dan nikmat... Gadis seksi yang ranum itu merem melek
keenakan dan ritual ini kami lakukan dengan tenang dan kalem, berirama
namun dinamis. Pinggulnya yang montok itu aku raih dan kukendalikan
jalannya pertempuran hingga segalanya makin intens ketika sesuatu yang
hangat mengikuti kontraksi hebat pada otot-otot kewanitaannya meremas-
remas sang penis, serta ditingkahi bulu mata Tina yang bergetar cepat
mendahului aroma orgasme yang sedang menjelangnya. Aku pernah baca hal
ini... shhhhss sayang Tina... jangan dulu ya sayang ya... shhh....
Reza.... nggak tahan aku... Reeez... shhhh....cup cup... kalem
sayang... kukecup lembut matanya, bibirnya, hidungnya, dan keningnya.
Tina reda... aku berhenti. "Reza...kamu tega ih..." Tina cemberut
sambil menarik-narik bulu dadaku. "Sshhh sayangku...biar aja, ntar
kalo udah meledak pasti nikmat deh...minum dulu yu' sayang..." Aku
menarik keluar sang penis.... dengan gentle sekali, aku tak mau Tina
'tumpah', meski demikian selagi aku menarik sang penis, ia memeluk aku
dengan kencang hingga terasa sakit menahan sensasi luar biasa yang
barusan dia rasakan. Kamu pembaca wanita yang pernah bercinta pasti
pernah merasakan hal itu, the moment when it slips through out your
body ugh you want to scream and shout. Sembari minum aku menarik napas
panjang dan meredakan pula gejolak nafsuku... aku mau yang pertama ini
jadi indah buat kami berdua. Sial ingatanku kembali melayang ke ibu
Rani. What's she doing ? How's she? Ah urusan besok ajalah. Dengan
melompat aku marambat naik lagi ke tubuh Tina yang sedang tersenyum
nakal. "Minum sayang..." dia memberengut dan minum dengan cepat...
"Ayo reza...jangan jahat dong..." Dengan satu gerakan cepat aku
menyelipkan diri diantara kedua kakinya seraya membelainya cepat dan
meletakkan penis ke perbukitan yang ranum itu. Cairan putih pinky yang
kental terlihat meleleh keluar...hey hey... have I break it ?
Kusibakkan kewanitaannya, dan dengan cepat kuselusupkan sang penis
kedalamnya...ugh berdenyut... 'keduanya'... masuklah ia, dengan mantap
kudorong pinggulku mengayuh ke depan. Tina pun menyambutnya dengan
suka cita... walhasil dengan segera 'dia' telah masuk melawati liang
yang licin basah dan hangat itu ke dalam diri Tina dan bersarang
dengan nyamannya. Maka dimulailah tarian Tango itu. Menyusuri
kelembutan beledu dan bagai mendaki puncak perbukitan yang luar biasa
indah, kami berdua bergerak secara erotis dan ritmis, bersama-sama
menggapai-gapai ke what so called kenikmatan tiada tara. Gerakan
batang kejantananku dan pergesekannya dengan 'diri' Tina sungguh sulit
digambarkan dengan kata-kata. Kontraksi yang tadi telah reda mulai
lagi mendera dan menambah nikmatnya pijatan yang dihasilkan pada
batang kemaluanku. Tanganku menghentak menutup mulutnya saat Tina
menjerit keras dan melenguh keenakan. Lama... kutahan dengan mencoba
mengalihkan perhatian kepada berbagai subyek non erotic... mana sih...
kok aku tiba-tiba jadi buntu... yepp... darwin, eksistensialist, le
corbusier, pilotis, doppler, dan Thalia... hah Thalia yang seksi itu
loh... duh... kembali deh ingatanku pada persetubuhan kami yang
mendebarkan ini. Ah hell... nikmati aja, I notice keringat kami yang
berbaur seiring dengan pertautan tubuh kami yang seolah tak mau
terpisahkan, gerakan pinggulnya yang aduhai, aroma persetubuhan yang
kental di udara, jeritan-jeritan lirih tanpa arti yang hanya dapat
dipahami oleh dua makhluk yang sedang memadu cinta, perjalanan yang
panjang dan tak berujung... hingga... desakan itu tak tertahankan lagi
bak bendungan yang bobol kami berdua menjerit-jerit tertahan dan
mendelik dalam nikmat yang berusaha kami contain dalam suatu luapan
ekspresi jiwa. Tina jebol, berulang-ulang, berantai, menjerit-jerit,
deras keluar memancarkan cairan yang membasahi dan menambah kehangatan
bagi batang kemaluanku yang juga tengah meregang-regang dan bergetar
hendak menumpahkan setampuk benih. Kontraksi otot-otot panggulnya dan
perubahan cepat pada denyutan vaginanya yang hangat dan ketat menjepit
penisku. Akh aku tak tahan lagi... di detik-detik yang dahsyat itu aku
mengingat Tuhan, dosa, dan ibu Rani yang telah aku kecewakan, tapi
hanya sesaat ketika pancaran itu mulai menjebol tak ada yang dibenakku
kecuali.... God damn it feels soo good... lega yang mengawang dan
ecstasy yang meluap. Aku melenguh keras dan meremas bahu dan pantat
sekal Tina yang juga tengah mendelik dan meneriakkan luapan
perasaannya dengan rintihan birahi. Berulang-ulang muncrat dan
menyembur keluar tumpah ke dalam liang sanggama sang gadis manis dan
seksi itu. Geez... nikmat luar biasa. Lemas yang menyusul suddenly
mendera sekujur tubuhku hingga aku jatuh dan menimpa Tina yang segera
merangkulku dan membisikkan kata-kata sayang. "Enak sekali Reza, duh
gusti..." Aku jilati lehernya dan membiarkan batang kemaluanku tetap
berbaring dan melemas di dalam kehangatan vaginanya (ya ampun sekarang
pun aku mengingat vagina Tina dan aku bergidik ingin mengulang lagi).
Denyut denyut itu masih terasa... membelai sang penis dan
menidurkannya dalam kelemasan dan ketentraman yang damai.

Kugigit dan kupagut puting payudara Tina dengan gemas...

Tina balas menjewer kupingku... meski masih dalam tindihan
tubuhku..."Reza sayang...kamu bandel banget deh...gimana kalo Rian
tahu nanti Rez..." iya...dan gimana Vina-ku ya ?

Ironisnya lagi, despite all that mind burden, we DID it again several
time that night, with more passion but a li'l ease. Bagai tak ada
esok, dengan berbagai gaya dan cara tak puas-puasnya. Di lantai, di
dapur, di kasur, di bath tub, bahkan di kedinginan malam teras
belakang paviliun sambil tertawa cekikikan. Rasa khawatir ketahuan
yang diiringi kenikmatan tertentu memacu adrenalin semakin deras,
which make everything was so exciting. Tak kusangka kami terkuras
habis... lelah tak tertahan namun pagi telah menjelang dan aku harus
settle a couple of things dengan Ibu Rani...

Aku bergerak melangkah menjauhi tempat tidur meskipun lututku lemas
bak karet dan tubuhku limbung.
Kamar mandi tujuanku...

Erni, Trini dan Bulikku....

Saat itu aku baru lulus SMA, aku melanjutkan kuliah di Bandung. Di sana aku tinggal di rumah pamanku. Paman dan bibi dengan senang hati menerimaku tinggal di rumah mereka, karena paman dan bibiku yang sudah 4 tahun menikah belum juga punya anak sampai saat itu, jadi kata mereka biar suasana rumahnya tambah ramai dengan kehadiranku.

Pamanku ini adalah adik ibuku paling kecil, saat itu dia baru berumur 35 tahun. Rumah pamanku sangat luas, di sana ada kolam renangnya dan juga ada lapangan tenisnya, maklum pamanku adalah seorang pengusaha sukses yang kaya. Selain bibiku dan pamanku, di rumah itu juga ada 3 orang pembantu, 2 cewek dan seorang bapak tua berusia setengah umur, yang bertugas sebagai tukang kebun.

Bibiku baru berumur 31 tahun, orangnya sangat cantik dengan badannya yang termasuk kecil mungil akan tetapi padat berisi, sangat serasi berbentuknya seperti gitar spanyol, badannya tidak terlalu tinggi kurang lebih 155 cm. Dadanya yang kecil terlihat padat kencang dan agak menantang. Pinggangnya sangat langsing dengan perutnya yang rata, akan tetapi kedua bongkahan pantatnya sangat padat menantang. Wajahnya yang sangat ayu itu, manis benar untuk dipandang. Kulitnya kuning langsat, sangat mulus.

Kedua pembantu cewek tersebut, yang satu adalah janda berumur 27 tahun bernama Trisni dan yang satu lagi lebih muda, baru berumur 18 tahun bernama Erni. Si Erni ini, biarpun masih berumur begitu muda, tapi sudah bersuami dan suaminya tinggal di kampung, bertani katanya.

Suatu hari ketika kuliahku sedang libur dan paman dan bibiku sedang keluar kota, aku bangun agak kesiangan dan sambil masih tidur-tiduran di tempat tidur aku mendengar lagu dari radio.
Tiba-tiba terdengar ketukan pada pintu kamarku, lalu terdengar suara, “Den Eric.., apa sudah bangun..?” terdengar suara Trisni.
“Yaa.. ada apa..?” jawabku.
“Ini Den. Saya bawakan kopi buat Aden..!” katanya lagi.
“Oh.. yaa. Bawa masuk saja..!” jawabku lagi.



Kemudian pintu dibuka, dan terlihat Trisni masuk sambil tangannya membawa nampan yang di atasnya terdapat secangkir kopi panas dan pisang goreng. Ketika dia sedang meletakkan kopi dan pisang goreng di meja di samping tempat tidurku, badannya agak merapat di pinggir tempat tidur dan dalam posisi setengah membungkuk, terlihat dengan jelas bongkahan pantatnya yang montok dengan pinggang yang cukup langsing ditutupi kain yang dipakainya. Melihat pemandangan yang menarik itu dengan cepat rasa isengku bangkit, apalagi ditunjang juga dengan keadaan rumah yang sepi, maka dengan cepat tanganku bergerak ke obyek yang menarik itu dan segera mengelusnya.

Trisni terkejut dan dengan segera menghindar sambil berkata, “Iihh.., ternyata Den Eric jail juga yaa..!”
Melihat wajah Trisni yang masem-masem itu tanpa memperlihatkan ekspresi marah, maka dengan cepat aku bangkit dari tempat tidur dan segera menangkap kedua tangannya.
“Aahh.. jangaann Deenn, nanti terlihat sama si Erni, kan malu atuu..!”
Tapi tanpa memperdulikan protesnya, dengan cepat kutarik badannya ke arahku dan sambil mendekapnya dengan cepat bibirku menyergap bibirnya yang karena terkejut menjadi agak terbuka, sehingga memudahkan lidahku menerobos masuk ke dalam mulutnya.

Dengan segera kusedot bibirnya, dan lidahku kumain-mainkan dalam mulutnya, memelintir lidahnya dan mengelus-elus bagian langit-langit mulutnya. Dengan cepat terdengar suara dengusan keluar dari mulutnya dan kedua matanya membelalak memandangku. Dadanya yang montok itu bergerak naik turun dengan cepat, membuat nafsu birahiku semakin meningkat. Tangan kiriku dengan cepat mulai bergerilya pada bagian dadanya yang menonjol serta merangsang itu, mengelus-elus kedua bukit kembar itu disertai ramasan-ramasan gemas, yang dengan segera membangkitkan nafsu Trisni juga. Hal itu terlihat dari wajahnya yang semakin memerah dan nafasnya yang semakin ngos-ngosan.

Tiba-tiba terdengar suara dari arah dapur dan dengan cepat aku segera melepaskannya, Trisni juga segera membereskan rambut dan bajunya yang agak acak-acakan akibat seranganku tadi.
Sambil menjauh dariku, dia berkata dengan pelan, “Tuhkan.., apa yang Trisni katakan tadi, hampir saja kepergok, Adeen genit siih..!”
Sebelum dia keluar dari kamarku, kubisikan padanya, “Triis, ntar malam kalau semua sudah pada tidur kita teruskan yah..?”
“Entar nanti ajalah..!” katanya dengan melempar seulas senyum manis sambil keluar kamarku.

Malamnya sekitar jam 21.00, setelah semua tidur, Trisni datang ke ruang tengah, dia hanya memakai pakaian tidur yang tipis, sehingga kelihatan CD dan BH-nya.
“Eeh, apa semua sudah tidur..?” tanyaku.
“Sudah Den..!” jawabnya.
Untuk lebih membuat suasana makin panas, aku telah menyiapkan film BF yang kebetulan dapat pinjam dari teman. Lalu aku mulai menyetel film itu dan ternyata pemainnya antara seorang pria Negro dan wanita Asia.

Terlihat adegan demi adegan melintas pada layar TV, makin lama makin ‘hot’ saja, akhirnya sampai pada adegan dimana keduanya telah telanjang bulat. Si pria Negro dengan tubuhnya tinggi besar, hitam mengkilat apalagi penisnya yang telah tegang itu, benar-benar dasyat, panjang, besar, hitam mengkilat kecoklat-coklatan, sedangkan ceweknya yang kelihatan orang Jepang atau orang Cina, dengan badannya kecil mungil tapi padat, kulitnya putih bersih benar-benar sangat kontras dengan pria Negro tersebut.

Dengan sigap si Negro terlihat mengangkat cewek tersebut dan menekan ke tembok. Terlihat dari samping penisnya yang panjang hitam itu ditempatkan pada belahan bibir kemaluan cewe yang putih kemerah-merahan. Secara perlahan-lahan mulai ditekan masuk, dari mulut cewe tersebut terdengar keluhan panjang dan kedua kakinya menggelepar-gelepar, serta kedua bolah matanya terputar-putar sehingga lebih banyak kelihatan putihnya. Sementara penis hitam si Negro terlihat makin terbenam ke dalam kemaluan cewenya, benar-benar suatu adegan yang sangat merangsang. Selang sejenak terlihat pantat si Negro mulai memompa, makin lama makin cepat, sementara cewe itu menggeliat-geliat sambil setengah menjerit-jerit.

“Aduuh.., Den. Kasian tu cewe, Negronya kok sadis benar yaah..? Iihh.., ngilu rasanya melihat barang segede itu..!” guman Trisni setengah berbisik sambil kedua bahunya agak menggigil, sedangkan wajahnya tampak mulai memerah dan nafasnya agak tersengal-sengal.
“Wah.., Tris kan yang gede itu enak rasanya. Coba bayangkan kalau barangnya si Negro itu mengaduk-aduk itunya Trisni. Bagaimana rasanya..?” sahutku.
“Iih.., Aden jorok aahh..!” sahut Trisni disertai bahunya yang menggigil, tapi matanya tetap terpaku pada adegan demi adegan yang makin seru saja yang sedang berlangsung di layar TV.

Melihat keadaan Trisni itu, dengan diam-diam aku meluncurkan celana pendek yang kukenakan sekalian dengan CD, sehingga senjataku yang memang sudah sangat tegang itu meloncat sambil mengangguk-anguk dengan bebas. Melihat penisku yang tidak kalah besarnya dengan si Negro itu terpampang di hadapannya, kedua tangannya secara refleks menutup mulutnya, dan terdengar jeritan tertahan dari mulutnya.

Kemudian penisku itu kudekatkan ke wajahnya, karena memang posisi kami pada waktu itu adalah aku duduk di atas sofa, sedangkan Trisni duduk melonjor di lantai sambil bersandar pada sofa tempat kududuk, sehingga posisi barangku itu sejajar dengan kepalanya. Segera kupegang kepala Trisni dan kutarik mendekat ke arahku, sehingga badan Trisni agak merangkak di antara kedua kakiku. Kepalanya kutarik mendekat pada kemaluanku, dan aku berusaha memasukkan penisku ke mulutnya. Akan tetapi dia hanya mau menciuminya saja, lidahnya bermain-main di kepala dan di sekitar batang penisku. Lalu dia mulai menjilati kedua buah pelirku, waahh.., geli banget rasanya.

Akhirnya kelihatan dia mulai meningkatkan permainannya dan dia mulai menghisap penisku pelan-pelan. Ketika sedang asyik-asyiknya aku merasakan hisapan Trisni itu, tiba-tiba si Erni pembantu yang satunya masuk ke ruang tengah, dan dia terkejut ketika melihat adegan kami. Kami berdua juga sangat kaget, sehingga aktivitas kami jadi terhenti dengan mendadak.

“Ehh.., Erni kamu jangan lapor ke Paman atau Bibi ya..! Awas kalau lapor..!” ancamku.
“Ii.. ii.. iyaa.. Deen..!” jawabnya terbata-bata sambil matanya setengah terbelalak melihat kemaluanku yang besar itu tidak tertutup dan masih tegak berdiri.
“Kamu duduk di sini aja sambil nonton film itu..!” sahutkku.
Dengan diam-diam dia segera duduk di lantai sambil matanya tertuju ke layar TV.

Aku kemudian melanjutkan aktivitasku terhadap Trisni, dengan melucuti semua baju Trisni. Trisni terlihat agak kikuk juga terhadap Erni, akan tetapi melihat Erni yang sedang asyik menonton adegan yang berlasung di layar TV itu, akhirnya diam saja membiarkanku melanjutkan aktivitasku itu.

Setelah bajunya kulepaskan sampai dia telanjang bulat, kutarik badannya ke arahku, lalu dia kurebahkan di sofa panjang. Kedua kakinya tetap terjulur ke lantai, hanya bagian pantatnya ke atas yang tergeletak di sofa. Sambil membuka bajuku, kedua kakinya segera kukangkangi dan aku berlutut di antara kedua pahanya. Kedua tanganku kuletakkan di atas pinggulnya dan jari-jari jempolku menekan pada bibir kemaluannya, sehingga kedua bibir kemaluannya agak terbuka dan aku mulai menjilati permukaan kemaluannya, ternyata kemaluannya sudah sangat basah.
“Deen.., oh Deen..! Uuenaak..!” rintihnya tanpa sadar.

Sambil terus menjilati kemaluannya Trisni, aku melirik si Erni, tapi dia pura-pura tidak melihat apa yang kami lakukan, akan tetapi dadanya terlihat naik turun dan wajahnya terlihat memerah. Tidak berselang lama kemudian badannya Trisni bergetar dengan hebat dan pantatnya terangkat ke atas dan dari mulutnya terdengar desahan panjang. Rupanya dia telah mengalami orgasme. Setelah itu badannya terkulai lemas di atas sofa, dengan kedua kakinya tetap terjulur ke lantai, matanya terpejam dan dari wajahnya terpancar suatu kepuasan, pada dahinya terlihat bitik-bintik keringat.

Aku lalu berjongkok di antara kedua pahanya yang masih terkangkang itu dan kedua jari jempol dan telunjuk tangan kiriku kuletakkan pada bibir kemaluannya dan kutekan supaya agak membuka, sedang tangan kananku kupegang batang penisku yang telah sangat tegang itu yang berukuran 19 cm, sambil kugesek-gesek kepala penisku ke bibir vagina Trisni. Akhirnya kutempatkan kepala penisku pada bibir kemaluan Trisni, yang telah terbuka oleh kedua jari tangan kiriku dan kutekan penisku pelan-pelan. Bles..! mulai kepalanya menghilang pelan-pelan ke dalam vagina Trisni diikuti patang penisku, centi demi centi menerobos ke dalam liang vaginanya.

Sampai akhirnya amblas semua batang penisku, sementara Trisni mengerang-erang keenakan.
“Aduhh.. eennaak.., ennkk Deen. Eenak..!”
Aku menggerakan pinggulku maju mundur pelan-pelan, sehingga penisku keluar masuk ke dalam vagina Trisni. Terasa masih sempit liang vagina Trisni, kepala dan batang penisku serasa dijepit dan diurut-urut di dalamnya. Amat nikmat rasanya penisku menerobos sesuatu yang kenyal, licin dan sempit. Rangsangan itu sampai terasa pada seluruh badanku sampai ke ujung rambutku.

Aku melirik ke arah Erni, yang sekarang secara terang-terangan telah memandang langsung ke arah kami dan melihat apa yang sedang kami lakukan itu.
“Sini..! Daripada bengong aja mendingan kamu ikut.., ayo sini..!” kataku pada Erni.
Lalu dengan masih malu-malu Erni menghampiri kami berdua. Aku ganti posisi, Trisni kusuruh menungging, telungkup di sofa. Sekarang dia berlutut di lantai, dimana perutnya terletak di sofa. Aku berlutut di belakangnya dan kedua pahanya kutarik melebar dan kumasukkan penisku dari belakang menerobos ke dalam vaginanya. Kugarap dia dari belakang sambil kedua tanganku bergerilya di tubuh Erni.

Kuelus-elus dadanya yang masih terbungkus dengan baju, kuusap-usap perutnya. Ketika tanganku sampai di celana dalamnya, ternyata bagian bawah CD-nya sudah basah, aku mencium mulutnya lalu kusuruh dia meloloskan blouse dan BH-nya. Setelah itu aku menghisap putingnya berganti-ganti, dia kelihatan sudah sangat terangsang. Kusuruh dia melepaskan semua sisa pakaiannya, sementara pada saat bersamaan aku merasakan penisku yang berada di dalam vagina Trisni tersiram oleh cairan hangat dan badan Trisni terlonjak-lonjak, sedangkan pantatnya bergetar. Oohhh.., rupanya Trisni mengalami orgasme lagi pikirku. Setelah badannya bergetar dengan hebat, Trisni pun terkulai lemas sambil telungkup di sofa.

Lalu kucabut penisku dan kumasukkan pelan-pelan ke vagina si Erni yang telah kusuruh tidur telentang di lantai. Ternyata kemaluan Erni lebih enak dan terasa lubangnya lebih sempit dibandingkan dengan kemaluan Trisni. Mungkin karena Erni masih lebih muda dan jarang ketemu dengan suaminya pikirku.

Setelah masuk semua aku baru merasakan bahwa vagina si Erni itu dapat mengempot-empot, penisku seperti diremas-remas dan dihisap-hisap rasanya.
“Uh enak banget memekmu Errr. Kamu apain itu memekmu heh..?” kataku dan si Erni hanya senyum-senyum saja, lalu kupompa dengan lebih semangat.
“Den.., ayoo lebih cepat..! Deen.. lebih cepat. Iiih..!” dan kelihatan bahwa si Erni pun akan mencapai klimaks.
“Iihh.. iihh.. iihh.. hmm.. oohh.. Denn.. enaakk Deen..!” rintihnya terputus-putus sambil badannya mengejang-ngejang.

Aku mendiamkan gerakan penisku di dalam lubang vagina Erni sambil merasakan ramasan dan empotan vagina Erni yang lain dari pada lain itu. Kemudian kucabut penisku dari kemaluan Erni, Trisni langsung mendekat dan dikocoknya penisku dengan tangannya sambil dihisap ujungnya. Kemudian gantian Erni yang melakukannya. Kedua cewek tersebut jongkok di depanku dan bergantian menghisap-hisap dan mengocok-ngocok penisku.

Tidak lama kemudian aku merasakan penisku mulai berdenyut-denyut dengan keras dan badanku mulai bergetar dengan hebat. Sesuatu dari dalam penisku serasa akan menerobos keluar, air maniku sudah mendesak keluar.
“Akuu ngak tahan niihh.., mauu.. keluaar..!” mulutku mengguman, sementara tangan Erni terus mengocok dengan cepat batang penisku.
Dan beberapa detik kemudian, “Crot.. croot.. croot.. crot..!” air maniku memancar dengan kencang yang segera ditampung oleh mulut Erni dan Trisni.
Empat kali semprotan yang kurasakan, dan kelihatannya dibagi rata oleh Erni dan Trisni. Aku pun terkulai lemas sambil telentang di atas sofa.

Selama sebulan lebih aku bergantian mengerjai keduanya, kadang-kadang barengan juga.
Pada suatu hari paman memanggilku, “Ric Paman mau ke Singapore ada keperluan kurang lebih dua minggu, kamu jaga rumah yaaa..! Nemenin Bibi kamu ya..!” kata pamanku.
“Iya deeh. Aku nggak akan dolan-dolan..!” jawabku.
Dalam hatiku, “Kesempatan datang niihh..!”
Bibi tersenyum manis padaku, kelihatan senyumnya itu sangat polos.
“Hhmm.., tak tau dia bahaya sedang mengincarnya..” gumanku dalam hati.
Niatku ingin merasakan tubuh bibi sebentar lagi pasti akan kesampaian.
“Sekarang nih pasti akan dapat kunikmati tubuh Bibi yang bahenol..!” pikirku dalam hati.

Setelah keberangkatan paman, malam harinya selesai makan malam dengan bibi, aku nonton Seputar Indonesia di ruang tengah.
Bibi menghampiriku sambil berkata, “Ric, badan Bibi agak cape hari ini, Bibi mau tidur duluan yaa..!” sambil berjalan masuk ke kamarnya.
Tadinya aku mau melampiaskan niat malam ini, tapi karena badan bibi kelihatan agak tidak fit, maka kubatalkan niatku itu. Kasihan juga ngerjain bibi dalam keadaan kurang fit dan lagian rasanya kurang seru kalau nanti belum apa-apa bibi sudah lemas. Tapi dalam hatiku aku bertekad untuk dapat menaklukkan bibi pada malam berikutnya.

Malam itu memang tidak terjadi apa-apa, tapi aku menyusun rencana untuk dapat menaklukkan bibi. Pada malam berikutnya, setelah selesai makan malam bibi langsung masuk ke dalam kamarnya. Selang sejenak dengan diam-diam aku menyusulnya. Pelan-pelan kubuka pintu kamarnya yang kebetulan tidak dikunci. Sambil mengintip ke dalam, di dalam kamar tidak terlihat adanya bibi, tapi dari dalam kamar mandi terdengar suara air disiram. Rupanya bibi berada di dalam kamar mandi, aku pun dengan berjingkat-jingkat langsung masuk ke kamar bibi. Aku kemudian bersembunyi di bawah kolong tempat tidurnya.

Selang sesaat, bibi keluar dari kamar mandi. Setelah mengunci pintu kamarnya, bibi mematikan lampu besar, sehingga ruang kamarnya sekarang hanya diterangi oleh lampu tidur yang terdapat di meja, di sisi tempat tidurnya. Kemudian bibi naik ke tempat tidur. Tidak lama kemudian terdengar suara napasnya yang berbunyi halus teratur menandakan bibi telah tertidur. Aku segera keluar dari bawah tempat tidurnya dengan hati-hati, takut menimbulkan suara yang akan menyebabkan bibi terbangun.

Kulihat bibi tidur tidak berselimut, karena biarpun kamar bibi memakai AC, tapi kelihatan AC-nya diatur agar tidak terlalu dingin. Posisi tidur bibi telentang dan bibi hanya memakai baju daster merah muda yang tipis. Dasternya sudah terangkat sampai di atas perut, sehingga terlihat CD mini yang dikenakannya berwarna putih tipis, sehingga terlihat belahan kemaluan bibi yang ditutupi oleh rambut hitam halus kecoklat-coklatan. Buah dada bibi yang tidak terlalu besar tapi padat itu terlihat samar-samar di balik dasternya yang tipis, naik turun dengan teratur.

Walaupun dalam posisi telentang, tapi buah dada bibi terlihat mencuat ke atas dengan putingnya yang coklat muda kecil. Melihat pemandangan yang menggairahkan itu aku benar-benar terangsang hebat. Dengan cepat kemaluanku langsung bereaksi menjadi keras dan berdiri dengan gagahnya, siap tempur. Perlahan-lahan kuberjongkok di samping tempat tidur dan tanganku secara hati-hati kuletakkan dengan lembut pada belahan kemaluan bibi yang mungil itu yang masih ditutupi dengan CD. Perlahan-lahan tanganku mulai mengelus-elus kemaluan bibi dan juga bagian paha atasnya yang benar-benar licin putih mulus dan sangat merangsang.

Terlihat bibi agak bergeliat dan mulutnya agak tersenyum, mungkin bibi sedang mimpi, sedang becinta dengan paman. Aku melakukan kegiatanku dengan hati-hati takut bibi terbangun. Perlahan-lahan kulihat bagian CD bibi yang menutupi kemaluannya mulai terlihat basah, rupanya bibi sudah mulai terangsang juga. Dari mulutnya terdengar suara mendesis perlahan dan badannya menggeliat-geliat perlahan-lahan. Aku makin tersangsang melihat pemandangan itu.

Cepat-cepat kubuka semua baju dan CD-ku, sehingga sekarang aku bertelanjang bulat. Penisku yang 19 cm itu telah berdiri kencang menganguk-angguk mencari mangsa. Dan aku membelai-belai buah dadanya, dia masih tetap tertidur saja. Aku tahu bahwa puting dan klitoris bibiku tempat paling suka dicumbui, aku tahu hal tersebut dari film-film bibiku. Lalu tanganku yang satu mulai gerilya di daerah vaginanya. Kemudian perlahan-lahan aku menggunting CD mini bibi dengan gunting yang terdapat di sisi tempat tidur bibi.

Sekarang kemaluan bibi terpampang dengan jelas tanpa ada penutup lagi. Perlahan-lahan kedua kaki bibi kutarik melebar, sehingga kedua pahanya terpentang. Dengan hati-hati aku naik ke atas tempat tidur dan bercongkok di atas bibi. Kedua lututku melebar di samping pinggul bibi dan kuatur sedemikian rupa supaya tidak menyentuh pinggul bibi. Tangan kananku menekan pada kasur tempat tidur, tepat di samping tangan bibi, sehingga sekarang aku berada dalam posisi setengah merangkak di atas bibi.

Tangan kiriku memegang batang penisku. Perlahan-lahan kepala penisku kuletakkan pada belahan bibir kemaluan bibi yang telah basah itu. Kepala penisku yang besar itu kugosok-gosok dengan hati-hati pada bibir kemaluan bibi. Terdengar suara erangan perlahan dari mulut bibi dan badannya agak mengeliat, tapi matanya tetap tertutup. Akhirnya kutekan perlahan-lahan kepala kemaluanku membelah bibir kemaluan bibi.

Sekarang kepala kemaluanku terjepit di antara bibir kemaluan bibi. Dari mulut bibi tetap terdengar suara mendesis perlahan, akan tetapi badannya kelihatan mulai gelisah. Aku tidak mau mengambil resiko, sebelum bibi sadar, aku sudah harus menaklukan kemaluan bibi dengan menempatkan posisi penisku di dalam lubang vagina bibi. Sebab itu segera kupastikan letak penisku agar tegak lurus pada kemaluan bibi. Dengan bantuan tangan kiriku yang terus membimbing penisku, kutekan perlahan-lahan tapi pasti pinggulku ke bawah, sehingga kepala penisku mulai menerobos ke dalam lubang kemaluan bibi.

Kelihatan sejenak kedua paha bibi bergerak melebar, seakan-akan menampung desakan penisku ke dalam lubang kemaluanku. Badannya tiba-tiba bergetar menggeliat dan kedua matanya mendadak terbuka, terbelalak bingung, memandangku yang sedang bertumpu di atasnya. Mulutnya terbuka seakan-akan siap untuk berteriak. Dengan cepat tangan kiriku yang sedang memegang penisku kulepaskan dan buru-buru kudekap mulut bibi agar jangan berteriak. Karena gerakanku yang tiba-tiba itu, posisi berat badanku tidak dapat kujaga lagi, akibatnya seluruh berat pantatku langsung menekan ke bawah, sehingga tidak dapat dicegah lagi penisku menerobos masuk ke dalam lubang kemaluan bibi dengan cepat.

Badan bibi tersentak ke atas dan kedua pahanya mencoba untuk dirapatkan, sedangkan kedua tangannya otomatis mendorong ke atas, menolak dadaku. Dari mulutnya keluar suara jeritan, tapi tertahan oleh bekapan tangan kiriku.
“Aauuhhmm.. aauuhhmm.. hhmm..!” desahnya tidak jelas.
Kemudian badannya mengeliat-geliat dengan hebat, kelihatan bibi sangat kaget dan mungkin juga kesakitan akibat penisku yang besar menerobos masuk ke dalam kemaluannya dengan tiba-tiba.

Meskipun bibi merontak-rontak, akan tetapi bagian pinggulnya tidak dapat bergeser karena tertekan oleh pinggulku dengan rapat. Karena gerakan-gerakan bibi dengan kedua kaki bibi yang meronta-ronta itu, penisku yang telah terbenam di dalam vagina bibi terasa dipelintir-pelintir dan seakan-akan dipijit-pijit oleh otot-otot dalam vagina bibi. Hal ini menimbulkan kenikmatan yang sukar dilukiskan.

Karena sudah kepalang tanggung, maka tangan kananku yang tadinya bertumpu pada tempat tidur kulepaskan. Sekarang seluruh badanku menekan dengan rapat ke atas badan bibi, kepalaku kuletakkan di samping kepala bibi sambil berbisik kekuping bibi.
“Bii.., bii.., ini aku Eric. Tenang bii.., sshheett.., shhett..!” bisikku.
Bibi masih mencoba melepaskan diri, tapi tidak kuasa karena badannya yang mungil itu teperangkap di bawah tubuhku. Sambil tetap mendekap mulut bibi, aku menjilat-jilat kuping bibi dan pinggulku secara perlahan-lahan mulai kugerakkan naik turun dengan teratur.

Perlahan-lahan badan bibi yang tadinya tegang mulai melemah.
Kubisikan lagi ke kuping bibi, “Bii.., tanganku akan kulepaskan dari mulut bibi, asal bibi janji jangan berteriak yaa..?”
Perlahan-lahan tanganku kulepaskan dari mulut bibi.
Kemudian Bibi berkata, “Riic.., apa yang kau perbuat ini..? Kamu telah memperkosa Bibi..!”
Aku diam saja, tidak menjawab apa-apa, hanya gerakan pinggulku makin kupercepat dan tanganku mulai memijit-mijit buah dada bibi, terutama pada bagian putingnya yang sudah sangat mengeras.

Rupanya meskipun wajah bibi masih menunjukkan perasaan marah, akan tetapi reaksi badannya tidak dapat menyembunyikan perasaannya yang sudah mulai terangsang itu. Melihat keadaan bibi ini, tempo permainanku kutingkatkan lagi.
Akhirnya dari mulut bibi terdengar suara, “Oohh.., oohh.., sshhh.., sshh.., eemm.., eemm.., Riicc.., Riicc..!”
Dengan masih melanjutkan gerakan pinggulku, perlahan-lahan kedua tanganku bertumpu pada tempat tidur, sehingga aku sekarang dalam posisi setengah bangun, seperti orang yang sedang melakukan push-up.

Dalam posisi ini, penisku menghujam kemaluan bibi dengan bebas, melakukan serangan-serangan langsung ke dalam lubang kemaluan bibi. Kepalaku tepat berada di atas kepala bibi yang tergolek di atas kasur. Kedua mataku menatap ke bawah ke dalam mata bibi yang sedang meram melek dengan sayu. Dari mulutnya tetap terdengar suara mendesis-desis. Selang sejenak setelah merasa pasti bahwa bibi telah dapat kutaklukan, aku berhenti dengan kegiatanku. Setelah mencabut penisku dari dalam kemaluan bibi, aku berbaring setengah tidur di samping bibi. Sebelah tanganku mengelus-elus buah dada bibi terutama pada bagian putingnya.

“Eehh.., Ric.., kenapa kau lakukan ini kepada bibimu..!” katanya.
Sebelum menjawab aku menarik badan bibi menghadapku dan memeluk badan mungilnya dengan hati-hati, tapi lengket ketat ke badan. Bibirku mencari bibinya, dan dengan gemas kulumat habis. Wooww..! Sekarang bibi menyambut ciumanku dan lidahnya ikut aktif menyambut lidahku yang menari-nari di mulutnya.

Selang sejenak kuhentikan ciumanku itu.
Sambil memandang langsung ke dalam kedua matanya dengan mesra, aku berkata, “Bii.. sebenarnya aku sangat sayang sekali sama Bibi, Bibi sangat cantik lagi ayu..!”
Sambil berkata itu kucium lagi bibirnya selintas dan melanjutkan perkataanku, “Setiaap kali melihat Bibi bermesrahan dengan Paman, aku kok merasa sangat cemburu, seakan-akan Bibi adalah milikku, jadi Bibi jangan marah yaa kepadaku, ini kulakukan karena tidak bisa menahan diri ingin memiliki Bibi seutuhnya.”
Selesai berkata itu aku menciumnya dengan mesra dan dengan tidak tergesa-gesa.

Ciumanku kali ini sangat panjang, seakan-akan ingin menghirup napasnya dan belahan jiwanya masuk ke dalam diriku. Ini kulakukan dengan perasaan cinta kasih yang setulus-tulusnya. Rupanya bibi dapat juga merasakan perasaan sayangku padanya, sehingga pelukan dan ciumanku itu dibalasnya dengan tidak kalah mesra juga.

Beberapa lama kemudian aku menghentikan ciumanku dan aku pun berbaring telentang di samping bibi, sehingga bibi dapat melihat keseluruhan badanku yang telanjang itu.
“Iih.., gede banget barang kamu Ricc..! Itu sebabnya tadi Bibi merasa sangat penuh dalam badan Bibi.” katanya, mungkin punyaku lebih besar dari punya paman.
Lalu aku mulai memeluknya kembali dan mulai menciumnya. Ciumanku mulai dari mulutnya turun ke leher dan terus kedua buah dadanya yang tidak terlalu besar tapi padat itu. Pada bagian ini mulutku melumat-lumat dan menghisap-hisap kedua buah dadanya, terutama pada kedua ujung putingnya berganti-ganti, kiri dan kanan.

Sementara aksiku sedang berlangsung, badan bibi menggeliat-geliat kenikmatan. Dari mulutnya terdengar suara mendesis-desis tidak hentinya. Aksiku kuteruskan ke bawah, turun ke perutnya yang ramping, datar dan mulus. Maklum, bibi belum pernah melahirkan. Bermain-main sebentar disini kemudian turun makin ke bawah, menuju sasaran utama yang terletak pada lembah di antara kedua paha yang putih mulus itu.

Pada bagian kemaluan bibi, mulutku dengan cepat menempel ketat pada kedua bibir kemaluannya dan lidahku bermain-main ke dalam lubang vaginanya. Mencari-cari dan akhirnya menyapu serta menjilat gundukan daging kecil pada bagian atas lubang kemaluannya. Segera terasa badan bibi bergetar dengan hebat dan kedua tangannya mencengkeram kepadaku, menekan ke bawah disertai kedua pahanya yang menegang dengan kuat.
Keluhan panjang keluar dari mulutnya, “Oohh.., Riic.., oohh.. eunaakk.. Riic..!”

Sambil masih terus dengan kegiatanku itu, perlahan-lahan kutempatkan posisi badan sehingga bagian pinggulku berada sejajar dengan kepala bibi dan dengan setengah berjongkok. Posisi batang kemaluanku persis berada di depan kepala bibi. Rupanya bibi maklum akan keinginanku itu, karena terasa batang kemaluanku dipegang oleh tangan bibi dan ditarik ke bawah. Kini terasa kepala penis menerobos masuk di antara daging empuk yang hangat. Ketika ujung lidah bibi mulai bermain-main di seputar kepala penisku, suatu perasaan nikmat tiba-tiba menjalar dari bawah terus naik ke seluru badanku, sehingga dengan tidak terasa keluar erangan kenikmatan dari mulutku.

Dengan posisi 69 ini kami terus bercumbu, saling hisap-mengisap, jilat-menjilat seakan-akan berlomba-lomba ingin memberikan kepuasan pada satu sama lain. Beberapa saat kemudian aku menghentikan kegiatanku dan berbaring telentang di samping bibi. Kemudian sambil telentang aku menarik bibi ke atasku, sehingga sekarang bibi tidur tertelungkup di atasku. Badan bibi dengan pelan kudorong agak ke bawah dan kedua paha bibi kupentangkan. Kedua lututku dan pantatku agak kunaikkan ke atas, sehingga dengan terasa penisku yang panjang dan masih sangat tegang itu langsung terjepit di antara kedua bibir kemaluan bibi.

Dengan suatu tekanan oleh tanganku pada pantat bibi dan sentakan ke atas pantatku, maka penisku langsung menerobos masuk ke dalam lubang kemaluan bibi. Amblas semua batangku.
“Aahh..!” terdengar keluhan panjang kenikmatan keluar dari mulut bibi.
Aku segera menggoyang pinggulku dengan cepat karena kelihatan bahwa bibi sudah mau klimaks. Bibi tambah semangat juga ikut mengimbangi dengan menggoyang pantatnya dan menggeliat-geliat di atasku. Kulihat wajahnya yang cantik, matanya setengah terpejam dan rambutnya yang panjang tergerai, sedang kedua buah dadanya yang kecil padat itu bergoyang-goyang di atasku.

Ketika kulihat pada cermin besar di lemari, kelihatan pinggul bibi yang sedang berayun-ayun di atasku. Batang penisku yang besar sebentar terlihat sebentar hilang ketika bibi bergerak naik turun di atasku. Hal ini membuatku jadi makin terangsang. Tiba-tiba sesuatu mendesak dari dalam penisku mencari jalan keluar, hal ini menimbulkan suatu perasaan nikmat pada seluruh badanku. Kemudian air maniku tanpa dapat ditahan menyemprot dengan keras ke dalam lubang vagina bibi, yang pada saat bersamaan pula terasa berdenyut-denyut dengan kencangnya disertai badannya yang berada di atasku bergetar dengan hebat dan terlonjak-lonjak. Kedua tangannya mendekap badanku dengan keras.

Pada saat bersamaan kami berdua mengalami orgasme dengan dasyat. Akhirnya bibi tertelungkup di atas badanku dengan lemas sambil dari mulut bibi terlihat senyuman puas.
“Riic.., terima kasih Ric. Kau telah memberikan Bibi kepuasan sejati..!”

Setelah beristirahat, kemudian kami bersama-sama ke kamar mandi dan saling membersihkan diri satu sama lain. Sementara mandi, kami berpelukan dan berciuman disertai kedua tangan kami yang saling mengelus-elus dan memijit-mijit satu sama lain, sehingga dengan cepat nafsu kami terbangkit lagi. Dengan setengah membopong badan bibi yang mungil itu dan kedua tangan bibi menggelantung pada leherku, kedua kaki bibi kuangkat ke atas melingkar pada pinggangku dan dengan menempatkan satu tangan pada pantat bibi dan menekan, penisku yang sudah tegang lagi menerobos ke dalam lubang kemaluan bibi.

“Aaughh.. oohh.. oohh..!” terdengar rintihan bibi sementara aku menggerakan-gerakan pantatku maju-mundur sambil menekan ke atas.
Dalam posisi ini, dimana berat badan bibi sepenuhnya tertumpu pada kemaluannya yang sedang terganjel oleh penisku, maka dengan cepat bibi mencapai klimaks.
“Aaduhh.. Riic.. Biiibii.. maa.. maa.. uu.. keluuar.. Riic..!” dengan keluhan panjang disertai badannya yang mengejang, bibi mencapai orgasme, dan selang sejenak terkulai lemas dalam gendonganku.

Dengan penisku masih berada di dalam lubang kemaluan bibi, aku terus membopongnya. Aku membawa bibi ke tempat tidur. Dalam keadaan tubuh yang masih basah kugenjot bibi yang telah lemas dengan sangat bernafsu, sampai aku orgasme sambil menekan kuat-kuat pantatku. Kupeluk badan bibi erat-erat sambil merasakan airmaniku menyemprot-nyemprot, tumpah dengan deras ke dalam lubang kemaluan bibi, mengisi segenap relung-relung di dalamnya.

Semalaman itu kami masih melakukan persetubuhan beberapa kali, dan baru berhenti kecapaian menjelang fajar. Sejak saat itu, selanjutnya seminggu minimum 4 kali kami secara sembunyi-sembunyi bersetubuh, diselang seling mengerjai si Trisni dan Erni apabila ada waktu luang. Hal ini berlangsung terus tanpa paman mengetahuinya sampai saya lulus serjana dan harus pindah ke Jakarta, karena diterima kerja di suatu perusahaan asing.

The Fantasy Reality

Baru tiga bulan aku menikah dengan seorang gadis cantik keturunan Chinese bernama Tiara, pangilannya Rara. Aku sendiri pria keturunan Chinese bernama Reno, dengan tinggi badan 185 cm, atletis. Aku memimpin suatu perusahaan yang aku rintis sendiri bersama dengan kawan-kawanku dan lumayan sukses. Usiaku saat ini 28 tahun. Tiara adalah seorang gadis yang berwajah oriental dan cantik, yang berusia 25 tahun. Dengan kelembutannya, dan tinggi badan 170 cm, berat 47 kg, kulit putih mulus dan dada berukuran 34C, membuatnya sempurna untukku. Pernikahanku yang baru seumur jagung ini tentulah sangat dipenuhi oleh kemesraan dan kegembiraan yang nyata dalam kehidupan kami. Fasilitas rumah besar dan dua mobil mewah dari orang tua kami melengkapi semuanya itu.

Kehidupan sex kami juga cukup luar biasa, dimana hampir setiap malamnya (dan terkadang paginya) kami lalui dengan cumbuan, foreplay dan orgasme demi orgasme yang sangat memuaskan kami berdua. Tapi aku punya suatu fantasi yang agak keterlaluan sebetulnya; yaitu aku ingin menonton istriku yang cantik ini disetubuhi oleh lelaki lain yang dalam bayanganku adalah seseorang yang berusia muda, ganteng, tegap, dst. Aku ingin melihat istriku mengalami orgasme dan memberikan kepuasan kepada lelaki itu di hadapanku. Fantasi itulah yang biasanya selalu berhasil mengantarku ke orgasme yang hebat, baik pada saat aku sedang bersanggama dengan istriku, maupun pada saat aku sedang melakukan onani seorang diri.

Pernah kusampaikan kepada istriku pada saat kami sedang berhubungan seks di suatu malam, dan tampaknya fantasi itu juga memicu birahinya, terbukti dengan bertambah terangsangnya dia saat itu. Ceritanya begini.. Pada saat posisinya di atas, dan penisku berada di dalam vaginanya dan sedang seru-serunya dia bergoyang, kuremas lembut buah dada 34C-nya dan kukatakan dengan napas terengah-engah karena kurasakan orgasmeku hampir tiba dan vaginanya juga sudah mulai mencengkram batang penisku.

"Sayanghh, aku ingin melihatmu ngentot sama cowok lainhh.. aahh..".
"Hmmhh? Emangnya boleh, say? Hmmhh?" Katanya sambil bergoyang dan memutar mutar pantatnya yang membuatku mendelik keenakan.
"Kalo boleh kamu mau? Ohh baby.. memek kamu ngejepit nihh. Ahh.." ujarku lagi sambil terus meremas dan mengelus putingnya yang sudah sangat tegang dan merah kecoklatan itu.
"Ahh.. tau ahh.. kamu ngaco ajahh.. ohh baby, kontol kamu udah makin keras. Gede banget, say. Oughh.."
"Aku pengen lihat kamu sepongin dia dan dia jilatin memek kamu.. Ouuhh yess.. terus sayangghh, puter terus pantat kamu.. aahh."
"Terushh? aahh.. kamu nggak cemburu emangnya? Ahh.. oohh.. gila, kontol kamu enak banget sih, say?" Goyangannya makin hot dan seru, sedangkan vaginanya makin mencengkram keras batangku.
"Nggak, babe.. aku nggak cemburu.. oohh.. aku udah mau sampai nih.. aku pengen kamu dientot cowok lain sambil aku tontonin.. aahh baby.. aku keluarr.. aagghh.."
Maniku menyembur di dalam vaginanya dengan deras sambil tanganku mencengkram erat pinggulnya. Dan tampaknya hal itu dan fantasiku ikut memicu orgasmenya juga.
"Ohh yess.. oohh yess.. aku keluar juga, sayangghh.. aagghh.." Tubuh mulus istriku ambruk di atas tubuhku, matanya terpejam dan vagina berkedutan cukup lama juga, sambil kupeluk dan kuelus punggung dan pantatnya.

Beberapa saat setelah itu, dengan tubuh basah berkeringat, kami berciuman mesra. Hawa AC yang dingin merasuki tubuh kami. Dengan gayanya yang khas dan manja, Tiara menyusup kebalik selimut dan tidur di dadaku. Tangannya mengelus-elus dadaku dan aku mengelus rambutnya, meresapi apa yang baru saja kami nikmati bersama.
Tiba-tiba dia sedikit mengangkat tubuhnya dan memandangku dalam-dalam, lalu berkata, "Yang kamu bilang tadi beneran apa cuma lagi napsu doang sih, say?" Tangannya yang iseng menarik-narik jembutku yang kusut dan basah terkena cairan vaginanya campur keringat.
"Emm.. beneran dong. Kenapa?" Aku iseng juga dan kupencet hidungnya yang mancung. Dengan bercanda dia berontak dan pura-pura mau menggigit tanganku yang iseng tadi.
"Gila ih. Itu kan nyeleweng dong artinya? Kok kamu malah nganjurin aku buat nyeleweng?"
"Nyeleweng atau nggak itu sih terserah deh. Namanya juga fantasi. Boleh dong?" Aku menjawab sekenanya lalu beranjak bangun dari ranjang mau ke kamar mandi. "Udah, mandi dulu, yuk? Udah gitu kita bobo." Dia kembali tiduran dan bengong memandangi langit-langit kamar.

*****

Besok paginya aku terbangun oleh ciuman di bibirku. Istriku tampak baru selesai mandi dengan rambut yang masih basah dan tubuh hanya terbalut g-string putih.
"Jam berapa nih, kok udah keren?" kataku dengan suara serak khas orang baru bangun tidur.
"Yee.. udah jam 6 lho. Ayo bangun, nanti telat ngantor. Sikat gigi gih. B-a-u deh mulutnya. Hihi."
"Salah sendiri nyium. Pasti bau dong. Namanya juga fresh from the oven. Ngapain pake g-string segala?"
"Aku mau pake rok mini putih hadiah dari mami kamu. Itu rok rada tipis deh kayaknya. Kalo pada cel-dal biasa nanti jelek."
"Apa boleh ngantor pake rok seksi macam gitu?" tanyaku polos.
"Nggak tau juga. Biar aja ah. Model-modelnya kan juga suka pake mini-minian begini. Aku nggak mau kalah ceritanya. Hahaha." Rara bekerja di salah satu perusahaan advertising terkemuka di Jakarta, yang memang sering menggunakan jasa para model (amatir dan pro).

Aku nggak jawab lagi dan langsung lompat ke kamar mandi yang kebetulan ada di dalam kamar tidur kami. Iseng, kucolek buah dadanya yang masih telanjang dan selalu bikin mataku jelalatan dan penisku tegang, sambil tangan yang satunya lagi mengelus buah pantatnya.
"Idih, amit-amiit! Pelecehan seksual tuh, tau! katanya pura-pura marah, sambil nyentil penisku. Aku meringis kesakitan.
"Aduh.. atit ya, cayang?" katanya menyesal sambil mengelus penisku. "Sini aku sembuhin.." Sambil berkata begitu, dia melorotkan celanaku dan penisku yang memang tegang sejak bangun tadi, diremas dan dikulumnya sambil lidahnya berputar di kepala penisku.
"Oh my God.." aku kaget banget api seneng juga. Tapi baru beberapa isapan, dilepasnya lagi.
"Udah ah.. nanti dia GR. Kalo GR, dia suka pusing dan muntah lho!" katanya sambil mengedipkan matanya lucu.
Aku jadi gemas dan penasaran, tapi kulihat jam terus bergerak, dan aku ada janji ketemu seseorang untuk breakfast. Oleh karenanya kubiarkan dia lolos kali ini, dan terus bergegas mandi.

*****

Tepat aku lagi mulai meeting direksi di kantorku jam 2 siang, telepon genggamku berbunyi. Tiara meneleponku.
"Halo?"
"Hi, sayang.. lagi ngapain kamu?"
"Aku lagi meeting nih. What's up, babe?" Para anggota direksiku saling lirik dan tersenyum.
"Pak Romi mesra banget ya? Maklum pengantin baru sih." Pak Jerry, direktur operasiku bercanda sedikit. Aku cuekin saja.
"Sayang, nanti malem temenku Si Ayu ngajakin double date di Fountain Lounge Grand Hyatt." Tiara menjawab renyah. "Mau ya? Pleasee.."
"Acara apaan sih? Ya OK lah. Dia mau traktir emangnya?"
"Tauk. OK ya, Jam sembilan kita ketemu mereka di sana. Have fun with the meeting, say. Bilangin direkturmu jangan iseng."
"Iya, iya. See you, babe." Kututup teleponku sambil melotot ke Pak Jerry yang tetap cengar-cengir.

Ayu ini sebenarnya adalah istri dari sahabatku, Sonny, yang adalah putra satu-satunya dari seorang pilot senior Garuda Indonesia yang sekarang menjabat sebagai direktur di salah-satu perusahaan penerbangan. Beliau ini masih keluarga keraton Solo, tapi sudah amat sangat liberal dan sudah nggak ada lagi tanda-tanda kekeratonannya. Apalagi Sang Sonny sendiri yang cuek luar biasa di dalam pergaulan dan topik pembicaraan. Kalau obrolan yang menyerempet soal seks, Sonny ini juaranya. Aku kenal dia sejak masih SMP di bilangan Menteng. Orangnya sangat ganteng dan berpenampilan macho. Perawakannya tidak jauh berbeda denganku, hanya dia lebih pendek sedikit saja. Ayu berperawakan rata-rata wanita Indonesia. Yang paling menarik darinya menurutku ialah bibir yang ranum dan matanya yang bulat cantik.

Sorenya kujemput istriku di kantornya di daerah Kuningan (kantorku sendiri di daerah Kebayoran Baru). Di perjalanan dia tertidur pulas sekali sambil merebahkan kepalanya di bahuku. Aku duduk sambil membaca majalah Times. Kulirik sopirku. Dia kelihatan mulai senewen dengan kemacetan Kuningan. Maklumlah hari Jumat sore. Sudah pasti rush hour gila-gilaan. Sopirku ini sudah menjadi sopir pribadiku sejak aku kelas 2 SMA. Aku sudah sangat akrab padanya. Dia adalah keponakan dari sopir papaku, usianya sekarang 34 tahun. Namanya Hermansyah, kusingkat Maman. Wajahnya cukup ganteng, tapi orangnya rada kecil untuk cowok. Tebakanku tingginya cuma 160 saja. Tapi badannya jadi. Maklum, dia kubuat jadi teman sparringku di kelas tinju dan fitness. Dia lulus SMA, ingin kuliah, tapi nggak ada biaya. Lalu jadilah dia sopirku.

"Santai aja, Man. Tapi kalo nabrak gue timpe lu. Mobil mahal nih."
"Iye, bos (dari dulu manggil aku dengan "Bos"). Udah, ente tidur aja kayak Mbak Rara. Ane jagain mobilnye. Lagian kalo kagak mahal, bukan mobil ente dong. Hehehe"
"Nah lu tau tuh. Hehehe. Bisa aja lu, Man. Gue kasih bonus deh lu. Gaji lu gue potong 25%."
"Waduh, bos. Apa kata bos aja dah. Ma kasih ye, bos!" Sambil ngomong gitu dia nengok ke belakang sambil matanya melirik ke paha istriku yang terbuka 1/2-nya akibat rok mini putih nan tipis itu. Kudiamkan saja.. penisku malah tegang. Aku rasa aku benar-benar punya kelainan seks.

*****

"Hei, Son!" aku sedikit berteriak ke arah sahabatku yang celingukan mencari-cari kami di Fountain Lounge.
Kulihat Ayu berpenampilan cukup seksi dengan gaun malam coklat muda panjang sampai ke tengah betisnya, tapi dengan belahan cukup dalam sampai ke tengah pahanya. Waktu duduk ia menyilangkan kakinya dan posisiku cukup jelas untuk melihat paha putih mulusnya yang sedikit tersingkap.
"Rom, mata lu juling banget lihat paha bini gue." Sonny menyentakku. Sialan nih orang, pikirku.
"Ah, nggak.. gue kan dikasih lihat, bukannya ngelihat. Banyak bedanya lho."
Kami pun berderai-derai tertawa. Kulirik istriku, Rara, hanya mesem-mesem aja. Mungkin gondok juga kali dia.
Rara juga terlihat seksi dengan celana hitam ketat dan baju hijau muda tanpa lengan yang berdada agak rendah. Ditambah sepatu hak tinggi hitamnya, dia kelihatan sangat sophisticated.
"Bini lu makin mengkilap aja nih, Ren. Ra, peju Si Reno cocok buat lu ya?" Sonny menyambar cepat.
Memang begitulah orangnya. Bicaranya kacau abis.
"Gila lu, Son. Kalo orang denger, dikirain elu mabok kali." Rara menyahut kesal, tapi tetap bercanda, karena sudah tahu adat dan gayanya Sonny.

Kami pun minum-minum sambil ngobrol ke sana-kemari dengan serunya. Sampai akhirnya jam menunjukkan pukul 11 pm. Aku bangkit pengen pipis.
"Gue ke toilet dulu ah. Birnya mulai bekerja nih," kataku santai.
"Gue juga, man. Cewek-cewek tunggu di sini ya. Kalo ada yang nawar, kasih harga tinggi. Nanti Om Sonny yang atur persenannya buat you berdua. Hahahaha."
"Mau pipis aja kok heboh sih kamu, Mas." Intan berkata sambil mengeleng-gelengkan kepalanya dan memandang suaminya, Sonny, dengan tatapan setengah tidak percaya. "Cepetan ya. Nanti ada yang nawar beneran, baru tahu rasa."

Di toilet aku melirik Sonny yang sedang pipis di sebelahku, dan bilang, "Son, gue rasa gue punya kelainan seks. Gue punya fantasi pengen ngeliat bini gue digituin sama cowok laen. What do you think, man?"
"Yang bener lu? Hehehe, dari dulu gue udah rasa lu rada maniak. Tapi baru sekarang gue yakin. Ini fantasi dikala horny aja apa beneran?"
"Gue yakin ini beneran."
"Sarap lu ye. Gue bantuin deh lu. Mau kagak?"
"Rara sama lu? Bisa-bisa gue impoten ntar abis ngeliat. Thanks but no thanks, bro. Hehehe. Kenapa? Lu horny ya ngeliat bini gue? Sama dong. Hahaha."
"GR lu. Mau kagak? Gue banyak pesenan laen nih. Ini antara temen aja, free trial, gitu. Hahaha."
"OK."
"Hah? OK? Bener nih ya. Awas lu nyesel. Tapi bini gue gimana? Kagak boleh buat lu, setan. We're not exchanging anything here, buddy."
"Yah, terserah lu lah. Tapi gue pesen satu aja: pake kondom."
"Off course, my man. You think I'm dumb?"
"Yes. Hehehe. Let's go back out. Caranya gue serahin sama lu aja."
"Sip. Let's go."

Sekembalinya kami dari toilet, kulihat para istri kami sedang asik ngobrol dengan tiga orang lelaki keturunan India. Ayu diapit oleh dua orang dan yang seorang lagi duduk di sebelah Rara. Dari gayanya, kami tahu bahwa India-India iseng itu mengira istri-istri kami adalah cewek-cewek gampangan. Tangan seorang yang duduk di sebelah Ayu malah sudah diletakkan di atas paha Ayu. Kulihat Ayu mencoba menepisnya, tapi tidak dengan sepenuh hati. Mungkin dia suka juga? Yang duduk di sebelah Rara masih agak sopan, dan hanya memeluk bahunya. Kulihat Rara agak menjauh sedikit dan melotot galak ke arah India gokil itu.

"Wow, dude.. bisa keduluan sama India-India bangsat itu nih, gue." Sonny nyeletuk asal sambil bergegas ke arah Ayu dan Rara. Aku mengikutinya perlahan. Kupikir, the more, the merrier. Kulihat Sonny berbicara sesuatu dengan orang-orang itu, dan lalu mereka ngeloyor pergi sambil tertawa-tawa. Kedua istri kami pun ikut tertawa lebar.

"What's up, Son?" tanyaku setelah duduk lagi, kali ini di sebelah Ayu.
"Nggak, gue bilangin aja kalo dua cewek ini udah kita sewa buat seminggu. Udah lunas, pula. And we're sorry but we're not sharing them with anybody."
"Emang gila deh lu, Son." Rara berkomentar sambil masih tertawa.
"Tapi suka kaann.." Sonny memandangi wajah Rara begitu dekatnya. Rara jadi rada kikuk, dan kulirik Ayu malah mesam-mesem doang.
"Idiihh.. apaan sih lu. Jauhan dong.. mulut lu bau. Jangan deket-deket muka gue. Reenn.. tolong dong. Temen kamu sinting nih. Minumnya cuma segelas, maboknya kayak minum sepetii."

Tawa kami meledak mendengar ucapan Rara. Dan kira-kira pukul satu, kami memutuskan untuk pulang.
Sebelum pulang, Sonny sempat membisikiku, "Ren, besok siang gue ke rumah lu. We will start to realize your fantasy, man." Penisku langsung tegang membayangkan apa yang akan terjadi nanti.

*****

Pukul 11 siang bel rumahku berbunyi. Aku sedang menonton TV di kamarku. Rara mungkin sedang membantu Mbak Wani, salah seorang pembantu RT kami memasak makan siang kami. Aku mengintip dari kamarku yang di lantai dua yang kebetulan menghadap ke jalan dan ke pagar rumahku. Sonny sudah di depan muka rumah bersama Ayu membawa keranjang berisi jeruk dan pisang. Segera aku bergegas turun dan membukakan pintu utama rumah kami.

"Siang, bos. Wah, gue kirain elu belom mandi. Ternyata sudah keren. Makanannya udah ready nih?" Si Sonny nyerocos begitu melihatku di pintu muka.
"Ampirlah. Masuk yuk. Wah, bawa pisang nih." Langsung kuambil keranjang buah itu dari tangan Ayu dan kucomot sebuah pisang yang langsung saja kumakan.
"Raa.. Mas Sonny dan Mbak Ayu udah dateengg." Setengah berteriak aku memanggil istriku yang sedang masak di dapur.
Rara melongokkan dari arah dapur. Astaga! Ternyata dia masih memakai baju tidurnya yang berupa kaos you-can-see dan hot pants warna biru muda dengan kaki telanjang. Bodynya yang aduhai hanya tertutup sepertiganya saja kalau begini.
"Bentar ya, sodara-sodara. Aku masih masak nih. Yu, bantuin gue yuk! Cobain nih kurang apa." Rara menyahut dengan semangat. Ayu langsung ngeloyor masuk dapur. Aku perhatikan Si Ayu memakai rok span warna merah darah dan kaos tanpa lengan warna kuning muda.
"So, what's up, my brotha, what do you have in mind?" Aku langsung saja sambil mengedipkan mataku ke Sonny yang duduk bersamaku di ruang tamu.
"Just chill, bro. I told you I'll handle it, I will handle it." Sonny mengangguk yakin kepadaku.

Nggak lama kemudian.."Cowok-cowok, lunch is served." Ayu memanggil kami di ruang tamu dengan gaya seorang chef kawakan dengan celemek dan serbet makan yang disampirkan di lengannya sambil setengah membungkuk.
"Nah, gitu dong. Although I'd rather eat you, love." Sonny berkata begitu sembari beranjak bangun menuju ke ruang makan sambil mencubit pipi istrinya mesra. Aku meringis saja.
"Kalian makan duluan deh. Gue mau mandi dulu sebentaar aja." Kata Rara sambil lari kecil naik tangga ke kamar kami.
"OK, ma'am. Tapi kita tungguin deh, asalkan beneran cuma sebentaar aja." Sonny menggoda istriku. Istriku meresponnya dengan memeletkan lidahnya ke arah Sonny.
"Lu diam di sini dulu, ya. Nanti kira-kira lima menit, lu susul gue ke kamar lu. OK?" Sonny membisikiku. Ayu kebetulan sedang ngobrol dengan Mbak Wani dan tidak melihat ke arah kami.
"Hah? Sinting apa lu? Tapi whateverlah. OK." Kataku perlahan.

Benar, kira-kira lima menit setelah Sonny naik ke kamarku, aku menyusulnya. Setibanya aku di depan pintu kamar mandi yang terbuka sedikit.. wow.. kulihat Sonny sedang mengintip Rara yang sedang melucuti bajunya yang hanya dua lembar itu satu persatu.

"Goddamn, bini lu bodynya bikin gue geregetan aja." Bisik Sonny.
"Eh, monyet, gue kagak pernah minta lu ngintip. Sial, lu." Aku agak kesal juga, merasa dikerjai.
"Tenang, broer. Ini step by step. Let the pro do it. You, horny bastard, just shut up and sit tight."
"Gue hajar lu. Kalo dia teriak, satu rumah denger, kita bisa cilaka, sompret."
"Soon! Reenn! Mana sih kalian?!" kudengar Ayu berteriak memanggil dari bawah. Istriku juga pasti dengar, tapi cuek saja, lalu dengan bertelanjang bulat masuk ke dalam bath up, siap-siap mau mandi. Kami mashi terus mengintip.
"Lu turun dulu ke bawah, tenangin bini gue, OK?" bisik Sonny.
"OK." Aku beranjak perlahan pergi. Nggak tau mau ngomong apa ke Ayu, tapi penisku sudah tegang abis, seperti mau pecah rasanya.

"Yu, Si Sonny lagi nonton basket di kamar gue. Seru juga sih, lagian Rara kan masih mandi. Lu mau nonton juga?" Aku yakin Ayu pasti nggak akan berminat, karena dia paling benci sama yang namanya pertandingan basket. Konyol, katanya.
"Nggak ah, gue di sini aja nonton TV di bawah. Buruan dong. Kan gue juga lapar nih."
"Beres, manis."
"Genit lu ya kalo nggak ada siapa-siapa." Ayu menyahut sambil tersenyum manis. Aku nyengir aja, sambil lari lagi naik ke kamarku.

Sampai di sana, aku masuk dan kukunci kamarku perlahan.
"Gimana, Son?"
"Udah selesai mandi tuh. Wuih, gila, gue ngaceng berat nih, pren. Kagak nyesel nih lu?"
Aku diam saja. Nggak lama Rara keluar dari kamar mandi, seperti kebiasaanya, telanjang total hanya bercelana dalam saja. Rambutnya masih basah karena keramas.
"Aahh!" Rara menjerit kaget setengah mati melihat ada Sonny di situ. Dia mau lari lagi masuk ke kamar mandi, tapi tangan Sonny cepat menangkapnya. Rara meronta-ronta dan aku diam saja sambil menelan ludah.
"Tenang, sayang.. tenang.. gue di sini cuma mau bantuin lakilu memuaskan fantasinya." Sonny berujar perlahan sambil tangannya tetap mencengkram tangan Rara.
"Ren, kamu bener-bener gila ya. Ini apa-apaan sih?" Rara marah sekali melihat ke arahku. Aku cuma membuang muka saja.
"OK, karena kamu benar-benar sinting, aku juga bisa sinting. Tapi jangan menyesal nanti." Rara berkata begitu sambil memeluk Sonny dan mencium bibirnya walaupun masih agak ragu. Tangan mereka bergerilya kemana-mana. Buah dada Rara yang ranum menjadi target bibir dan lidah Sonny yang dengan bernapsu menjilat dan menyedotnya. Rara menggelinjang nikmat. "Mmhh.. Son.. remes dong Son.. pelan aja.. ahh.." Rara rupanya naik juga birahinya.

"Mmhh.. yeaahh.." Sonny mendongak terpejam saat Rara meremas penisnya dari balik celana jeansnya. "Buka aja, sayang.."
Aku sudah napsu berat, kukeluarkan penisku, dan mulai mengocoknya sambil masih berdiri. Kulihat Rara jongkok di depan Sonny, masih di depan pintu kamar mandi yang terbuka sambil mengeluarkan penisnya dari balik resleting dan mulai menyepongnya habis-habisan. Lidahnya bermain di kepala dan kedua buah pelir Sonny. Dikulum, dihisap, dijilat, you name it, she is doing it. Dia melakukannya sambil melirik Sonny dan aku bergantian.

"Isep, sayang.. yeaah, gitu.. uuhh.. bini lu hebat, man. Hebaatthh.. aahh.. jebol deh gue.. aarrghh!" Sambil berkata begitu, air mani Sonny tumpah di dalam mulut Rara yang langsung ditelannya. Melihat itu, aku nggak tahan lagi, dan air maniku pun langsung menyembur ke lantai. Lemas, aku terduduk di ranjang. Rara pun bangkit berdiri sambil memandang Sonny.
"Enak, Son? Hmm?" kata Rara setengah berbisik.
Sonny masih terpejam dan menganggukkan kepala sambil menelan ludahnya.
"Kalah deh Si Ayu. Sedotan lu gila banget, Ra. Ren, you're a lucky motherfucker, you know?"
"I know, man. Thanks berat. Ini rahasia kita aja ya." Sahutku santai.
"Yuk, turun. Nanti Ayu curigation, lagi. Ra, kamu turun dulu, say. Bilangan Ayu "Pertandingan basketnya" sudah ampir selesai. Nanti kita nyusul."
"OK." Rara bergegas berpakaian dan langsung turun. Aku sedikit lega karena sebagian fantasiku sudah terpuaskan.
"Reno, my man. If you need us to go any further than that, just ask, buddy. Hehehe." Sonny ngomong gitu sambil membetulkan pakaiannya. Aku ngangguk saja, ikut berberes, dan membersihkan lantai yang terkena semburan maniku barusan.

*****

Seusai makan siang yang dipenuhi dengan canda dan obrolan seperti biasanya, kami bersantai di kebun belakang rumah kami sambil makan buah-buahan yang dibawa Sonny dan Ayu. Kami duduk di meja bundar yang ada di tengah-tengah kebun kami. Aku, Rara, Sonny, Ayu. Sonny melirik Rara yang pura-pura tidak melihatnya sambil terus ngobrol denganku dan Ayu.

Tiba-tiba Rara beranjak bangun.
"Mau pipis", katanya.
Sambil berdiri begitu, sambil tangannya mengelus penis Sonny. Kurasa Ayu tidak memperhatikannya karena sibuk berkomentar tentang bunga-bunga yang kelihatan indah sekali sore itu. Sonny memandangiku sambil nyengir. Kukedipkan mataku kepadanya sambil meladeni ocehan Ayu. Sejam kemudian mereka pamit pulang.

*****

"Do you like it?" aku bertanya pada istriku sebelum tidur malam itu.
"Hmm? I think I do." Rara membalas menjawab sambil memeluk dadaku dan merebahkan kepalanya di dadaku.
"Mau coba lebih lagi?" aku bertanya singkat.
"Terserah kamu, sayang." Balasnya sambil mengelus penisku yang sudah berdiri.
"Idih, kok udah ngaceng sih ininya?" katanya lagi sambil merogoh kedalam celana tidurku yang komprang tanpa celana dalam.
Dia mulai mengelus-elus kepala penisku dan mulai mengocoknya perlahan.

"Ahh, baby.. I want you to fuck him." Kataku dengan napsu yang sudah naik.
"I know, baby.." sambil berkata begitu, kepalanya menyusup kebalik selimut dan mengulum penisku.
"This is what I did to him. Tell me how you like it.." Kurasakan air maniku segera terkumpul akibat sedotan, jilatan dan kulumannya di penisku.
"Sayang, kamu bakalan bikin aku keluar nih.. telan ya.. mmhh.. oohh." Gila, belum pernah aku keluar secepat itu. Kurang dari 2 menit saja! Istriku memang luar biasa tehnik oralnya. Maniku ditelannya.
"Baby, I need you to fuck me. Pleasee.." Rara menggelinjang sambil tangannya meremas toketnya sendiri dan lalu mengelus vaginanya yang sudah basah. Sejak kapan dia nggak pakai baju lagi?
"Aku nggak mau.. the next fuck you'll get will be from Sonny, babe." Aku berkata dengan kejam sambil membereskan celanaku dan tidur pulas.

*****

Dua hari kemudian, aku masih belum bersanggama dengan Rara. Malam harinya, sekitar pukul 7, Sonny menelponku saat aku baru selesai mandi.
"Ren, bini gue lagi ke Yogya, ada sodaranya yang meninggal. Gue udah cari alasan biar nggak ikut. So, I'll have 2 days Off. What's up?"
"Perfecto. Si Rara udah horny berat nih. Nggak gue masukkin udah dua hari. Lu dateng deh sekarang."
"Say no more, buddy." Sonny menutup teleponnya. Kira-kira setengah jam kemudian dia sudah sampai. Rara yang membukakan pintu.

Begitu melihat Rara, Sonny langsung memeluk dan mencium lehernya.
"Hello, doll. Miss me?" Ini orang cool juga, pikirku.
"Mmhh.." Rara menggelinjang senang. "A lot. You come for me, or what?"
"No, I come for my buddy. YOU will make me cum." Sonny menyeringai.
"And I will make you cum with me."
Sonny langsung menggandeng Rara ke kamar tidur kami. Aku mengikuti dari belakang.

"Strip for us. And masturbate, but stop when you are about to cum." Sonny memerintah Rara sesampainya di kamar. Aku menyetel CD jazz yang lembut untuk menunjang suasana.
Rara melucuti pakaiannya satu persatu sambil meliuk-liukan tubuhnya yang sintal mulus itu. Mau tidak mau, kami berdua menelan ludah berkali-kali. Lalu setelah bugil total, ia membelakangi kami dan membungkuk. Dengan tersenyum ia menoleh ke arah kami dan menjilat jari tengah kanannya. Lalu dengan sensualnya ia mengelus sepanjang bibir vaginanya dan dengan perlahan memasukkan jari tersebut ke dalam vaginanya keluar masuk kira-kira lima kali.

"Ouhh.. it's so wet, boys.." katanya seraya menjilat kembali jari itu.
"And it taste so yummy.." Kami kembali menelan ludah dengan tangan kami mengelus penis kami masing-masing.

Ia kemudian berbalik menghadap kami, dan berjalan menghampiri Sonny. Ia lalu berjongkok di antara selangkangan Sonny yang duduk di pinggir ranjang bersamaku menonton aksinya. Celana Sonny dibukanya dan penisnya dielus dan diremas lembut.

Kulihat kepala penis Sonny sudah sangat basah, dan makin basah karena sekarang Rara mulai menjilatinya.
"Ahh, Raa.. terus sayanghh.." Sonny menggelinjang nikmat dan aku mulai mengocok penisku perlahan.
"Enak, Son? Hmm? Mau diisep lagi kayak kemarin?" Rara dengan seksinya melirik ke arah Sonny.
"Yess.. please, babe.. suck my cock.."
Tidak perlu disuruh dua kali, Rara mengulangi aksinya. Tapi kali ini hanya sebentar saja. Mungkin dia takut Sonny keburu keluar lagi.

Tidak berapa lama kemudian, Rara menelentangkan tubuhnya di lantai kamar yang berlapis kayu sambil meremas-remas dadanya, dan tangan yang satunya bermain lincah di vaginanya. Kami ikut bertelanjang bulat sambil duduk di sebelah kanan dan kirinya.

Beberapa saat kemudian Rara mulai mengerang dan menggelinjang. Napasnya terengah-engah dan mukanya memerah. Pinggulnya terangkat-angkat dan membuat gerakan memutar perlahan. Remasan di dadanya mulai agak kasar. Puting susunya dipelintir olehnya sendiri, dan vaginanya mulai mengeluarkan cairan kental dan berbau khas. Dia sudah diambang orgasme. Sonny dengan sigap menangkap kedua tangannya dan langsung menindihnya.

Dengan satu hentakan, penisnya menyeruak ke dalam vagina istriku. Pinggul Sonny mulai bermain.
"Aahh.. aahh.. yess.. oouuhh.." Rara meracau nggak karuan.
Aku juga hampir pingsan karena napsuku. Tanganku mengocok penisku dengan cepat.
"Ohh.. Soonn.. kontol lu gede banget banget, sayang.. aahh.. ahh.. ahh.. gue mau sampe nih, Soonn.. oouugghh.. gue keluar, Soonn.. aarrgghh!" Rara menjerit-jerit merasakan nikmat yang menhantam seluruh sendinya.
"Ra.. di dalam apa di luar.." Shit.. aku baru sadar kalau Sonny lupa pakai kondom! "Di mana, Raa?" Sonny mempercepat goyangannya.
"Di luar, Son.. uuhh.." Rara udah lemas sehabis orgasme. "Wow.. anget banget, sayang.." ucap Rara lembut saat penis Sonny berkedutan di atas perut Rara yang putih dan rata. Tangan Rara cepat mengurut-urut penis Sonny yang sedang memuntahkan laharnya.
"Ooh fuucckk.." Sonny ambruk di atas tubuh istriku. Aku juga mempercepat kocokanku dan nggak lama..
"Baby, I'm coming.." aku terengah-engah mengarahkan penisku ke mulut Rara.
"Sini, sayang.. aku mau kamu punya.." Rara membuka mulutnya lebar dan kusemburkan maniku ke dalam mulutnya..
"Telen sayang.. yeaahh.. agghh!" Orgasmeku menghantamku dan penisku berkedutan di dalam mulut Rara. Dengan lembut Rara menjilati dan mengulum penisku.

Seluruh adegan itu memakan waktu hanya 1.5 jam saja. Sonny lalu pamit pulang segera.
"Thanks, Son." Kataku waktu mengantarnya ke depan pintu. Rara sudah tertidur di kamar kelelahan.
"Anytime, buddy. Memek bini lu luar biasa."
"Ayu punya gimana? Emangnya nggak seenak Rara?" ujarku iseng aja sebenarnya.
"Hehehe.. lu coba aja sendiri. My treat. Tapi itu kalau dia OK. Later, man. Let's do lunch tomorrow."
Aku tersenyum kecil dan menganggukan kepala.

*****

Besoknya aku makan siang bersama dengan Sonny di daerah Kemang. Sambil ngobrol ngalor ngidul, Sonny berkata, "Besok malam Ayu sampai di rumah. Still interested?"
"Well, gue sih OK banget kalo lu berdua OK juga. Rara gimana?" kataku pelan.
"Ajak aja besok. Gue punya rencana nih. Kita bisa nonton live show barangkali. Hahaha."
Deg. Jantungku berhenti sejenak. Sonny memang gila, kayaknya. Tapi kegilaan yang mengasyikan.
"Are you serious? Gimana caranya? Mana mau mereka?"
"Serahin aja sama Om Sonny. Lu tau beres dan ngecret aja deh pokoknya. OK ya. Gue musti balik ke kantor nih. Masih ada urusan. See you tonite."
"See you, bro."

*****

Akhirnya malam yang kunantikan tiba juga. Sekitar pukul 9 aku dan Rara sudah sampai di rumah Sonny dan Ayu di Permata Hijau. Kukatakan pada Rara bahwa another fantasy is waiting. Dia excited sekali dan siap dengan busana yang sangat frontal memamerkan keseksian tubuhnya. Kaos hitam yang hanya berupa kemben seperut dan rok mini hitam ketat dari bahan kulit membalut tubuhnya. Sepatu hak tinggi hitam menghiasi sepasang kaki panjang mulusnya.

Ayu membukakan pintu rumahnya dengan pakaian yang tidak kalah seksinya. Rok sebetis dengan belahan di bagian belakang yang dalam ke tengah pahanya dan atasnya kemeja tipis longgar tanpa BH sehingga kami dengan jelas melihat putingnya yang tegak menantang.

"Come in," katanya seraya tersenyum manis pada kami.
"Kita main strip poker malam ini. I heard you guys were having a grand time while I was gone. Curang! Kok nggak ngajak-ngajak sih?"
Kami cuma bengong saja mendengar penuturannya.
"Emangnya OK buat lu, Yu?" Tanyaku. Rara sudah merah padam wajahnya.
"Sure, sex is a sport. And I need to have some exercise. Hahaha." Busyet, udah ketularan lakinya nih, pikirku.

Tanpa ragu-ragu, Ayu menggandeng Rara dan mencium pipinya yang masih kemerahan karena kaget campur malu.
"Come on, girl.. don't be like that. What are best friends for? To fuck each other brains out!" tawanya berderai-derai disambut dengan tawa Sonny dari dalam rumah.
"Bisa aja lu, Yu.." Rara yang sudah santai kembali sekarang menyahut.
"Abis ini nih, Reno, gara-garanya."
"Tapi suka kaan.." sekali lagi Sonny yang tiba-tiba sudah disamping Rara mendekatkan wajahnya ke wajah Rara.
"He-eh. Suka banget." Rara berkata begitu sambil meremas penis Sonny.
"Kontol laki lu ini bikin gue kelojotan kemaren malem nih, Yu."
"Kalo gitu kontol lakilu musti bikin gue kelojotan dong malem ini, biar satu sama." Ayu berkata sambil melirik nakal padaku. Aku jadi tertawa kecil, namun penisku sudah tegang sekali rasanya.
"But first let's have dinner!"

*****

"Mmhh.. Ren.. jilat terus itil gue.. aahh iyaa.." Ayu mendesah lembut ketika aku mulai menjilati kelentitnya yang sudah membesar di atas sofa living roomnya. Rara dan Sonny menonton sambil keduanya mengelus-elus sendiri tubuh mereka yang sudah telanjang bulat.
"God.. suck my clit, honey.. yess.. you're gonna make me come.. oouuhh!" Jeritan lirih Ayu cukup keras. Untung saja para pembantu RT sudah di perintahkan untuk pergi keluar rumah malam ini. Jadi hanya tinggal kami berempat saja.
Kusodok-sodokan lidahku kedalam vagina Ayu yang sedang mengeluarkan cairan kenikmatannya. "Tell me what you want, babe." Kataku sekenanya. Penisku sudah mulai mengeluarkan cairan dan terasa hangat.
"I want you to fuck me and make me cum.. do it now.." Ayu meracau sambil menggeleng-gelengkan kepalanya akibat terserang birahi yang bertubi-tubi.

Kulirik Rara dan Sonny yang sedang bergumul 69 di lantai di bawah sofa itu. Erangan dan rintihan mereka cukup membuatku dan Ayu semakin beringas. Segera kuposisikan penisku ke lubang kewanitaannya. Bless.. aahh.. hangat sekali di dalam sini. Ayu dengan ahlinya mengencangkan otot vaginanya saat aku mulai menggenjotnya. Setelah beberapa kali ayunan pantatku, aku rasakan maniku mulai membludak.

"Yu.. gue bisa nggak tahan kalo lu gituin terus memeknya.. oohh.. uuhh.." aku mulai merasakan denyutan di pangkal penisku.
"Hmmhh.. biarin.. gue juga udah dikit lagi sampai kok.. hh.. lepas di dalem aja.. gue lagi aman kok.. aarrghh!" Ayu menjerit keras karena tiba-tiba aku menggenjotnya keras berkali-kali.
"Shit.. Yu.. terima nih, sayang.. shiitt.. aahh.. aahh.. gilaa.." Aku ikut teriak karena orgasmeku datang secara tiba-tiba.
"Renn.. ohh.. I'm cumming, honey.. I'm cummiinngg.. iihh.. oohh.." Denyutan memeknya sangat terasa memijat penisku. Aku ambruk di atas tubuh Ayu dan kami berdua saling berpagutan French kissing dan kuhisap dan kujilati toketnya yang montok berkeringat.
"Hhmm.. udah dulu dong, Ren.. ntar gue naik lagi nih." Kata Ayu lembut sambil menggelinjang geli.
"That's the idea, babe.. lihat tuh Rara sama Sonny.." bisikku di telinganya sembari menggigit kecil kupingnya.

Rara dan Sonny masih saling menjilat dan menghisap dengan serunya dalam posisi 69. Tubuh Rara mulai bergetar, mengerang-erang, dan tangannya mengocok penis Sonny dengan cepat. Tiba-tiba, Sonny yang berada di bawah mendorong tubuh Rara ke samping.
"Stop dulu sayang.. hhuuhh.. stop.." Sonny berdiri perlahan-lahan.
"Kenapa, Son? Nggak enak ya? Ayo dong.. tadi gue udah ampir tuh.. aaduuhh.. jangan gini dong.. tega deh lu.." Rara merajuk bercampur birahi yang membuat kepalanya pusing.
"Hehehe.. you can cum, but Ayu is the one that will do it to both of us." Deg. Jantungku berdegup kencang. Jadi ini maksudnya Si Sonny dengan live show.

Ayu tersenyum simpul mendengar itu.
"Ra, sekarang elu kangkangin muka gue. I'll take you there, honey." Ayu berkata dengan genitnya.
Rara yang sudah tidak sanggup lagi, diam sejenak, lalu mengangkangi wajah Ayu yang masih berkeringat.
"Aawwhh.. make me cum.. please make me cum.. ohh yeaasshh.. isep itil gue, sayang.. iyaahh gitu.. iyaahh.." Ayu menjerit-jerit kecil merasakan permainan lidah dan bibir Ayu di vaginanya.
Sementara itu Sonny kulihat memposisikan penisnya di vagina Ayu yang masih melelehkan air maniku.
"Aahh yess.. enak, Masshh." Ayu mulai merasakan genjotan suaminya.
"Honey.. I'm cumming.. oohh.." Rara mengerang dan mendesah panjang saat orgasmenya datang. Pinggulnya begoyang maju-mundur menggosokkan vagina dan kelentitnya ke bibir Ayu yang siap menyedot-nyedot cairan vagina Rara yang mengalir deras. Tubuh Rara yang basah berkeringat bergetar hebat dan tangannya meremas keras buah dadanya yang bergelayut manja.

Kulihat paha Sonny mulai bergetar hebat dan ia memeluk tubuh Rara dari belakang sambil terus menghentak-hentakan penisnya ke vagina istrinya. Suara becek berkecipak di dalam vagina Ayu seksi sekali.
"Oohh.. fuckin' fuck.. aku keluar, sayaanghh.." Sonny memuntahkan lahar panasnya yang pasti bercampur dengan milikku di dalam vagina Ayu. Tubuh Sonny berkelojotan dan tangannya meremasi buah dada Rara yang masih menikmati orgasme dashyatnya mengangkangi wajah Ayu.
"Yess.. anget sekali punya kamu, Masshh.. hheehh.." Ayu memejamkan matanya menikmati sensasi yang luar biasa. Bibirnya belepotan cairan Rara dan vaginanya berlelehan air maniku dan suaminya. Aku terhenyak lemas di bawah sofa dengan penis terkulai lemas dan perasaan sangat puas.

*****

Keesokkan paginya di rumah kami, aku terbangun mendapati Rara yang tengah memeluku dari belakang. Kubalikan tubuhku, dan kulihat ada senyuman lembut di wajahnya.
"Ra, baby?"
"Hmm? Udah bangun, sayang?" istriku menjawab lembut.
"Are you happy?" tanyaku tulus.
"Very. Sini, bobo lagi.. aku pengen dipeluk terus sama kamu. I love you so much, sayang."

E N D

Hukuman dari Senior

Kisah ini berawal 2 tahun yg lalu, tepatnya pada tahun 2007 dan cukup membuat perilaku dan penilaian gwa terhadap wanita berubah total.

Panggil aja gwa Adi (bukan nama asli). Saat itu umur gwa masih 17 tahun, dan gwa seorang lelaki yang belum tahu apa2 tentang wanita, mungkin karena kebanyakan
nonton anime dan film kartun, jadi gwa belum memikirkan untuk berhubungan, bahkan di pikirannku, wanita itu biasa aja.
Gwa ceritain diri gwa dulu, gwa ini anak yang biasa aja, banyak yang bilang gwa ini "babyface" alias imut2, pdhl gwa sendiri g merasa kek gitu.
Mana ada coba pria yang ingin dikatakan imut, ya enggak lah. Tinggi gwa juga g tertalu proporsional, cuman 160cm doank (mungkin agak pendek yah)
dan gwa sering dikatain ama temen gwa kalo gwa harusnya balik lagi ke SMP, tunggu badan gwa tinggi dulu, baru lanjut ke SMU (sial dah temen2 gwa,
coz gwa yang paling pendek diantara teman2 gwa, cewek2nya aja ada yang tingginya 175cm). Walaupun gitu, kelebihan gwa ada di otak ama gaya bicara gwa
(g sombong seh sebenarnya, tapi itu benar). Dan walaupun pendek, badan gwa bisa dibilang lumayan atletis lah, itu karena tiap hari ke sekolah, pasti telat
masuknya, alhasil gwa ama temen2 gwa yg terlambat biasanya dihukum lari keliling lapangan bola 5 kali, trus "push up" ampe 50 (mungkin udah makanan
tiap hari nih, tapi enak juga sih, karna secara kebetulan juga bisa dibilang olahraga pagi kan), dan ini berlangsung sekitar 2 tahun full (bayangin aja, tiap pagi
selama 2 tahun, dihukum terus, apa g bosan tuh penjaga nge-hukum gwa...hahahaha). Trus bisa dibilang kulit gwa emang putih, coz lantaran waktu SD-SMP
gwa tuh jarang banget keluar ruimah, bisa dibilang anak rumahan lah. Bahkan pernah waktu masih SD, sengaja rambut gwa gondrongin (ya taulah anak2, paling males kalo motong rambut) jadi pernah dikira cewek (SWT dah...).

Gwa ini lulusan tahun 07, artinya sekarang umur gwa udah 20 tahun, tapi tetap aja g ada yang berubah dari penampilan gwa, masih tetap
kek anak-anak (watch out, muka bisa menipu, OK). Dan gwa paling sering digombalin ama cewek2 yang lebih tua dibanding gwa (mungkin karena lantaran
mereka mengira gwa ini "Brondong" pdhl ternyata gwa udah 20 tahun, wakakakakak...watch u're language, b*tch). Dan boleh jujur sebenarnya waktu itu
penilaian gwa terhadap wanita, wanita itu adalah mahluk yang mengerikan, coz waktu SMP (jujur aja yah, sebenarnya gwa malu ngungkapinnya) gwa pernah
dikunci dikelas ama temen2 gwa waktu pelajaran olahraga selse (taulah kan, harus cepet2 ganti baju karena pelajaran lain nunggu) trus di dalem kelas cewek2
pada ganti baju. Disitu gwa kelabakan dan takut, di pikiran gwa mungkin gwa bakalan di perkosa (jangan tertawa, it's true), alhasil gwa mukul2 tuh pintu sambil teriak2 minta tolong (pdhl g diapa-apain, wakakakaka) dan semua temen2 cewek sekelas gwa cuman tertawa, bahkan ada temen cewek gwa yang manggil2 gwa
buat ngedekatinnya (dengan muka yg waktu itu gwa anggap mengerikan, kek setan aja). Kenangan yang cukup buat gwa tertawa ampe sekarang...hahahaha

Singkat cerita, sekarang gwa dah lulus di SMU gwa, artinya gwa musti kuliah. Padahal di pikiran gwa, gwa tuh maunya istirahat alias ngganggur dulu selama setahun, gile kan masa 12 tahun belajar terus, apa gak ancur neh otak.Tapi bonyok gwa g setuju kalo gwa ngganggur, gwa musti lanjut. Yah terpaksa deh gwa mendaftar pendaftaran UMPTN. Gwa mendaftar di salah satu kampus di Makassar, yah bisa dibilang kampus yang paling banyak pendaftarnya, orang2 makassar pasti tau ini kampus apa (hehhehehe, sorry kalo gwa sensor nama Kampusnya). Gwa ambil jurusan FKM (baru sekarang gwa tau kepanjangan dari FKM, kacau degh gwa). Dan, g diduga dan tak terkira, ternyata gwa lulus coy (wakakakaka...amin) pdhl dengan puluhan ribu pendaftar, gwa bisa lulus (sorry yah buat pendaftar laen, cari kampus laen aja deh...hehehe).

Nah, pas waktu masa OSPEK atau semacam peloncoan gitu kan, gwa ama temen2 gwa (MABA juga) disuruh ngumpul di lapangan ama senior, diajak berkenalan dengan senior2 (g tau angkatan berapa) ama temen2 gwa juga. Hari pertama seh, masih agak lumayan bikin seneng, kita semua diajak ama senior
jalan2 di sekitar kampus, dikenalin ini ruangan apa, itu ruangan apa. Cuman kek gitu2 doank. Nah, esoknya baru penyiksaannya dimulai.

Oh iyah, ada 5 orang yang menjadi panitia OSPEK, 3 orang cewek, 2 orang cowok (ini meragukan karena gaya mereka tuh kayak banci kaleng). Namanya (nama samaran aja yah) Ani (21thn), Cindy (22 thn), Dita (22thn). Diantara mereka bertiga, cuman Cindy yang agak galak dan sangar. Mungkin supaya pengen
balas dendam, karena dulunya dia juga di OSPEK, yah kan (but, kami bukan bahan pelampiasan). Hari itu mungkin gwa ngerasa seperti Grim Reaper (Cindy) dari neraka yang kerjain kami habis-habisan. Nah, hari ke-3, disinilah mulai kesalahan itu. Waktu itu kami disuruh ngumpul di lapangan yg agak hijau (mungkin sekitar jam2 12 siang lah). Dan katanya ada MABA (mahasiswa baru) yg berani ngegodain senior. Dalam hati gwa (yeee bukan gwa kale), tapi temen2 gwa g ada yg mo ngaku, alhasil kita semua dihukum. Dan hukumannya bisa dibilang g masuk diakal banget. Kami semua disuruh ngecabut rumput.
(Gini percakapannya kalo g salah)

Cindy : "Ok, karena g ada yang mo ngaku, semuanya gwa hukum, g ada pengecualian. Gwa hukum kalian, cabutin semua rumput liar di lapangan ini"
Hehehe, itu mah gampang. Tapi baru beberapa detik kami semua ngecabutin rumput di lapangan itu, nenek sihir alias cindy langsung ngomong lagi.
Cindy : "Eh, goblok...siapa yang suruh cabut pake rumput, makanya denger dulu sampe selse. Gwa bilang CABUT RUMPUTNYA, PAKE MULUT"
Gila, dalam pikiran gwa, ini orang ato binatang seh, g masuk diakal banget hukumannya.

Yah, langsung aja gwa pergi dari tempat itu, tapi gwa dipanggil ama si nenek sihir (alias Cindy) kemudian nanya gwa "Mo kemana loe?" "Mau pulang, emang kenapa, lu mau ngasih duit angkot buat gue?", emang seh waktu itu nada bicara gwa agak ngelawan."Oh gitu yah, tahun pertama udah berani ama senior, ayo lanjutin hukumannya". Yah, langsung aja gwa g setuju ama hukumannya "Eh, kak...aku menghormati kakak karena kakak tuh senior di kampus ini, jgn lantaran sikap kakak kek gitu, maunya semena-mena, aku mengubah sikap hormatku menjadi membangkang dan menghina kakak". Disitu gwa bisa liat mukanya marah banget. "Masa, hukumannya kek gitu, kami ini bukan binatang kak, kami ini manusia. Kalo kakak pengen dihormati ama junior2 kakak, hormati kami juga donk, seperti kami menghormati kakak senior". Wah disitu pipinya langsung merah, mungkin karena malu gwa ngomong kek gitu. Hahaha, i win, bastard. Alhasil dia diam, dan gwa pergi aja dari situ, ambil angkot trus pulang. Tapi inilah Kesalahan yang gwa lakuin.

Besoknya (hari terakhir OSPEK), kami semua disuruh ngumpul di aula besar (aula FKM pastinya). Nggak tahu, hukuman apa lagi neh yang bakal dilancarin lagi ama anak2 MABA. Tapi waktu itu, cuman gwa yang disuruh keluar ama Cindy dan senior yang baru gwa liat, sebut saja namanya Amel (25thn). Gwa juga g tau persis umurnya berapa, tapi keknya dia lebih senior daripada Cindy, gwa bisa liat dari cara Cindy hormat ama tuh cewek. Gwa dipindahin karena kemaren gwa udah berani ama senior, gwa seh merasa bersalah juga seh kemaren, biar bagemanapun dia kan senior. So it's ok lah.

Gwa disuruh masuk di kelas yang kosong dan g terawat gitu (mungkin gudang atau apalah, i dont care). Dalam pikiran gwa, pasti gwa disuruh ngebersihin bangku2 ama meja di kelas ini. Sedangkan Amel ada di sebelah kanan gwa, trus cindy ada di belakang, ngikutin gwa berdua. Belum sempat gwa balik ke belakang buat liat2 keluar, tiba2 ada benda keras yang mendarat di leher belakang gwa, ampun dah...disitu penglihatan gwa agak2 rabun dan sakit banget di daerah kepala gwa. Cuman itu yg gwa ingat, abis itu semuanya jadi gelap.

Bangunnya, gwa g tau udah berapa lama gwa tertidur, tapi rasanya badan gwa pegal semua. Sekitar 1-2 menit gwa sadar kembali, ternyata gwa pingsan. Dan yang lebih anehnya lagi, gwa dalam keadaan terikat di atas meja. Gwa melihat kekanan dan kekiri, berusaha buat ngelepasin ikatannya, tp gwa g bisa, mungkin karena kepala gwa masih sakit. G lama kemudian gwa baru sadar, ternyata gwa udah bugil. WTF!!!. Dalam hati gwa, tuh cewek dua emang brengsek, ngerjain gwa ampe gini. Gwa berusaha berontak biar talinya agak sedikit longgar, tp g guna juga, malahan tangan gwa yang sakit. Trus ada sekitar 2-3 menit, Cindy ama Amel masuk. Mereka berdua ketawa kecil (ketawanya...sumpah bikin gwa mau gebukin tuh 2 orang, ngehina gwa banget).

Cindy : "Kenapa say, g bisa kebuka yang ikatannya, makanya lu jangan berani ama senior".
Gwa " "Brengsek lu, cepetan buka ikatan gwa"
Disitu, gwa ngerasa muka gwa panas banget lantaran malu diliatin ama tuh 2 orang. Secara, baru kali ini gwa bugil di depan cewek, rasanya gwa mo nyimpan muka gwa di kantong celana jeans gwa saking malunya.
Amel : "Hmmm...bodinya oke juga, ndy. Mungkin dimainin dikit asik tuh kayaknya" Sambil ketawa kecil gitu. Dalam hati gwa, nih satu mo ngapain neh.
Tiba-tiba, dia pegang kontol gwa. Kemudian ngeliat muka gwa yg rasanya tuh gwa malu banget. "Kamu kok imut banget seh sayang", sambil tangannya naik turun di kontol gwa. Disitu gwa g bisa ngomong apa2, baru kali ini cewek megang "punya" gwa, dan rasanya seperti takut, enak, malu, marah..bercampur jadi satu. Cindy kemudian mencium bibir gwa, gwa bisa rasain lidahnya main di dalam mulut gwa. Gwa berusaha teriak, tapi cuman nggghhh...nggghhh gitu aja yang kedengeran, lantaran bibirnya rapat banget ama bibir gwa.

G lama gwa ngerasa, seperti ada benda basah yang naik turun di kontol gwa. Dan g taunya, ternyata Amel udah masukin kontol gwa di mulutnya. Rasanya ngilu banget. Gwa berusaha berontak biar Cindy ngelepasin ciumannya dan beneran, dia berhenti nyium gwa. Tapi tiba2 dia nampar gwa, "Eh, jgn ngelawan yah, sekarang kamu tuh kami beri pelajaran, biar hormat dikit ama senior". Trus lanjut lagi dia nyium gwa, kali ini lidahnya makin liar di dalam mulut gwa. Belum lagi Amel yang sibuk maenin kontol gwa. Ugghh, rasanya gwa g kuat...seperti gwa mo kencing neh, dan g taunya gwa pun kencing disitu, tapi rasanya seperti rasa penyesalan yang keluar dari diri gwa. Tiba2 Amel berhenti nyepong gwa, "Ayo sayang, keluarin lagi donk sperma kamu, punya kamu harum banget, g pernah onani yah", sambil tangannya naek turun di kontol gwa. Disitu gwa baru tau, ternyata gwa g kencing, malahan gwa udah "keluar".
Tiba2 Amel ngedorong Cindy, katanya dia mo nyoba maenin punya gwa. Cindy pun nurut ajah, sambil duduk di samping gwa sambil ngeraba2 muka sampe badan gwa. Disitu gwa minta maaf ama Cindy "Kak, aku minta maaf deh, soal kemaren, tolong jgn gini donk", kata gwa sambil agak malu2. Trus mereka berdua cuman ketawa, kemudian Cindy nanya ke gwa "Emang udah pernah g ditidurin wanita?", Disitu gwa cuman diam aja, kemudian dia nampar gwa lagi. "Ayo Jawab!!". "Belum pernah, kak". Langsung aja keduanya tertawa, trus Cindy cium bibir gwa dengan lembut banget. "Kalo gitu, biar kita ajarin cara biar lu bisa puasin cewek, OK sayang". Setelah itu Amel ngebuka semua pakaiannya, sampe bugil juga. Disitu muka gwa langsung panas, baru kali ini gwa liat cewek bugil tanpa busana. "Kenapa seh say, g pernah liat cewek telanjang yah...hihihi", kata Amel sambil ketawa gitu. Gwa langsung buang muka karena malu. Trus dia naik ke perut gwa kemudian ngedudukin perut gwa. Disitu gwa liat pemandangan yg menurut gwa sangat asing banget, coz baru kali ini gwa liat cewek bugil kan. Tak lama kemudian dia ngomong, "Nah ini say yg dibilang "Memek", sambil ngebuka pahanya lebar2 biar gwa bisa liat. Disitu gwa baru liat yg namanya Vagina, disitu jantung gwa rasanya mau copot karena kaget. Warnanya pink2 gitu. Kemudian dia ngebuka dinding Vaginanya dengan jari-jarinya, biar gwa bisa liat dalamnya tuh kek apa. "Nah disini tuh tempat yang paling cowok senengin, gwa juga yakin adek juga pasti bakalan ketagihan kalo udah tau rasanya gimana" Katanya sambil senyum nakal gitu. Kemudian dia megang kontol gwa yg udah keras banget, trus kepalanya dia gosok2in di bibir vaginanya. Waduh rasanya tuh g bisa ditulis dgn kata2. Gwa liat mukanya Amel udah merah banget, sambil ngomong "Ah..ah...ah" gitu. "Sayang, aku masukin yah di memekku" kata Amel. Gwa g bisa ngomong apa2, mungkin karena udah enak banget. Trus, "Jebblesss" masuk deh kontol gwa di vaginanya. Rasanya becek banget trus anget. Kemudian Amel nahan agar posisinya g jatuh. "Sayang, kok punya kamu enak banget seh...nggghh", gitu katanya. "Amel goyang yah..uugghh". Dia goyangin pantatnya naik turun. Wah, disitu rasanya gwa udah mo gila. Enak banget. Rasanya sempit banget vaginanya, seperti kontol gwa kejepit pintu. "Amel suka yang kayak gini...ahk...ahk..ughh...enak g sayang memekku?". Gwa cuman diam aja sambil nge-gigit bibir bawah gwa. Dia tahu kalo mungkin gwa ngerasa enak juga. Trus semakin lama, Amel semakin liar aja, gwa juga ngerasa vaginanya tuh udah lebih banjir lagi...bahkan ada cairan yg jatuh ke perut gwa, g tau itu air seni atau spermanya dia. Gwa ngeliat mukanya udah merah banget, dan gwa ngerasa kontol gwa seperti dipijit keras banget. "Akkhhh...sayang, Amel udah mo nyampe neh...Akkhhh...akhhh...". Udah mo nyampe apa ? Terminal ? tanya gwa dalam hati. Tak lama kemudian dia teriak "AAAAAAAAAAA", sambil mukanya menghadap ke atas, keringatnya udah berjatuhan ke badan gwa. Gwa ngerasa kontol gwa seperti kejepit pintu, trus ada cairan hangat di kepala kontol gwa, trus gwa liat vaginanya udah basah banget, bahkan ada cairan putih yang berjatuhan di paha gwa. Amel kemudian nyium bibir gwa, gwa bisa liat kalo dia nangis, g tau mungkin sedih ato apa, kemudian dia ngebisik gwa "Makasih sayang, tadi itu enak banget" sambil nyium leher gwa. Gwa disitu diam, g tau mo ngomong apa. Tiba2 Cindy muncul di pintu ama Ani dan Dita (panitia OSPEK juga), pantesan daritadi gwa g liat tuh setan satu, ternyata dia manggil temennya. Mereka bertiga senyum2 aja ngeliat gwa dan Amel. "Udah puas g, mel", kata Cindy. Tiba2 Amel meluk gwa dan nyembuiin mukanya di pundak gwa. Sepertinya dia g mau ngelepasin gwa. "Kak Amel, gantian dong...Masa cuman kakak yang enak seh", kata Dita. Tiba2 Amel bangun dari atas badan gwa, dan kemudian duduk disamping gwa sambil senyum. "Ya udah, pake aja...dia masih "ijo" loh" kata Amel nakal. "Oh masih perjaka toh, wah asik neh, bisa dijadiin mainan...hehehe" kata Dita nyengir. Cindy ama Ani udah bugil duluan. Bodinya yah, baguslah, g terlalu gemuk, g terlalu kurus, trus kulitnya putih. Cuman dadanya Cindy agak lebih kencang dan naik dibanding Ani. Disitu gwa langsung drop aja, "Kak, udah yah...aku capek, plis, aku mohon", kata gwa mohon ama mereka. Mereka berdua cuman ketawa kecil. Kemudian mereka berdua naik di atas gwa, Cindy di depan wajah gwa, Ani di perut gwa. "Wah, bodinya keren, jadi g tahan pengen nyobain", kata Ani sambil pegang kontol gwa, "Gede amat, ihh lucu deh bentuknya", trus dia sepong gwa. Rasanya kali ini betul2 beda, Ani lebih liar dibanding Amel tadi, bahkan dia sesekali menggigit kepala kontol gwa, dan rasanya seperti disengat listrik. Cindy pun ngejambak rambut gwa, "Nih, bagian lu, ayo cepetan" katanya sambil ngancam gitu. Disitu gwa bisa liat vaginanya dengan sangat jelas, vaginanya pink, trus g ada bulunya, botak gitu. "Maksudnya?" gwa tanya ke dia, "Maksudku tuh, lu ngejilatin memek gwa, bego lu akh. Keluarin lidah lu, cepetan!". Yah, gwa nurut aja, gwa ngejulur lidah gwa keluar, kemudian dia ngarahinnya ke arah vaginanya. "Mainin tuh kelentitnya, yg bentuknya mirip kacang, cepet!!". Ya ampun, neh cewek sangar banget. Akhirnya gwa turutin aja maunya dia. "Aaaakhh..ngghhh, iyah sayang disitu...aaaakkhhh", jerit Cindy. Kemudian gwa agak ngejauhin dikit muka gwa ke vaginanya, karena baru kali ini gwa ngejilat vagina, dan rasanya aneh banget, asin2 gitu. Tapi kemudian cindy malah ngemajuin pantatnya ke arah muka gwa, dan sekarang lidah gwa masuk sempurna di vaginanya, hangat dan asin rasanya. "Akkkhhhh...terus sayang...maenin donk lidah kamu". Disitu gwa putar2 lidah gwa di dalam vaginanya, itu buat dia makin nekan kepala gwa, bahkan gwa ampir g bisa nafas. "Iyah sayang...terus...ugghhh....Aakkkhh....AAAAAAAAAA" teriaknya. Gwa g berhenti milin2 lidah gwa di vaginanya, dan dia makin nekan kepala gwa, alhasil gwa berusaha ngelepas bibir gwa karena waktu itu gwa g bisa nafas, sesak banget, tapi dia malah jambak rambut gwa dan ngedorong wajah gwa ke arah vaginanya. G tau berapa tegukan spermanya yang gwa minum, lantaran sesak. Tak lama dia kemudian ngelepas jambakannya, dan ngasih kode ke Ani yang masih sibuk aja maenin kontol gwa. Sekarang cindy udah duduk di atas perut gwa. Sama seperti Amel tadi, pasti dia pengen ngerasain kontol gwa. Kemudian langsung aja dia masukin kontol gwa ke vaginanya. Alamak, banjir banget. Cindy meluk badan gwa dari atas sambil goyangin pantatnya naik turun. "Akh...akh...akh...sssss" gitu katanya, g jelas gitu. Gwa balik ke kanan, disitu gwa liat Ani ama Dita saling menjilat vagina mereka (kek lesbian gitu). Kemudian Cindy balikin muka gwa secara paksa ke arah mukanya sambil nyium gwa. "Hmmmm....uughhhh....akh....akh....".Dia ngelepas bibirnya sambil ngomong ke gwa, "Jangan ngelirik cewek lain, kalo lu lagi maen ama gwa"katanya gitu. Nggak lama, goyangannya makin kenceng, dan mukanya memerah. "Akh.....ughhh...enak honey...ugghhh..akkkkh....akhh.....". Kemudian waktu itu muka gwa juga dah panas banget, rasanya gwa mau "keluar" lagi, tapi kali ini lebih hebat lagi."Akkhhh sayang, mukanya jangan digituin donk, jadi gemes akunya...akkhhh....akkhhh..."kata cindy godain gwa."Eh liat neh, pipinya merah banget...lucu deh" kata Cindy ke 3 orang senior gwa yang laen. Kemudian semua motret muka gwa waktu itu, ampun dah gwa malu banget, mereka cuman tertawa aja, pdhl gwa udah "sekarat" gitu. Trus gwa gigit bibir bawah gwa, karena udah nahan sperma gwa yg udah mo keluar. "Akkh....akhh...sayang mukanya jgn digituin donk, aku mau keluar....Aaakh.....AAAAAAA.....aku keluar sayaaang...nnghhhh..." teriak Cindy. Disitu gwa goyangin dikit pantat gwa dan akhirnya gwa juga ikutan "keluar" di dalam vaginanya. "AAAAAAA.....sayang bilang donk kalo mo keluar....ngghhh keluarin sayang, yang banyak...akkhhhh...kamu nakal yah, baby" goda Cindy sambil nyium hidung gwa. Gwa cuman gigit bibir bawah gwa, sambil nutup mata. Sambil terengah-engah seperti abis lari 1 kilo, gwa buka mata gwa. Cindy senyum ke arah gwa. "Enak kan sayang"katanya. Kemudian dia nempelin mukanya ke muka gwa dan motret kita berdua di HPnya. "Ini sebagai kenang-kenangan yah, baby" sambil nyium bibir gwa dengan lembut.

G tau udah berapa jam gwa "dipake" ama mareka, setiap kali "keluar" pasti mereka potret di HP mereka, tapi gwa seh g ada masalah, lagian ini juga pelajaran sex buat gwa. Mulai dari gaya inilah, gaya itulah, mereka semua yang nentuin, coz aku g tau nama2 gaya ini itu. Tapi lama kelamaan gwa ngerti juga mengenai sex, karena mungkin sering maen ama mereka berempat, di hotel, di kamar kost mereka, bahkan pernah gwa maen ama Cindy di toilet kampus.
Lain kali gwa ceritain kenangan gwa ama Dita di kamar kostnya.

Sesansi Inah dan Mbak Asti

MENGHANGATKAN HUJAN

Bangun tidur sore itu… tidak membuat Anton menjadi bugar, seperti layaknya orang bangun tidur. Bayangkan… dua malam begadang di puncak Merapi. Sebagai anggota pencinta alam, kampusnya ditugaskan untuk mencari beberapa anak SMK pendaki yang hilang di Merapi. Cuaca buruk begini nekat mendaki gunung, kutuknya dalam hati. Di dekapnya kedua kaki mengusir dingin di atas bangku teras depan kosnya, cuaca hujan rintik-rintik. Memang cuaca bulan Desember membuat segalanya menjadi basah, termasuk beberapa potong celana jeans belelnya yang kemungkinan hanya di bulan Desember ini bertemu dengan yang namanya air, dua potong CD pun ikut basah akibat dicucinya tadi pagi. Benar-benar hari yang menyiksa bagi Anton, sudah dingin cuaca… tanpa CD pula. Sepotong kain sarung yang lumayan kering cukuplah menghangatkan tubuh cekingnya sore itu.

Tempat kost Anton cukup strategis, walaupun bangunan peninggalan Belanda, tetapi letaknya terpisah dari perkampungan, karena dikelilingi oleh tembok tinggi. Ibarat memasuki sebuah benteng pada jaman dahulu, letak kamar kos-kosan disekeliling bangunan utama yang di jadikan sekolah negeri. Suasana sekitar kos-kosan memang sedang sepi… penghuninya banyak yang pulang kampung, maklum liburan Desember. Sementara sebagian kamar dijadikan asrama sekolah yang juga kosong ditinggal penghuninya liburan, praktis Anton merasa sebagai penjaga kosan, umpatnya dalam hati.

“Mas… jamu mas…” sapa tukang jamu gendongan membuyarkan lamunan Anton. “Eh embak… ujan-ujan ngagetin orang lagi ngelamun aja” sewot Anton. “Masnya ini lho… ujan-ujan kok ngelamun… tuh jemuran gak diangkat…” tanya mbak jamu sambil berjalan menghampiri beranda di mana Anton duduk. “Emang sengaja mbak… sekalian kena air” jawab Anton sekenanya. “Lho… kan sayang udah di cuci tapi kehujanan” kata mbak jamu keheranan. “belum kok, belum di cuci” elak Anton. “Lha… kok aneh” protes mbak jamu, “sekalian dicuciin sama ujan” saut Anton. “Dah laku jamunya mbak? tanya Anton di sela-sela gerimis. “Yah belum banyak sih, makanya mbok dibeli mas jamunya” pinta mbak Jamu memelas. “Emang jualan jamu apa aja sih mbak” selidik Anton sambil membenahi sarungnya. “Ya macem-macem, ada galian singset, sari rapet, kunir asem, sehat lelaki, pokoknya banyak deh, dan semuanya hasil meracik sendiri lho mas” bangga mbak jamu sembari membersihkan air di sekitar kaki dan kainnya. “Kalo badan pegel-pegel, jamunya apa mbak?” tanya Anton, “Ada tolak angin” seru mbak jamu. “Ah… kalo aku biasa di kerokin mbak, kalo minum jamu doang kurang marem” kata Anton. “Mbaknya bisa ngerokin saya?” goda Anton, “Emang situ mau saya kerokin” kerling mbak jamu malu-malu. Anton hanya tersenyum saja. “Ngomong-ngomong… namanya siapa sih mbak” tanya Anton. “Saya Inah mas” jawabnya tersipu. Kalo di perhatikan… manis juga nih cewek… mana putih lagi kulitnya, gumam hati Anton. “Kalo mas siapa namanya?” tanya Inah membuyarkan lamunan Anton. “Saya Anton mbak” jawab Anton gugup. Keduanya bersalaman, gila… alus juga nih cewek tangannya, bathin Anton.

“Gimana mas Anton, mau saya kerokin?” tantang Inah memancing. “Bener bisa ngerokin nih?” tanya Anton antusias. “Boleh” jawab Inah senyum. “Tapi jangan di sini ya, bawa masuk aja sekalian bakulnya mbak” kata Anton sambil bangkit berdiri menyilahkan Inah masuk ke dalam kos-kosan. “Wah kos-kosannya bagus ya mas, ada ruang tamunya segala, ini kamar siapa aja mas kok ada tiga? selidik Inah sembari meletakkan bakulnya di pojok dekat bufet. “Kamar temen, cuman mereka pada pulang kampung, tinggal saya sendiri jaga kos” jawab Aton. “Kamar mas Anton sebelah mana” tanya Inah, “Itu mbak, paling pojok, paling gelap” kata Anton. “Ih ngeri ah… gelap-gelapan” goda Inah genit. “Gak pa pa kok… aku dah jinak” canda Anton sembari mengajak Inah menuju ke dalam kamarnya. “Kok sepi mas?” selidik Inah sembari melihat ke kiri kanan. “Rumah sebelah juga pulang kampung sekeluarga, makanya sepi” jawab Anton. “Kamar mandinya di mana mas, aku mau cuci kaki dulu” tanya Inah. “Itu di depan kamarku jawab Anton sembari membereskan tempat tidurnya yang berantakan.

Anton merebahkan badannya telungkup di atas kasur tanpa dipan, sementara Inah mengambil minyak gosok serta uang benggol untuk kerokan. “Mbak, jangan pake minyak ah… aku gak tahan bau dan panasnya” cegah Anton. “Trus pake apa dong mas? tanya Inah bingung. Anton berdiri menuju meja rias, diambilnya sebotol Hand Body dan di berikannya kepada Inah. “Pake ini aja mbak.. wangi lagi” senyum Anton. Kemudian Inah mengambil posisi duduk di sebelah Anton, disingkapkannya kain batik yg dikenakannya sehingga tampaklah betis mulus Inah. Wah mulus juga, mana banyak bulu halusnya nih tukang jamu sorak hati Anton. Tangan yang menempel di punggung Anton juga dirasa lembut dan halus oleh Anton. “Umurnya berapa mbak” tanya Anton memecah keheningan mereka berdua. “Dua enam bulan besok mas” jawab Inah. “Beda dua tahun di atas dong dengan saya” kata Anton sembari meringis kesakitan. “udah rumah tangga mbak?” kejar Anton. “Pisahan mas, suami saya kabur gak tanggung jawab” kata Ginah. “Lho kenapa?” sambung Anton penasaran. “Kecantol janda sebelah kampung” ungkap Inah cuek. “Waduh… laki-laki bodoh tuh… sela Anton sembarangan. “Emangnya kenapa mas?” penasaran Inah. “Gimana gak bodoh, punya istri manis, putih dan sintal kayak gini kok di sia-siakan” rayu Anton. “Ah… mas Anton bisa aja” jawab Inah masuk dalam perangkap Anton, sembari mencubit pinggang lelaki itu. “Eh… geli ah mbak…” jerit Anton sedikit mengelinjang. “Laki-laki kok gelian… ceweknya cantik tuh…” goda Inah. “Nggak cuman cantik… tapi banyak juga mbak” sombong Anton. “Huh… dasar… laki-laki…” cemberut Inah. “Mbak… tadi jamunya apa aja?” tanya Anton kemudian setelah adegan kerokan di punggungnya selesai. “Kalo buat kondisi mas Anton sekarang… minum Sehat Lelaki” jawab Inah, “Kasiatnya apa aja mbak?” kejar Anton. “Selain ngilangin masuk angin, supaya badan gak lemes dan mudah loyo” jawab Inah. “Mudah loyo…? maksudnya apa…? tanya Anton kemudian. “Ih masnya ini lho… kayak gak tau aja…” jawab Inah malu-malu. Anton memutar badannya, sekarang dia telentang menghadap Inah yang masih duduk terpaku, “Sungguh… saya gak tau mbak” aku Anton. Inah memalingkan wajahnya, terlihat semu merah di pipi Inah yang menambah manis rona wajahnya. “Itu lho… buat pasangan suami istri kalo mau melakukan hubungan…” jawab Inah tersipu. “Hubungan…? hubungan apa…?” tanya Anton dengan muka bloonnya. “Ahhh… mas Anton ini lho… ya hubungan suami istri” jawab Inah sembari mencubit lengan Anton. “Bagi yang punya pasangan… kalo kayak aku gimana…? siapa pasanganku ya…?” kerling Anton menantang Inah. Inah sendiri membuang mukanya, tetapi Anton menangkap semu merah di wajah Inah.



KHASIAT RAMUAN SEHAT LELAKI

Inah bangkit mengambil bakul yang tertinggal di ruang tamu, sekembalinya dia bertanya lagi kepada Anton, “Jadi nggak… jamu Sehat Lelakinya mas?” tanyanya kepada Anton. “Sini dulu dong…” jawab Anton sembari tangannya mempersilahkan Inah untuk duduk di sampingnya lagi. “Kalo aku jadi minum… terus bereaksi… buat membuktikannya gimana kalo jamu buatan mbak itu benar-benar berkhasiat” goda Anton. “Ya sama pacarnya dong… maunya sama sapa?” pancing Inah gantian. “Gimana kalo sama mbak aja… soalnya pacar yang mana juga bingung aku” tembak Anton sekenanya. “Jangan ah… entar kedengeran sama tetangga lho” jawab Inah tanpa nada penolakan. Kemudian Inah mengambil botol dari bakul dan meracik ramuan Sehat Lelaki. Anton bangkit dari tidurnya kemudian mendekati tempat Inah duduk, dibelainya kepala gadis itu dengan lembut. “Jangan mas… genit ah… entar aku teriak lho” ancam Inah jinak-jinak merpati. “Teriak aja… paling gak ada yang keluar… orang ujan-ujan begini… pada males orang keluar” tantang Aton. Kemudian belaian Anton turun ke pipi Inah terus ke leher jenjangnya. “Masss… geli ahh.. entar tumpah nih gelasnya” ancam Inah. “Kamu cantik lho mbak… kok bodoh sekali ya bekas suamimu itu” rayu Anton, “Soalnya janda itu kaya mas… sementara aku kan cuma orang desa yang gak punya apa-apa” jawab Inah sembari memberikan gelas berisi ramuan jamu kepada Anton. “Nih… minum dulu ramuannya… ditanggung ces pleng…” jawab Inah tanpa di sadari. “Hee… berarti mau dong ngebuktiin khasiatnya” tembak Anton setelah meminum habis ramuan jamu tersebut. “Eh… ya nggak gitu… nyobanya gak sama aku” elak Inah merasa di tembak Anton. “Sekarang pijitin bagian depannya dong mbak, khan gak imbang kalo cuma belakangnya aja yang di garap” pinta Anton. “Depannya minta di kerok sekalian mas?” tanya Inah. “Nggak usah di kerok… pijitin aja” kata Anton.

Pijitan Inah di dada Anton, kembali membuat pemberontakan adiknya di dalam sarung. Tangan kanan Anton kembali meraba pipi halus Inah, wanita itu terdiam. Kemudian Anton menelusuri rabaan mulai turun ke leher Inah, perlahan tapi pasti dibukanya kancing kebaya Inah, Inah menoleh ke samping, dadanya bergemuruh, dirasakan semua bulu kuduknya berdiri, sensasi ini telah lama ia rindukan, semenjak bercerai dengan suaminya setahun lalu, tidak ada tangan laki-laki lain yang menyentuh tubuh sintalnya. Anton merasakan deru nafas Inah yang mulai tidak teratur, dalam hati Anton bersorak… kena lo sekarang…! Dirabanya bukit kembar satu persatu. Anton tidak mau terburu-buru, diraba dengan bra yang masih terpasang. Rona wajah Inah semakin nyata, “Masss… jaaangaannnn… mass… nanti dilihat orang” erang Inah sembari menahan gejolak dalam dirinya tanpa menepis tangan Anton. Anton tidak menjawab, perlahan di bukanya kebaya Inah mulai dari pundak. Inah mencoba untuk menahan tangan Anton, kemudian Anton bangkit dari tidurannya, Inah memiringkan wajahnya seolah takut berhadapan dengan wajah Anton yang tinggal beberapa senti lagi darinya. Anton meraih dagu wanita itu, perlahan dipalingkan wajah Inah tepat dihadapannya, kemudian Anton mendekatkan bibirnya mengecup bibir Inah, Wanita itu menolak, tetapi hanya sesaat, kedua tangan Anton memegang pundak wanita itu dan dilanjutkannya mengecup bibirnya, bergetar bibir wanita itu dirasa menambah nafsu Anton, perlahan dibukanya bibir itu dan dikulumnya lidah wanita itu, terlihat Inah mulai menikmatinya sambil memejamkan mata. Kedua tangan Anton menurunkan kebaya yang dipakai Inah, tanpa perlawanan lagi. Sembari mereka saling berpagutan, dicarinya pengait bra di punggung wanita itu dan berhasil dibukanya, perlahan diturunkannya tali di atas pundaknya ke samping dan turun ke bawah. Anton terhenyak tanpa melepaskan pagutannya, bukit kembar wanita itu masih kencang, bulat dan mengacung putingnya menantang, kemudian dirabanya kedua bukit itu disertai erangan kecil Inah. “Masss… aku takuuutt…” erang Inah. “Sssstttt… enggak pa pa kok… nikmatin aja ya sayang” ujar Anton menenangkan wanita itu.

Kemudian Anton mengambil tangan kiri Inah yang kemudian diletakkannya di atas sarung tepat di senjata Anton. “Mass… gak pake celana dalam ya…?” tanya Ginah sembari mengelusnya dari luar sarung. Anton hanya tersenyum, kemudian diapun berusaha untuk melepaskan kain yang masih dikenakan Inah. Setelah kain terlepas… Anton tidak dapat menahan gelinya, “Kamu juga gak pake daleman ya…? tanya Anton dengan geli.

“Memang rata-rata tukang jamu itu tidak memakai celana dalam mas” jawab Ginah ketus, giliran Anton yang kaget dan melongo… Gila!!! Perlahan ditatapnya wajah Inah, perlahan tapi pasti tangan Anton merenguh bahu wanita itu dan perlahan-lahan merebahkannya ke lantai. Anton mulai meraba kedua bukit kembar Inah, sementara wanita itu memalingkan wajahnya menghindar tatapan Anton, di pegangnya tangan Anton tetapi tidak bermaksud untuk melarang. Anton memang pandai memanjakan wanita, walau dirasa tubuh wanita itu sedikit berbau ramuan jamu, tidak mengurangi nafsu Anton untuk kemudian menjilatinya. Dimulai dari leher jenjang wanita itu, kemudian perlahan turun pada dua bukit kembar, kembali lidah Anton menyelusuri gundukan bukit itu satu persatu yang diakhiri dengan sedotan diujung putingnya.

Terdengar erangan wanita seperti kepedesan, kedua tangannya telah beralih ke rambut gondrong Aton dengan sedikit jambakan. Lidah Anton meneruskan gerilyanya, turun ke arah pusar Inah, terlihat Inah demikian menikmatinya, kegiatan yang tidak pernah dilakukan suaminya dahulu, karena suaminya hanya memaksa bila ingin dipenuhi kebutuhan sahwatnya tanpa Inah merasakan nikmatnya berhubungan insan berlainan jenis.

Tangan Anton kembali meremas bukit kembar Inah, sementara jilatan Anton telah mendekati sasaran di sarang kenikmatan Inah. Luar biasa… bulu kemaluan Inah demikian lebatnya, menambah sensasi tersendiri buat Anton. “Eh… masss… mau ngapaiiinn…? selidik Inah di atas sana.

Anton tidak menjawab, tangan kanannya berusaha menyingkap bulu lebat Inah untuk menemukan kenikmatan gadis itu. “Jangan masss… kotooorrr… achhh…” erang Inah menahan gejolak yang untuk pertama kali dirasakan sensasi itu. Anton hanya melirik ke atas, dilihatnya mata wanita itu terpejam kenikmatan. “Masss… ediaaannn… uenakeee… ssshhh… aaahhh… emmmhhh masss…” jerit tertahan Inah sembari menjambak rambut Anton. Lidah Anton menemukan klitoris Indah, dijilat, dipluntir dan sesekali dihisap lembut, sehingga tak lama membuat Inah kelojotan.

“Masss… gak kuaaat… mauuu pipp pisss…” teriak Inah sambil berusaha menyingkirkan kepala Anton dari kemaluannya. Anton menolak dan semakin kuat membenamkan wajahnya kedalam kemaluan Inah. Tak lama kemudian Anton merasa kalau kepalanya sedikit sakit akibat jepitan paha Inah, tetapi di tahannya, karena Anton tahu bahwa wanita ini mengalami orgasme yang teramat hebat dan dahsyatnya. “Achhh… emmmhhh… masss…sss…sss acchhh…” jerit tertahan Indah mengiringi orgasme yang baru sekali ini dialaminya, seolah copot semua persendian di tubuhnya. Sensasi apa ini, yang tak mampu dicapai oleh pikirannya, karena tidak pernah di dapat dari mantan suaminya dulu. Inah terkapar kelelahan,

Anton memeluknya, dielusnya rambut dan pipi Inah, sementara Inah kehabisan nafas, seakan habis puluhan kilometer dia lari…



POSISI DOGIE STYLE

“Gimana rasanya mbak?” tanya Anton beberapa saat kemudian setelah Inah terlihat telah dapat mengatur nafasnya. “Masss… tadi itu rasanya seperti apa ya…? tanya Inah kebingungan disela nafas yang masih tersengal. “Sssst… sudah tak usah diungkapkan… pokoknya dirasain aja ya…” jawab Anton menenangkan Inah. Beberapa saat kemudian Inah telah normal kembali pernafasannya dan bangkit duduk di samping Anton. “Kok mas gak jijik sih nyiumin pepekku” tanya Inah yang membahasakan kemaluannya dengan pepek. Anton tidak menjawab, malah dia bertanya pada Inah “Inah bener… belum pernah merasakan seperti tadi ya?” “Bener mas, soalnya suami Inah itu Peltu” jawab Inah. “Peltu??? emangnya suami Inah itu aparat?” goda Anton. “Bukan… nempel metu…” jawab Inah tersipu. “Ha… ha… ha…” tawa renyah Anton. Inah sudah tidak malu-malu lagi, perlahan tangan kanannya meraih senjata Anton yang masih tegak berdiri, “Mas… punyanya kok panjang begini ya” tanya Inah sembari mengelus senjata Anton. Anton tersenyum, diberinya ruang untuk Inah dapat sepenuhnya menikmati senjata Anton.

Kemudian perlahan dan agak ragu, Inah mendekati senjata Anton ke wajahnya, matanya melirik Anton seakan meminta persetujuan Anton, Anton tersenyum dan mengangguk. Dengan tidak buru-buru, dimasukkannya kepala senjata Anton ke dalam mulut Inah, Anton terpejam merasakan sensasi bibir Inah sembari mengelus rambut wanita itu, luar biasa… katanya tidak mempunyai pengalaman,

tetapi dalam urusan sedot-menyedot… rupanya Inah juga jagonya, bathin Anton, mungkin ini yang dinamakan bakat alam, tanpa dipelajari sudah berjalan secara naluri.

Anton masih bermain dengan pikirannya, sementara Inah mengulum senjatanya. Sosok Inah di mata Anton seolah tidak bedanya dengan cewek-cewek kencannya, tetapi Inah mempunyai nilai plus. Di samping Inah hanya seorang tukang jamu, tetapi dalam merawat tubuh tidaklah kalah dengan cewek kuliahan, Kulit Inah putih bersih dengan bulu-bulu halus di sekujut tubuhnya, ketiak yang tidak dicukur tetapi rapi memberi kesan tidak jorok, sementara bulu kemaluan yang lebat sampai ke belakang. Anton terhenyak melihat Inah terbangun dari kulumannya di senjata Anton. “Kenapa mbak?” tanya Aton, “Pegel mas mulutku, habis gede banget sih senjatanya” senyum Inah malu-malu. “Oke, sekarang mbak tiduran, aku masukin ya senjataku ke pepek embak” kata Anton. Tanpa perlu menjawab, Inah merebahkan tubuhnya memasang posisi, kemudian Anton mulai menusukkan senjatanya kedalam kenikmatan Inah.

“Auuu… pelan-pelan ya masss… masukinnya… maklum dah lama gak di pake?” meringis Inah merasakan moncong senjata Anton memasuki lubang pepeknya. Setelah di rasa cukup masuk dan menyesuaikan di dalam lobang kenikmatan Inah, mulailah Anton memaju-mundurkan senjatanya.

“Ssshhh… enaaak masss… terusss… yang dalammm masss…”erang Inah keenakan. Anton mulai berkeringat, walau udara di kamar sebetulnya cukup dingin, mungkin karena jamu yang diminum tadi sudah bereaksi. “Gila nih lobangnya mbak… adikku kamu jepit pake apa sih mbak” kata Anton disela aktifitasnya memaju mundurkan senjatanya, “Ah… mas Anton ini lho.. sempet-sempetnya bercanda… enggak kok mas… barangku enggak ada alatnya… cuman bisa njepit aja” bangga Inah. “Ini yang dinamakan orang ‘Empot Ayam’ ramuan Madura… khan ada jamunya juga mbak” kata Anton. “Iya mas… aku rajin minum juga… cuman gak tau namanya apa… soalnya itu jamu warisan nenekku yang memang masih ada keturunan Madura…” jawab Inah sembari merasakan sensasi kembali.

“Accchhh… masss… aku moo pippiisss lagiii… aahhh…” untuk kedua kalinya Inah melenguh panjang, pertanda telah sampai orgasme nya yang kedua. Dijepitnya pinggang Anton… dipeluknya dada Anton, seolah mau melumat tubuh kurus Anton, Anton sedikit meringis merasakan jepitan kaki Inah dan pelukan tangan Inah di tubuhnya, tetapi Anton mengerti akan kenikmatan Inah, maka dibiarkannya wanita itu menjepit tubuhnya. Setelah beberapa saat Anton memberi waktu untuk Inah mengembalikan nafas liarnya, ia berinisiatif untuk merubah gaya, disuruhnya Inah untuk nungging membelakanginya, Anton melakukan dogy style. Inipun sensasi lain yang dirasakan Inah, baru dengan Anton ini ia merasakan indahnya persetubuhan.

Anton pun merasakan sensasi lain dari jepitan lubang Inah, dengan posisi ini, lubang kemaluan Inah semakin dirasakan sempit, sedikit mengalami kesulitan bagi Anton untuk memaju-mundurkan senjatanya, walau lubang Inah sudah sedemikian basahnya akibat orgasme Inah tadi. Tangan Anton memegang pinggul Inah, sedangkan Inah memeluk bantal sembari mengerang kenikmatan, “tusuk yang dalammm… masss… ssshhh…. Akhirnya Anton memacu semakin cepat dengan tujuan untuk mencapai puncak kenikmatan bersamaan, kali ini. “Masss… pippiiisss… lagi nihhh akuuu…” desak Inah, “sabar sayang… mas juga mau keluar nihhh… ayuuukkk… aaahhh… Naaahhh” lenguh Anton. demikian juga Inah yang semakin liar memeluk serta menggigit sarung Aton, “aaacchh… emmmhhh… enghhh… masss…”

Keduanya terkapar di kasur dengan deru nafas yang saling berlomba, Inah memeluk Anton, Anton membelai rambut lurus Inah. Mereka saling mendekap, berpagutan, disela deru nafas mereka berdua, hujan deras di luar. Tetapi di dalam kamar telah terjadi kehangatan yang dahsyat. “Mbak, gimana rasannya dengan gaya kayak barusan tadi?” tanya Anton memulai pembicaraan. “Sungguh mas, baru kali ini saya merasakannya dan ternyata luar biasa, seperti pengen mengulang terus dan terus” jawab lugu Inah. “ha… ha… ha… kayak iklan aja nih…” gelak Anton. “Kalo mas Anton udah berapa cewek yang mas Anton puasin?” selidik Inah sembari memainkan puting susu Anton, “Hemm… berapa ya…” jawab Anton seolah berpikir, “tau ah… saking banyaknya”. “dasar laki-laki buaya” geram Inah sembari mencubit dada Anton. “Trus… kebanyakan cewek-cewek itu juga puas mas…?” tanya Inah sedikit cemburu, “seperti jawabanmu bila kamu di tanya sama orang, pasti jawabannya… Luar Biasaaa…” jawab Anton geli sembari mencubit mesra hidung Inah. “Mas Anton gak punya cewek yang diseriusin ya?” kejar Inah lagi, “mana ada yang bisa serius dengan aku… kebanyakan cewek yang deket sama aku juga paling-paling minta dipuasin nafsunya” elak Anton. “Nakal ya mas Anton ini…” gemes Inah sembari mencubit senjata Anton. “Ha… ha… ha… memang itu yang mereka inginkan.. kebanyakan mereka nggak kangen sama aku,,, tetapi kangen sama burungku… ha.. ha… ha… canda Anton sambil terkekeh renyah. “tapi suatu saat nanti… pasti lah aku cari pendamping yang setia… mungkin seperti kamu mbak… selain manis, putih, pintar memijit dan piawai dibidang jepit-menjepit…” aku Anton sembari memeluk dan mengelitik payudara Inah. “Gombal…” jawab Inah sembari berusaha melepaskan diri dari dekapan kelitikan Anton yang sengaja menyenggol payudaranya.



SENSASI BIBIR BAK MANDI

“Mas… aku ke kamar mandi dulu ya, lengket rasa sekujur tubuh nih… pinjam handuknya boleh mas? tanya Inah sembari bangkit menuju kamar mandi, “Tuh di depan kamar mandi… handukku warna merah” jawab Anton. Memang diakui Anton bahwa jamu ramuan mbak Inah memang terbukti khasiatnya, Anton merasa cairan yang dikeluarkannya begitu banyak dan kental, serta pegal-pegal di badannya seketika hilang tak dirasa. Entah membayangkan sensasi apa yang ada dalam tubuh Inah, Anton merasa senjatanya bangkit berdiri kembali, gila nih jamu… dah minta jatah lagi adik gua. Anton bangkit dari tidurannya dihampirinya Inah yang sedang berada di kamar mandi, “lho… kok gak ditutup pintunya mbak?” tanya Aton geli dan melihat Inah sedang jongkok mengguyur air di sekujur tubuh mulusnya. “Katanya gak ada orang… makanya gak aku tutup pintunya, lho… kok sudah mengacung lagi mas senjatanya?” goda Inah sembari melihat kemaluan Anton yang tegak berdiri. “Iya nih… tanggung jawab lho mbak… gara-gara jamunya nih… adikku minta jatah lagi” protes Anton. “Aduh kacian… sini-sini mbak angetin…” bujuk Inah sembari meraih kemaluan Anton dan segera dikulumnya.

“Ahhh… sssttt… enak mbak” lenguh Anton sembari mengelus rambut Inah, slruuup… slruup… ck..ck..ck.. bunyi mulut Inah terganjal kemaluan Anton.

Setelah beberapa saat dirasa cukup oleh Anton, dipegangnya pundak Inah, dibimbingnya Inah untuk berdiri, kemudian diputarnya tubuh Inah membelakanginya, dengan tubuh basah Inah, Anton memeluk Inah dari belakang. Dicumbunya leher wanita itu dan dijilatnya rambut kalong Inah, sementara kedua tangannya menyusup dari bawah ketiak Inah dan menuju kedua bukit kembar Inah. Inah merasa tersanjung, diangkatnya kedua tangannya dan dipegangnya kepala Anton sembari melenguh kegelian “Masss… ennaaakk… ssshhh… geliii masss…” Puting susu Inah mengencang, mengeras disela jemari Anton. Dia memang lelaki hebat yang bisa memanjakan wanita kagum hati Inah serasa melambung ke langit ke tujuh belas… “Mbak… coba membungkuk sedikit… pegangan di bibir bak mandi… kakinya direnggangkan sedikit ya sayang” pinta Anton yang dituruti Inah dengan sedikit bingung. Kemudian Anton jongkok di belakang Inah, kedua tangan Anton meraba pantat Inah dan membelahnya layaknya membelah durian tetapi perlahan dengan perasaan.

Kemudian Inah menjerit kecil, setelah dirasa ada benda basah tetapi hangat menyentuh lubang duburnya, ditengoknya kebelakang, ternyata Anton sedang bermain lidah di lubang duburnya. Inah kaget, tetapi menikmati sensasi lain yang tak kalah luar biasanya, Inah merasa geli yang tidak tertahan tetapi nikmat, dengan tidak sengaja Inah menggoyang-goyangkan pantatnya ke kiri dan ke kanan karena kegelian. Ceplak… cepluk… bunyi lidah Anton menjilati lubang dubur Inah yang diselingi turun ke arah lubang kenikmatan Inah yang sudah terlanjur banjir. Tanpa di sadari Anton, tangan kanan Inah berpindah ke selangkangannya sendiri, dipijitnya klitoris Inah sendiri. “Masss… enaakk… masss… emmmhhh… ” erang Inah sembari menggigit bibir. Kemudian Anton bangkit berdiri, diciumnya bibir Inah dari samping sembari berkata “Enak mbak… emmmhhh…”, “Enaakkk masss… jawab Inah malas. Kemudian Anton kembali ke belakang Inah,

perlahan tapi pasti dimasukkannya kemaluan Anton ke lobang kenikmatan Inah. “Ssshhh… masss… yang dalaaamm yahhh…” rintih Inah masih dengan posisi setengah terbungkuk. Plok… plok… plok… bunyi suara maju mundur Anton memompa yang mengenai pantat Inah membuat suasana menjadi semakin panas., sekarang dengan bercampurnya lendir kenikmatan Inah dan air dari bak mandi, dirasa Anton tidak begitu sulit seperti tadi di kamar tidur.

Hujan di luar kosan masih deras… sehingga erangan Inah tidak begitu terdengar, kalah dengan derasnya hujan yang turun di atas kamar mandi yg tertutup seng. Irama jatuhnya hujan di atas seng, teriakan nikmat Inah semakin menambah irama Anton dalam memacu tusukan senjatanya pada lubang kenikmatan Inah, Inah semakin liar bergoyang, ke kiri ke kanan, ke atas bawah, kadang membuat gerakan memutar seolah memeras kejantanan Anton.

“Masss… Inahhh nyampeee lagiii masss… ssshhh… aaahhh” lenguh Inah mencapai klimaksnya. Anton menarik erat pinggul Inah, didorongkannya kemaluan Anton ke dasar lubang Inah semakin dalam sembari ditahan di dalamnya sembari dirasakan beberapa kedutan liang kenikmatan Inah yang berkontrasi meluapkan gairah orgasmenya, benar-benar empot ayam nih cewek… sorak hati Anton, Inah KO keempat kalinya.

Dicabutnya batang kemaluan Anton, dan sekarang posisi bergantian. Anton duduk di tepi bak mandi, sementara Inah jongkok di hadapan Anton. Kemudian Inah memasukkan kemaluan Anton ke dalam mulutnya,

mengulumnya dan memaju-mundurkan batang kemaluan Anton. Inah marasa kondisi Anton tak lama lagi mendekati klimaks, Inah mau memberi service dengan tetap mengulum kemaluan Anton serta membiarkan Anton mengeluarkan orgasmenya didalam mulutnya, dan “achhh… ssstttt… mmmbaaakhh… aagghhh… aku keluaaarrr…” dengus Anton mencapai puncak, sembari memegang kepala Inah serta mengacak-acak rambutnya, senjata Anton tetap di dalam mulut Inah, hingga tetes mani terakhir dan langsung ditelannya. Sensasi luar biasa dirasakan Anton sembari melihat bagaimana Inah mengulum penisnya seperti seorang anak kecil mendapat sepotong es krim kesukaannya. Setelah beberapa saat, di sela nafas yang muali teratur, Anton bertanya kepada Inah “Enak mbak…?”, “he-eh… asin tapi gurih mas…” senyum Inah puas sembari membersihkan sisa sisa lendir dengan lidahnya di sekitar batang kemaluan Anton dan menelannya.

“Baru ini pula aku merasakan sperma laki-laki, ternyata gurih ya mas ya…” pengakuan Inah sembari terus mengelus dan memijit batang kemaluan Anton. Setelah selesai keduanya membasahkan tubuh masing, saling menggosok, meraba dan membersihkan cairan sabunnya.



KULUMAN BONUS

Keluar dari kamar mandi, Inah menuju meja rias di dalam kamar Anton, sementara Anton berjalan ke dapur guna memasak air untuk membuat teh manis hangat. Sesekali diliriknya Inah dari dapur ke dalam kamar, Inah duduk membelakangi Anton sembari mengeringkan rambut dengan handuk tanpa sehelai benang pun menutupi tubuh sintalnya. Melihat pemandangan itu, Anton terpana dari tempatnya membuat teh, gila perfect banget tuh body batin hatinya, orang gak akan nyangka bahwa tukang jamu memiliki body yang aduhai, apalagi barangnya… bisa memijit pula… mungkin karena setiap hari berjalan dan membawa beban di punggung, yang tanpa disadari sudah merupakan olah raga sex… masih dalam pikiran Anton melihat pemandangan Inah dari belakang.

“Mbak… nih teh hangatnya… aku cuman bikin satu buat kita berdua ya… biar tambah mesra… bukannya pelit lho” canda Anton sembari membawa teh hangat yang diletakkan di atas meja rias. Anton meraih kursi dan duduk di sebelah meja rias yang sedang dipakai Inah untuk mengeringkan rambut, dipandanginya Inah dari sisinya duduk. “Ah… mas… kok ngeliatin Inah terus sih… Inah kan malu…” celoteh Inah manja sembari mencubit pipi Anton. Anton hanya tersenyum dan mendekati bibir wanita itu serta mengecupnya dengan mesra. Ketika Inah menyisir rambutnya, otomatis siku tangannya terangkat ke atas dan memperlihatkan ketiak Inah yang ditumbuhi bulu tetapi tidak lebat sehingga tidak memberi kesan jorok. Anton meraih ketiak Inah, dielusnya bulu-bulunya, “gak pernah dicukur ya mbak”. “Mana sempet mas… gak ada waktu ngurusin diri” bela Inah.

Anton kembali memperhatikan Inah menyisir rambutnya, begitu pandangan Anton ke bawah, dilihatnya payudara Indah bergoyang ke kiri kanan, menambah pemandangan menjadi panas kembali. “Mbak… adikku bangkit lagi nih…” bisik Anton sembari memberi kode liwat tatapannya ke arah kemaluannya. “Ihhhh… tuh kan… baru percaya sama ramuan jamuku…” gemas Inah sembari mencubit dan mengelus kemaluan Anton. “Gimana kalo mau minta jatah lagi” harap Anton, “Aduh… khan udah mandi mas, lagian aku capek banget nih sampe berasa copot semua tulangku mas” elak Inah. Tetapi Inah bangkit dan berjongkok di depan Anton, “Ya deh… ini tanggung jawabku… aku kulum lagi aja ya mas… kasian klo gak bisa tersalur” jawab Inah memberi solusi.

Anton hanya tersenyum sembari melihat lagi Inah mengulum kemaluannya, dielusnya rambut Inah. Inah memang cepat bisa, sedotannya membuat Anton tidak dapat bertahan lama, dan memang ini yang dimaui Anton, karena ia berpikir bila hanya dia yang bermain tidaklah terlalu nyaman. “Mbak… achhh…” jerit Anton mengiringi orgasmenya kali ini yang seperti tadi langsung ditelan habis Inah.

“Kok cepet keluarnya sekarang mas?” tanya Inah tersenyum. “Sengaja, habis klo main sendiri gak enak lah rasanya, makanya aku kosentrasi supaya cepet keluar” bela Anton. “He… he… he… khan masih ada besok lagi mas…” kata Inah sembari membersihkan kemaluan Anton dengan tisu yang berada di atas meja tersebut, sembari mencium mesra pipi Anton.

“Udah… tidur sini aja mbak, aku kelonin deh” rayu Anton melihat Inah mulai memakai bra kain dan kebayanya setelah dia membersihkan diri di kamar mandi sekali lagi. “Endak ah mas… gak enak sama teman kos saya” jawab Inah mengelak ajakan Anton. “Tapi besok… kalo saya kangen sama mas.. boleh ya saya main ke sini…” pinta Inah memelas, “Oke aja… kalo pas saya ada di kosan, biasanya sih suka keluyuran” jawab Anton seenaknya. “Sekarang saya tinggalin lagi jamunya ya mas, siapa tau ada yang butuh kehangatan mas Anton lagi he… he… he…” canda Inah setelah dia selesai memakai semua pakaiannya sembari mengangkat bakul berisi jamunya. “Berapa semuanya mbak…?” tanya Anton sembari membuka dompet untuk membayarnya. “Sudah mas… saya kasih gratis… soalnya saya sudah dapat kepuasan yang selama ini gak saya dapetin” tolak Inah halus, “Yang bener nih mbak… mosok dah disuruh ngerokin sama ngelonin… kok gak mau di kasih uang sih?” protes Anton. “Alaaahh… saya tau kantong Mahasiswa… paling juga recehan doang isinya… ha… becanda lho mas… serius kok mas… aku yang terima kasih… mas Anton bisa mengerti perasaan wanita, salam aja ya mas buat temen kencan mas yang lain” goda Inah sembari pamitan keluar kamar. “Eh… sebentar mbak!” seru Anton setelah memakai kain sarungnya kembali, Inah berhenti, kemudian Anton mendekati Inah memeluk wanita itu dan memberi kecupan lembut di bibir Inah sembari menyelipkan sejumlah uang ke dalam bra Inah dan berkata “Sekali ini jangan menolak ya mbak… saya bersalah jika tidak memberi ini mohon jangan anggap sebagai imbalan jasa… tetapi rasa sayang saya dan sebagai rasa terima kasih buat embak”. Inah terpaku dan menatap Anton, tak dinyananya bahwa lelaki ini selain ganteng, pemberi kepuasan dan baik hati terhadap wanita, ah… seandainya…. Inah tidak mampu melanjutkan impiannya yang dianggap mustahil bagi dirinya, tak terasa menetes air mata harunya. Anton mengusap air mata Inah dan mengecup kening Inah, “Sudah ya sayang… gak usah nangis… semoga besok kita bisa lebih panas lagi” goda Anton menghibur Inah. “Ma kasih ya mas” pamit Inah meninggalkan kos-kosan Anton.

Anton terpaku melepas kepergian Inah, hujan baru saja berhenti, waktu menunjukkan pukul sepuluh malam, gila dari jam lima sore tadi kita berdua main bathin Anton. Tetapi Anton merasa klo tubuhnya dalam kondisi puncak, dahsyat sekali ramuan mbak jamu tadi ya pikir Anton, besok kalau bertemu, aku akan minta lagi ah, pikir Anton sembari menutup pintu kos-kosan dan kembali ke kamarnya untuk tidur.



LAMUNAN MBAK ASTI

Siang… permisi dik…” sapa suara wanita di luar sana, terdengar jendela kaca diketuk orang. Anton menggeliat dari tidurnya, didengar suara sayup-sayup, setengah malas diambilnya sarung untuk menutupi burung yang bangun mendahului tuannya. “Sebentar mbak…” balasnya sembari membuka pintu kamar kosannya “Ohhh… mBak Asti… ada apa mbak, pagi-pagi gangguin orang tidur” canda Anton tersenyum melihat Asti, tetangga sebelah kosan Anton. “Pagi…? liat tuh… matahari juga udah mau nyampe di atas kepala…” kaget Asti. “Ah masa sih… kirain masih subuh…”jawab Anton sekenanya. “Ton… mbak mau pinjem tali buat jemuran ada nggak?” tanya Asti kepada Anton yang masih tampak belum sepenuhnya sadar. “Tali jemuran… buat gantung diri ya mbak ya…” goda Anton sembari menguap lebar sekali. “Uh… dasar pemalas… dah siang bolong begini masih ngigo… liat tu di luar matahari lagi mau keluar… mumpung ada panas, mbak mau jemur cucian yang dari kemarin gak kering-kering” gerutu Asti. Tiba-tiba Asti terkejut sembari memalingkan wajahnya yang berubah merona merah begitu dilihat sekitar selangkangan Anton tampak sesuatu benda mencuat layaknya tiang bendera. Anton menyadari perubahan wajah Asti serta seketika melihat ke bawah pas tepat di bawah pusarnya, “Ups… sori mbak… sebentar saya pake celana dulu…” seru Anton sembari berlalu masuk ke dalam kamarnya. Dasar bujangan… tapi lumaya gedhe juga punya tu anak… dalam hati Asti tersenyum sembari membayangkan tonjolan di kain sarung Anton tadi.

Anton memakai CD serta ke kamar mandi untuk sekedar cuci muka dan sedikit menyikat giginya, setelah itu kembali lagi dia menemui Asti di kamar tamu sembari membawa seutas tali jemuran di tangan kirinya. “Nih mbak talinya… mau di pasang sekarang? tanya Anton, “Boleh deh… sekalian minta tolong pasangin ya dik Anton.” senyum Asti diselingi lirikan kecewa ke arah selangkangan Anton yang sekarang telah normal kembali. Wah nakal juga nih cewek, gerutu Anton melihat kerlingan mata Asti ke arah selangkangannya. Anton mengikat salah satu ujung tali jemuran di batang pohon pepaya, setelah itu dia menyuruh Asti untuk mengikat ujung yang lainnya di pagar kawat. Asti memakai daster tipis longgar tanpa lengan, sehingga dari arah samping Anton sedikit mengintip seputar daging kenyal Asti, karena letak Anya agak membelakangi sinar matahari, Anton melihat siluet body Asti tanpa bra dan hanya mengenakan G-string hitam. Perlahan tapi pasti, senjata Anton bereaksi, secepat kilat Anton membuang muka. Tak lama Asti masuk mengambil ember berisi jemuran dan mulai menjemur pada utas tali yang tadi dipasang bersama Anton, sementara Anton memandanginya dengan duduk di kursi pendek depan pintu kamar tamu Asti. Anton memperhatikan celah disekitar ketiak Asti yang terlihat kecoklatan. Asti adalah istri simpanan seorang pejabat Kotamadya, sementara Asti kos di sebelah kosan Anton bersama adiknya yang sedang pulang kampung. “Dik Anton ngeliatin mbak terus ya…? selidik Asti sembari melotot ke arah Anton, “Ah… tau aja mbak” jawab Anton polos dan melengos. “Sudah masuk sana… tunggu mbak di ruang tamu aja, ada koran baru tuh di sana” jawab Asti menetralisir rona merah wajah Anton. Anton berdiri dan berjalan malas ke dalam ruang tamu Asti, diraihnya koran dan diselonjorkan tubuhnya di atas sofa.

Setelah semua pakaian terjemur, Asti menyusul Anton ke dalam ruang tamu sembari membawa segelas teh hangat dan diserahkannya kepada Anton. “Makasih mbak” jawab Anton sembari menghirup teh hangatnya. “Ton… semalem kok hot banget kedengarannya…”selidik Asti tersenyum dan melirik nakal ke arah Anton sembari meletakkan pinggulnya di depan Anton. Anton bagai disambar petir atas pertanyaan Asti yang diucap perlahan tetapi bagai petir di telinga Anton. Koran yang dipegang Anton disentak sembari melihat ke arah Asti serta bermaksud menanyakan arti pertanyaan melalui sorotan matanya. Asti hanya tersenyum, diambilnya gelas berisi teh hangat, disruputnya perlahan sembari pandangannya mencuri ke arah Anton. “Lho… mbak denger…? tanya Anton seperti kera kena tulup. Asti tersenyum, “Sering mbak denger suara-suara aneh dari rumah sebelah, terutama kamar yang bersebelahan langsung dengan kamar mbak” terang Asti. “Oh itu kamar Bowo mbak… kamarku masih beda dua kamar lagi dari situ” bela Anton. “Tetapi Bowo pulang kampung bersama Jaya khan…?” selidik Asti sembari melempar senyum penuh arti kepada Anton. “He… he… he… iya… tinggal aku sendirian malem itu” jawab Anton merasa tersudut sembari menggaruk rambut yang tidak gatal. Emangnya mbak Asti pulang jam berapa?, bukannya malam itu hujan deras mbak? kata Anton sembari mencari pembelaan diri. “Yaa… itu… mbak rencana nginep di rumah temen, tiba-tiba temen mendapat interlokal kalo adiknya sakit, akhirnya mbak memutuskan untuk pulang, tapi hujan gak reda-reda… setelah agak gerimis mbak panggil tukang ojek… pas sampe jembatan timur sana hujan kembali menderas… akhirnya tukang ojek mbak suruh aja langsung ke kosan… jadi mbak pulang sampe basah kuyub deh, basah luar dalem” jelas Asti kepada Anton. “Pantesan gak pake… pada dijemurin semua ya” goda Anton. “Ih… sialan… tau aja kamu, tetapi mbak pake G-string simpenan kalo mas Ary pas dateng lho” bela Asti. “Sama siapa malam itu dik Anton” selidik Asti kembali seakan tak mau ketinggalan momennya menggoda Anton. “Eenghh… sama Inah mbak…” aku Anton. “Haaaaa… kamu main sama Inaahhh…” pekik Asti menutup mulut bengongnya, “Emang kenapa mbak… kok kaget” tanya Anton tersenyum sinis kepada Asti. “Inah tukang jamu itu kan… Ton…?” tanya Asti seakan tidak menyangka atas pengakuan Anton. “Inah juga manusia khan mbak… dan jangan salah mbak… Inah ternyata wanita paling hot yang saya alami selama ini” bela Anton. “Masa sih Ton… kedengerannya emang hot banget sih malem itu… mana ujan deres lagi” kata Asti, “kalo dibading sama teman kencanmu yang lain… gimana Ton…? sambung Astia penuh rasa penasaran. “Putuuuuussss…. gak ada yang bisa nyedot-nyedot kaya si Inah mbak…. ha.. ha… ha… gelak Anton mengatasi penasaran Asti, tak tahan dicubitnya kaki Anton sembari memerah kedua pipinya. “Inah pernah kasih mbak jamu ramuan buat mas Ary, cuman masih mbak simpen di kulkas karena mas Ary tampaknya gak doyan” jelas Asti tanpa ditanya Anton. “Haaaa… masih ada gak mbak… jamunya ” pekik Anton kegirangan. Asti terheran melihat perubahan sikap Anton, “emangnya kamu tau jamu apaan tuh…?” selidik Asti. “Gara-gara jamu itu… aku menjadi pria sejati mbak…” jawab Anton tertawa lepas. “Masa sih Ton… bisa bikin cowok perkasa?” selidik Asti. “Tadinya aku sendiri juga gak gitu percaya mbak, tapi aku mau nyoba asalkan bisa langsung dipraktekin” jelas Anton. “Ooohh… pantesan… terus kamu nyoba sama Inah ya… karena gak ada lawannya…” ledek Asti paham. “Itulah mbak… tadinya hanya memandang sebelah mata sama Inah, jujur aja mbak… aku aja agak males-malesan mau mainnya, tetapi setelah main… aku kayak kena pelet… pingin ngerasain lagi tubuh Inah” aku Anton. “Wah jangan-jangan kamu dipelet si Inah Ton” curiga Asti. “Jelas aku kepelet mbak… bayangin aja rasa senjataku dijepit barangnya Inah… seperti empot ayam” jawab Anton mematahkan kecurigaan Asti. “Bisa seperti empot ayam beneran dik… barangnya si Inah…?” penasara Asti sembari melotot kepada Anton. “Yah gitu deh…” ledek Anton. Sialan nih anak, ngerjain aku aja batin Asti, diraihnya bantal di kursi dan dilemparkannya ke arah Anton diiringi derai gelak tawa Anton. Anton kemudian meneruskan membaca koran, sementara Asti melamun.



ERANGAN MBAK ASTI

Asti menerawang jauh pandangannya ke arah depan ruang tamunya, Anton melirik dari sebelah halaman koran yang dibacanya sambil diangkat, sehingga Asti tidak melihat arah pandangan mata Anton, Anton tersenyum melihat Asti melamun. “Mbak… mas Ary dah berapa lama enggak dateng…?” tanya Anton memecah lamunan Asti. Ditariknya nafas dalam-dalam, “Tauk dik… katanya dines keluar negeri sampai 3 bulan… keluh Asti. “Waduh… gimana urusan ranjang didalam kelambu tuh mbak” goda Anton. “Mbak selama ini pake alat kok dik…” jawab Asti enteng. “Apa enaknya pake benda mati kayak gitu” ledek Anton, “Eh mbak beli yang pake vibrate lho dik, jadi bisa gerak-gerak” bela Asti. “Tetep aja monoton gerakannya… jawab Anton meledek Asti lagi. “Mbak… buat Anton aja deh jamunya si Inah… daripada gak diminum…”pinta Anton, “trus entar sama siapa musuhnya dik?” pancing Asti. “Siapa aja yang mau… soalnya lagi jomblo nih”jawab Anton seakan tau pancingan Asti. Asti bangkit berjalan menuju lemari es, membuka handle sembari setengan membungkuk mencari jamu tersebut. Anton disuguhkan pemandangan indah pinggang dan pantat Asti yang terkena imbas sinar dari dalam lemari Es, dan hanya bisa menelan ludahnya saja. Kemudian Asti memberikan gelas berisi jamu dan langsung dihabiskan Anton tanpa menunggu lama lagi, Asti hanya tersenyum melihat kelakuan Anton sembari berkata dalam hati bahwa anak muda ini memang urakan, tetapi baik hati dan yang lebih gemes lagi adalah gonta ganti pasangan tidurnya, sembari melirik kain sarung tepat di tengah selangkangan Anton dan membayangkan isi yang terkukung di dalamnya, tiba-tiba Asti merasa ada sesuatu yang basah keluaar dari kemaluannya… ups.

“Gimana rasanya dik…?” tanya Asti, “pahit lah jawab Anton sembari menyruput sisa teh manisnya tadi untuk menghilangkan rasa pahit jamu itu. Asti bangkit dari duduknya, memandang ke arah Anton sembari tersenyum penuh arti, dibalikannya badannya kemudian menuju kamar tidurnya sembari memegang kedua bongkah pantatnya yang seksi. Anton mengikuti dengan pandangan kedua bola matanya, wah mancing lagi nih cewek. tetapi Anton tidak terbawa oleh pancingan Asti sementara dibiarkannya Asti dengan pikirannya sendiri, sementara Anton kembali membaca koran sembari menunggu reaksi jamu yang telah tandas diminumnya.

“Dik… dik Anton…” terdengar suara dari kamar Asti, “Ya mbak… jawab Anton tetap tidak beranjak dari duduknya. “Kesini sebentar dong…” suara Asti agak manja, “Ya…” jawab Anton masih diam membaca. “Diiikkkk…” terdengar lagi suara Asti dari dalam kamarnya. Dengan malas Anton bangkit dan berjalan ke arah kamar Asti, “Ada apa sih mbak…” tanya Anton sembari melihat Asti tiduran membelakanginya. “Tolong tutup dong pintu depan dik… nanti setelah itu kemari lagi ya…” jawab Asti tanpa merubah poisi tidurnya. Anto berjalan menuju ruang tamu kemudian menutup serta mengunci pintu utama, setelah itu Anton kembali ke kamar Asti, didekatinya wanita itu dan duduk di pinggir tempat tidurnya, “udah saya tutup mbak… pintunya” jawab Anton sembari meraih pundak Asti yang kemudian dipijitnya. “Ssshhh… enakkk dik Atooon… ssshhh…” desah Asti menggelinjang, “Kemarin main ujan-ujanan sih… masuk angin deh” kata Anton menganalisa sendiri. “Mmmhhh… ssshhh…” erang Asti tanpa menjawab komentar Anton. “Aku buka dasternya ya mbak ya… biar langsung kerasa di kulit pijitanku…” pinta Anton, “terserahlaaahhh…” jawab Asti malas. Kemudian Aton menarik tali daster dipundak kanan-kiri Asti serta menurunkannya, sementara Asti agak terangkat sedikit tubuhnya memberi keleluasaan Anton untuk menurunkan dasternya, Anton menurunkan sebatas pinggangnya, kemudian mulai memijat lagi. Benar dugaan Anton sebelumnya tadi bahwa Asti tidak mengenakan bra, tampak kulit coklat manis punggung Asti yang masih kencang di usianya ke 29 tahun tanpa anak. Anton memijat dari atas punggung hingga sekitar pinggang, pijatannya membuat Asti mendesis keenakan, “ssshhh… ennaakkk Toonnn… ssshhh”.

Anton yang ahli dalam memanjakan wanita-wanitanya, ia mengerti sedikit masalah pijat memijat, ilmunya didapat ketika dia mengikuti kursus sebagai pecinta alam di kampusnya. Sedikit demi sedikit urat-urat Asti yang dirasa mengganjal atau menggrenjel di pijatnya sehingga menjadi lemas dan normal kembalidengan tak lupa sedikit sentuhan pada tonjolan daging payudara Asti. Perlahan ditariknya sisa daster yang tersisa di pantat Asti, Wanita itu membantu melancarkan aksi Anton dengan menaikkan pantatnya ke atas.

Tanpa melepas G-string wanita itu, Anton kembali memijat bongkahan pantat Asti yang bulat, segar dan indah. Perlahan diusap dan dipijitnya bongkahan itu sehingga menimbulkan reaksi yang besar buat Asti, erangan wanita itu semakin sering diselingi deru nafas yang memburu, “ssshhh… toonnn… jangan siksa mbaaakk dooonggg…” Anton memijit dengan kedua jempolnya tepat ditengah masing-masing bongkahan pantat kiri dan kanan, diyakini akan membangkitkan gairah sex wanita, terbukti semakin liar gerakan Asti diselingi erangan-erangan serta rintihannya.

Perlahan pijitan Anton turun ke paha, naik lagi ke pangkal paha, membuat Asti semakin menggelinjang tak berdaya.

Kemudian Anton membalikkan tubuh Asti, pandangan mata mereka beradu, Anton melihat pandangan Asti yang pasrah dengan mata hanya setengah terpejam menahan sesuatu yang akan meledak. “Kamu hebat Ton, bikin mbak terbuai dan penasaran. Anton memijat kening wanita itu, gerakannya menurun hingga keleher terus menurun hingga kebukit kembar wanita itu, Asti meraih tangan Anton dan menekan tangannya bila mendarat di kedua payudaranya seakan ingin mengatakan agar Anton meremasnya. Anton tanggap dengan reaksi Asti, perlahan diremasnya kedua payudara Asti, kedua mata wanita itu terpejam merasakan kenikmatan. Anton mendekatkan wajahnya ke puting serta mengulumnya. “Aahhh… hisssaaap yang kuaaat diiikkk…” pinta Asti kesetanan sembari menjambak rambut Anton. Anton memainkan pilinan lidahnya di puting serta seskali menghisap serta menggigit lembut puting tersebut.

Perlahan jilatan Anton turun ke pusar, tangan kirinya menyingkap penutup tengah G-string kemudian jilatan Anton mendarat pada bukit berbulu lebat milik Asti. Tanpa melihat dapat dipastikan lidah Anton menemukan tonjolan daging bulat sebesar kelereng di tengah-tengah lebatnya hutan Asti. proses ini membuat Asti menggelinjang disertai rintihan tertahan, “tekan yang kuat tooonnn… hisaapp… mmmhhhgghh… erangnya. Anton memainkan lidahnya di tonjolan daging kecil tersebut dengan sesekali digigitnya seperti tadi ia mempermainkan puting wanita tersebut.

Tak lama berselang Asti mengalami puncak orgasme yang diidamkannya beberapa hari terakhir ini, dengan menjambak dan menekan keras kepala Anton ke vaginanya ia berteriak “Aagghhh… ssshhh… aku sampeee tooonn… agghhh…” erangnya. Asti mencapai klimaksnya, sementara Anton menjilat habis tuntas cairan kenikmatan Asti tanpa bersisa sedikitpun, sungguh nikmat rasanya, pikir Anton.



PERMAINAN DILDO

Anton terpaku memandangi Asti yang sedang berpacu dengan nafasnya, ia melihat betapa wanita itu terpuaskan oleh jilatan Anton yang selama ini hanya didapat dari dildo miliknya. Perlahan Asti membuka matanya dan menatap Anton, Anton mendekati wajah wanita itu, lalu dikecupnya bibir wanita itu, kecupan itu mendapat respon dari Asti, keduanya terlarut dalam pagutan dalam. Tangan Anton meraba payudara Asti, sementara Asti membuka CD Anton dan memainkan penis Anton, Asti mendorong tubuh Anton dengan tangan kanannya, Anton menjauh, setelah itu Asti bangkit dari tidurnya dan tangan kirinya masih di penis Anton. Perlahan didekatinya penis Anton dan mulailah wanita itu mengulum penis Anton. Anton agak mundur sedikit memberi ruang buat Asti untuk mengulum penisnya.
Lima hingga sepuluh menit berlalu tanpa ada tanda Anton akan orgasme, pengaruh jamu dari Inah telah menunjukkan khasiatnya, sehingga sekarang agak lama mampu bertahan untuk menunda orgasmenya. Asti bangkit lagi dan tampak kelelahan, Anton menyadari keadaan Asti, perlahan diciumnya bibir Asti serta direngkuhnya pundak Asti dan menidurinya kembali, Anton naik ke tempat tidur, memegang kedua kaki Asti dan posisi di antaranya. Perlahan diarahkannya penis Anton memasuki lubang vagina Asti, sementara wanita ini pasrah dan hanya menuruti setiap gerakan Anton. “Auw… pelan-pelan tonnn… punyamu kering lagi tuh.” protes Asti merasakan perih karenna gesekan kepala penis Anton yang dirasa kering memasuki mulut lubang vaginanya. Anton mengambil ludah dari mulutnya dan melumurkannya di kepala penis, setelah itu perlahan diarahkannya penisnya kedalam lubang Asti, “sshhh… masuk toonnn… yang dalem ya sayang ooohhhh… hgghhh…”

Perlahan namun pasti Anton mulai memaju-mundurkan penisnya di dalam lobang vagina Asti, “sss sss hhh… au au au… hegghhh… aaahhh… mmmhhh… racau Asti sembari tangannya merentang dan meremas sprei kasurnya. “Toonn… mmhhh… aaakkuuu nyammppee lagii niihhh…” rintih Asti. “Nikmati dan keluarkan semua isinya mbak…” saran Anton kemudian sembari menambah frekuensi maju mundurnya penis, dan akhirnya Asti meraih serta memeluk erat Aton serta mendekapkan kakinya ke pantat Anton sambil meregang puncak orgasmenya. “Ahhhh….mmmhhh… aaahhhgghh..hhh” jeritnya, dengan posisi ini penis Anton semakin tertancap dalam di lubang vagina Asti. Untuk beberapa saat mereka terdiam dengan posisi masih berpelukan erat, hanya nafas keduanya yang terdengar saling berpacu. “Ton… kamu belum klimaks ya..?” tanya Asti kemudian, “Belum mbak… nah kan sekarang baru ngerasa keampuhan jamunya Inah…”puji Anton lanjut. “Sini mbak sedot aja dan keluarin di mulut mbak ya Ton” tawar Asti. Anton kemudia berdiri dan menyerahkan sepenuhnya batang penisnya yang masih tegak berdiri, “bantuin mbak dong… biar kamu cepet keluarnya ya Ton…” harap Asti dan dijawab dengan anggukan Anton. Kemudian Asti memasukkan kemaluan Anton ke dalam mulutnya, dihisap, dimaju mundurkan penis Anton di dalam mulutnya. Anton konsentrasi, semua perasaanya dicurahkan ke dalam penisnya sembari tangan kanan mengelus rambut Asti dan tangan kirinya meremas payudaranya, tak lama kemudian, “mbaakkk… sshhh… Antooon… nyampeee nihhh… heggghhh.. acchhh…. mmmmpphh…” erang Anton dan Crooot… crooot… crooott… tumpahlah sperma Anton di dalam rongga mulut Asti yang disedot habis sampai tak bersisa dan ditelannya air kenikmatan Anton.

“Hhhhh…. enak mbak… gak ada yang belepotan ke kasur…” puji Anton kemudian, “mmmmhhh… siapa dulu Ton… kata Asti memuji dirinya. “Wah… mbak Asti jago dalam urusan BJ yah… gimana mas Ary gak mlintir tuh sama sedotan mbak Asti…” puji Anton. “Bisa aja kamu” manja Asti sembari mencubit mesra penis Anton yang terlihat mengecil. “Mbak… kenapa gak dari dulu aja panggil aku bila mas Arynya gak ada…” tanya Anton, “Iiihhh… kamu… kayak gak tau siapa Anton itu…” cibir Asti. “He… he.. he… gitu deh…” tawa Anton sembari menggaruk rambut gondrongnya. “Mbak aku mau mainin dildonya ya…” kata Anton sembari meraih dildo di atas meja rias Asti. “Untuk siapa ton… kamu mau nyobanya…?” tanya Asti penasaran. “Coba nungging deh mbak… aku masukin dari belakang… kayaknya mbak Asti masih mau nambah orgasme lagi… mumpung punya mbak masih basah kuyub tuh” goda Anton. Tanpa menjawab Asti kemudian bangkit dan mengambil posisi doggie, perlahan dihidupkannya dildo di tangan Anton dan memasukkannya ke dalam lubang vagina Asti. Asti melenguh lagi, direbahkannya bahunya ke kasur, sementara tangan kanannya meremas payudara kirinya dan tangan kanannya meremas serta memijat klitorisnya sendiri. Anton dengan perasaan mamaju mundurkan dildo itu ke dalam liang vagina Asti. “Mmmmpphh… kerasan dikit dik Anton.. maju mundurinnya… sshhh… mmmhhhh….” rintih Asti keenakan. Anton mempercepat gerakan dildo di dalam rongga vagina Asti sembari senyum dikulum, pikirnya… dildo ini tak lebih panjang dari punyanya sendiri. Sementara dilihatnya Asti memejamkan matanya menikmati gesekan dildo di dalam vaginanya, Anton mengambil posisi berdiri membelakangi Asti, perlahan dan pasti dimasukkannya batang penis yang sudah berdiri tegak ke dalam vagina Asti sebagai pengganti dildo tanpa sepengetahuan Asti. “Mmmmhhh,,, teruusss… yang dalam… dikkk… achhhgghh…” erang Asti tanpa mengetahui bahwa posisi dildo telah tergantikan oleh penis Anton. “Dikkkk… mbakkk keluar lagi nihhh…. sebentar lagiiii… aaahhh.. mmmhhh… erang Asti meracu. Anton juga memacu kocokan penisnya di belakang Asti, dimaju mundurkan batang kemaluannya di dalam lobang Asti, disodoknya dalam-dalam batang penisnya di rongga wanita itu. Tak lama kemudia Asti melenguh panjang “aaaccchhh… nyampeeee tooonnn…”, “Acchh… mmmhhh…. ssshhhhh… mmmgghhh… Asti mencapai puncak orgasme lagi.

Asti pun ambruk didepan Anton berpacu deru nafas wanita itu, sampai akhirnya Asti kemudia bangkit dan bertanya kepada Anton, “kok tadi bisa penismu ton yang menusuk mbak, bukannya tadi kamu pake dildo” tanya Rita penasaran dan dipuncak orgasmenya tadi sempat melirik ke arah Anton, “He… he… he… iya mbak.. tadi sewaktu aku tusukkan dildo ke lubang mbak, eh punyaku tegang lagi, sementara mbak merem aku ganti saja dildonya dengan punyaku sendiri… he… he… he… jawab Anton. “Huuu… dasar Anton… Anton…” kata Asti sembari mengacak-acak rambut Anton, yang dengan segera ditariknya badan Rita dan berdua mereka bergumul di kasur. “Tapi lebih enakan punyaku khan sayang…” ujar Anton sembari mengelus wajag Asti, “He eh Ton… enakan punya kamu…” serunya sembari mengecup bibir Anto. “Kamu sendiri udah tegang lagi ya Ton, berarti memang jamunya si Inah bener-bener berkhasiat tinggi ya…” kata Asti sembari mengelus penis Anton yang tegak berdiri serta masih belepotan cairan Asti sendiri.



IDE MANTAB

Disaat mereka bercumbu, tiba-tiba terdengar tetesan air hujan, “dik… jemuranku belum diangkat… sebentar aku angkatnya dulu ya…” pekik Asti sembari bangkit berdiri dan langsung menyambar dasternya. Anton hanya tersenyum melihat tingkah Asti, dibaringkannya tubuhnya sembari mengelus penis yang masih tetap tegak berdiri sembari berkata dalam hati, memang hebat jamu si Inah… gimana kabarnya tu cewek, kok dah dua hari ini gak keliatan jualan ya. Sembari berbaring, diraihnya lagi dildo Asti, diperhatikannya serta ditekan tombol on, bergerak-geraklah barang itu, hmmm barang kayak begini kok disenangi Asti ya pikirnya… enakan juga punya gue… bangga hatinya. Diluar hujan turun semakin deras, sementara Asti telah kembali masuk sambil membawa ember berisi pakaian yang setengahnya sudah kering, Anton menoleh ke pintu kamar, dilihatnya Asti sedang menunduk menaruh ember membelakanginya serta kembali menjemur pakaiannya tetapi di dalam ruang tamu, tampak bongkahan pantat Asti yang pasti tidak ber CD di balik baju dasternya. Anton bangkit berdiri dan berjalan menghampirinya, dengan mesra dibelainya bongkahan pantat Asti dari belakang. “Seksi ya mbak… apalagi tanpa CD di dalamnya… “puji Anton di sela rabaannya, “Hmmm… pingin lagi ya “tanya Asti tetap dengan kesibukannya menjemur kembali pakaiannya. Anton menyingkap daster Asti dari bawah, kemudian ia jongkok di belakang Asti, perlahan dirabanya pantat itu sembari mencari pangkal paha wanita itu dan menjilatnya. Asti tetap dengan aktifitasnya, tetapi ditambah deru nafas yang sekali-sekali terdengar mirip orang kepedesan ssshhh… ssshhh…

Kemana arah Asti berjalan, Anton terpaksa mengekor di belakangnya, sampai Asti di tepi jendela samping pintu utama kosnya. Sedang asiknya dia dicumbu Anton dari belakang, Asti melihat bayangan orang berjalan dengan menggunakan payung di depan halaman kosnya, “ssstt… dik… tuh cewekmu liwat… katanya, “siapa mbak…” tanya Anton tanpa merasa perlu berdiri melihatnya. Belum sempat Asti menjawab, orang tersebut telah menyapanya “Sore mbak Asti… beli jamunya ndak…? “Endak mbak… makasih… kok hujan-hujan jualan mbak…?” tanya Asti kemudian. “Iya nih… kemarin gak enak badan… baru sekarang jualan lagi… nggg… masnya sebelah itu ada gak ya mbak…? tanya Inah sembari menunjuk ke kosan Anton. “Ada kok… pintunya kan di bukak… tunggu aja, paling sebentar lagi kembali…” kata Asti ngawur. Anton yang mendengar percakapan tersebut hampir tidak dapat menahan ketawanya, dicubitnya pantat Asti, akibatnya Anton mendapat tendangan kebelakang dari kaki Asti. “Yo wis… aku tunggu di terasnya ya mbak…” kata Inah pamit sembari menghampiri teras kosan Anton. “Tuh… kamu di tunggu pacar di rumah Ton” kata Asti kemudian. “Wah lagi enak-enaknya ada yang ganggu lagi” kata Anton pura-pura sewot. “Alaaaaahhh… orang diajak enak kok di tolak…” sindir Asti setengah cemburu. Anton seketika menjadi tidak enak hati, diperas otaknya untuk mengatasi masalah ini, sayang… keduanya merupakan kenikmatan yang mahal harganya ditambah dengan jarang terjadi. Anton berdiri… mengambil CD serta sarungnya di dalam kamar, perlahan senjatanya mulai mengkerut kembali.

Anton masih bingung, diraihnya dildo di atas tempat tidur Asti, diperhatikannya… tiba-tiba muncul ide gila dikepalanya, bila Asti dapat dipuasinya, sementara Inah juga telah terpuasi kemarin, gimana kalau malam ini kolaborasi antara Asti dengan Inah seperti layaknya Asti tadi, ditusuk dengan dildo dan dengan penis Anton. Yup… Anton tinggal merayu Asti, kemudian dipanggilnya Asti ke kamar. “Mbak… sini sebentar deh…” panggil Anton, “lho kamu kok masih di sini… tuh dah ditunggu cewek kamu” jawab Asti masih dengan nada cemburunya. “Mbak Asti pernah gak main bertiga…?” tanya Anton, Asti mengerutkan alisnya “maksudmu…?” “Pernah ngalamain main bertiga nggak… mbak…?” lanjut Anton berhati-hati, “Belum dik…” jawab Asti masih kebingungan. “Gimana kalau malam ii kit coba main bertiga… mumpung kosan lagi sepi dan juga mencoba suasana baru…” ujar Anton sembari merayu Asti sembari membelai payudara Asti yang tampak masih ingin minta jatah lagi, “Udahlah gak usah dipikir lagi… daripada nanti mbak cuman ngedenger orang main aja…” rayu Anton kemudian. Sejenak Asti terdiam, dan kemudian “caranya…” Hmmm… kena nih cewek aku rayu… jerit hati Anton. “Caranya gini… aku main dulu sama Inah… pintu gak aku kunci… kira-kira setengah jam kemudian mbak Asti masuk… terus… udah lah… gimana nanti aja ya…” kata Anton menjelaskan strateginya. “Mmmm… iya juga sih.. daripada nanti mbak cuman desahan serta erangan kalian berdua… boleh juga mbak coba untuk ikut gabung… tapi bener Ton… kalo kosan sepi…? ragu Asti dengan pandangan bertanya. “udah aku cek kok… pada pulang kampung… lagian anak sekolah khan liburan semesteran… sepi deh… nanti mbak nyusul dengan kondisi pake daster seperti sekarang ya… ” kata Anton meyakinkan keragu-raguan Asti. “Iyaaaa… cepet sana… kamu nemuin si Inah… nanti mbak dengerin dari sini… dan nanti mbak putuskan kapan mbak akan nyusul ya…”, “Siiippp… aku tunggu ya mbak” kata Anton penuh kemenangan. Tak lama Anton berpamitan, dia melalui jalan samping karena bila liwat pintu depan, Anton khawatir akan terlihat Inah keluar dari rumah Asti, hujan masih turun dengan deras, sehingga memungkinkan untuk sedikit membuat gaduh dengan membuka pintu samping yang terbuat dari seng.



INAH YANG PINTAR

Di bawah hujan Anton setengah berlari, hari merambat gelap, di depan pintu Anton menjumpai Inah sedang tersenyum memandang kedatangannya. “Aduh… dari mana mas… hujan-hujan begini.. mana gak pake baju lagi…?” tanya Inah setengah memekik, “Abis dari kamar mandi di sana…” jawab Aton sembari menunjuk ke arah timur. “Dah lama mbak… masuk yuk…” ajak Anton sembari mempersilahkan Inah untuk memasuki kosannya. Inah membuntuti Anton dari belakang, setelah menaruh keranjang berisi jamunya, Inah duduk di kursi ruang tamu. “Gimana badannya mas… udah segeran dong…” tanya Inah membuka percakapan. “He eh… masuk ke kamarku aja yuk mbak.. di sini masih dingin, lagian asik ngobrol di kamar kan” kata Anton sembari menarik tangan Inah, “udah.. keranjangnya biar di situ aja, wah lumayan laku tuh jamunya… keliatannya udah mau habis”. “Alhamdulillah mas… mau pulang sekalian mau nengok mas Anton” saut Inah tersenyum manis. “Lho kok adiknya dah bangun mas, masak dari wc tadi.. sekarang masih berdiri tegak” sindir Inah sembari menunjuk ke sarung Anton. Lelaki itu kaget, segera ditengoknya selangkangannya sambil tersipu, “habis dingin-dingin begini… pengennya nafsu melulu” jawabnya. Gak tau aja barusan sedang hot-hotnya meraba bongkahan pantat Asti. Inah duduk di kursi dekat meja rias kamar, sementara Anton dengan cueknya melepas sarung dan CDnya, tanpa risi dihadapan Inah ia berjalan ke dapur membuatkan teh hangat manis untuk Inah. Inah hanya tersenyum geli melihat kelakuan Anton yang dianggapnya terlalu cuek. Inah bangkit berdiri untuk pergi ke kamar mandi, karena letak kamar mandi bersebelahan dengan dapur, ia berpapasan dengan Anton yang sedang menuangkan air hangat ke gelas dan mengaduknya. “Mas..aku pipis dulu ya…” pinta Inah tanpa menunggu jawaban Anton, Anton melihat Inah dari belakang, karena Inah tidak menutup pintu kamar mandinya. Bongkahan pantat Inah mengkilat tertimpa cahaya lampu kamar mandi, sebentar kemudian Anton mendengar derasnya air kencing Inah jatuh ke lantai, Anton memperhatikannya sembari membatin, bagus juga pantat mbak jamu ini. Setelah dibersihkan Inah berdiri dan menurunkan kainnya, tetapi dilarang Anton. “Di copot aja kainnya… biar gak ribet bongkar pasangnya”, Inah tersenyum dan menuruti perintah Anton, “BHnya sekalian gak mas…” ledek Inah sembari melirik Anton. Tanpa menunggu komentar Anton, Inah sudah melepas baju serta behanya, tinggal Anton yang masih berdiri terpaku melihat Inah bugil.

Inah mendekati Anton, direngkuhnya leher Anton, kemudian detempelkannya bibirnya ke bibir Anton, tampak sekali kerinduan Inah akan ciuman, rabaan serta cumbuan Anton. Anton membalas tidak kalah ganasnya, diangkatnya satu kaki Inah dan ditumpangkannya disamping pinggang, mereka melepas rindu dengan berciuman mesra. Dijilatnya leher Inah diiringi desahan Inah dan rabaan tangan wanita itu di belakang punggung Anton. Kemudian Inah jongkok di depan Anton, dengan tidak sungkan lagi diraihnya penis Anton untuk dikulum layaknya anak kecil yang rindu akan es lilin kegemarannya. Anton tersenyum melihat tingkah Inah. Setelah beberapa saat, Inah berdiri dan kembali mencium bibir Anton, dirabanya payudara Inah sebelah kiri dengan tangan kiri, diremas sembari memainkan putingnya. Inah mendesah keenakan, sembari menggesek-gesekan kemaluannya pada penis Anton. Diangkatnya kedua paha Inah, seolah menggendong anak kecil Anton membawa Inah ke dalam kamar, ditidurkannya Inah dan dijilatinya kedua payudara Inah. Inah menggelinjang keenakan. diraihnya kepala Anton dan diacak-acaknya rambut lelaki itu. Giliran sesampai lidah Anton pada kemaluan Inah, Inah memekik, “Acchhh.. masss… jilat yang dalam masss… ssshhh…” Anton memainkan lidahnya pada klitoris Inah, dengan diiringi gerakan dan racauan gadis itu tanpa perduli lagi sekelilingnya, sluuuurrrp… sluuuurrrppp… ccek… ccekk…. terdengar decakan lidah Anton beradu dengan vagina Inah yang telah banjir. “Acchhhh.. achhh… mmmmhhh… ssshhh… aahhh… masss” jerit histeris Inah. Di luar sana sepasang telinga sedang mendengar desahan itu… ya Asti telah sampai di kamar tamu Anton setelah mengunci pintu kosannya. Sengaja Asti diam di ruang tamu, untuk menunggu saat yang tepat untuk dia masuk ke kamar Anton. Diraba selangkangannya dari luar daster yang dikenakannya, digosok-gosok dengan lembut, terasa hangat dan lembab, sementara tangan yang sebelah lagi meremas pelan payudara yang diakhiri dengan penenganan di putingnya. Asti resah sendiri, diaturnya nafas yang mulai memburu agar tidak terdengar dari dalam kamar. tetapi merintihpun jelas tidak akan terdengar karena kondisi di luar hujan deras. Setelah dirasa cairan vaginanya basah, Asti memasukkan dildo ke dalam lubang vaginanya dan memaju-mundurkannya.

Tiba-tiba Inah menjerit tanda klimaksnya, “masss… accchhh… hheggghhh… ssshhhh… aaahhh…” erang Inah. Anton memasukkan lidahnya kedalam rongga vagina Inah, dirasa tersedut-sedut lidahnya didalam lubang itu. Inah mendekap erat kepala Anton. Inah terkapar dalam kepuasan yang tiada terkira, nafasnya memburu, klimak ini yang dia ridui sejak dua hari yang lalu. Anton bangkit dan merengkuh tubuh Inah, diciumnya kening dan rambut Inah. “Mas… hghh… enak tenan yo…. heghh… ” ujar Inah diselingi nafas yang tersengal. Di ruang tamu, Asti pun mencapai klimaks oleh dildo sembari tiduran di kursi tamu, sementara tangan satunya masih meremas payudaranya. Sial… wanita itu klimaks di lidah Anton, sementara aku hanya dengan alat sialan ini, gerutu Asti seolah menertawai dirinya sendiri, kembali Asti mendengarkan adegan selanjutnya.

“Mbak… sekarang aku yang tiduran ya… mbak Inah di atasku…” pinta Anton kepada Inah, “Gimana caranya mas…?” tanya Inah bingung dengan instruksi Anton. Anton merebahkan tubuhnya di kasur, perlahan ia membimbing Inah untuk jongkok di atasnya, Inah paham sembari tersenyum, kemudian diraihnya penis Anton dan perlahan dimasukkannya ke dalam liang vaginanya. Inah menurunkan pinggulnya, perlahan batang penis Anton tertutup masuk ke dalam vagina Inah, kemudian Inah menarik dan menurunkan pinggulnya lagi, gerakan itu lama kelamaan menjadi sering. Aton memegang payudara Inah yang jatuh menggelantung, sementara tangan Inah meraih kaki Aton di belakang sana. Inah merasakan sensasi baru dalam bersetubuh, ia merasa dapat mengatur klitorisnya pada penis Anton. Posisi Inah membelakangi pintu kamar Anton sementara Anton menghadap pintu kamar. Tiba-tiba Anton melihat sosok Asti di depan pintu sembari menempelkan telunjuknya di bibir, Anton mengerti kode itu dan ia tetap meremas payudara Inah, sementara Inah yang tidak menyadari akan kehadiran Asti, tetap cuek dengan goyangan atas bawahnya di penis Anton sembari memejamkan mata menikmati gesekan sensasi itu. Perlahan Asti mendekati mereka berdua dan melihat gelinjang Inah di atas Anton, Asti mengambil posisi duduk mensejajari posisi Inah, Anton melirik Asti dan memberi kode liwat kerlingan matanya ke arah Inah, Asti tersenyum simpul.



PENGALAMAN BARU INAH DAN ASTI

Walaupun Inah tidak melihat kehadiran Asti, lambat laun secar naluri Inah merasa ada sepasang mata asing sedang memperhatikannya, setengah sadar dibukanya mata Inah. Bagai petir di siang bolong. Inah terkejut… melompat dari tubuh Anton dan langsung meraih apa saja di sekitarnya, guna menutupi tubuh bugilnya, kemudian Inah beringsut ke sebelah Anton sembari melotot ke arah Asti, dilihatnya Anton hanya tersenyum, sementara pandangan dialihkannya kearah Asti, Asti juga tersenyum manis ke arahnya. “Hai mbak Inah…” sapa Asti “kenapa gak ngajak-ngajak aku sih…”. Inah bingung serta mencoba meminta penjelasan kepada Anton dengan memandanginya. “Kenapa sayang…” jawab Anton sembari merengkuh kepala dan mengelus rambut Inah, “Mbak Asti mau gabung dengan permainan kita… kamu setuju nggak…?” Inah terdiam takut, bibirnya rapat, matanya nanar menatap keduanya bergantian, selimut selain menutup tubuh bugilnya, sebagian untuk menutup mulutnya. tubuhnya meringkuk di sudut kasur, tangan satunya sibuk menutup bagian tubuhnya jangan sampai terlihat polos.

Kemudian Anton bangkit, dihampiri Asti yang duduk di ujung kasur, dipagutnya bibir wanita itu. Asti membalas tidak kalah hotnya, kemudian Anton melepas daster Asti, sekarang gantian Inah menyaksikan pemandangan ganjil di depannya. Tubuh Asti terlihat polos setelah daster yang dikenakannya dicopot Anton, sehingga terlihat menggantung dua payudara mengkalnya, sementara mereka berdua berpagutan, tangan kanan Anton meraih vagina Asti, Astipun tidak tinggal diam, segera diraihnya penis Anton dan dikocokkannya dengan tangan kanannya, Inah hanya diam terpaku. kemudian Anton kembali berbaring di kasur, sementara Asti merangkak di atas Anton, setelah jongkok mengangkangi kemaluan Anton, diraihnya penis pemuda itu, perlahan dan pasti dibimbingnya penis Anton memasuki vaginanya, posisi Inah digantikan Asti. Anton menoleh ke arah Inah dan berkata, “ayo mbak… kita gabung dalam permainan ini…” Semula Inah ragu… tetapi tak lama dia pun mulai bergerak, lamban dia merangkak ke arah Anton dan memandangi Asti yang dibalas dengan senyuman. Perlahan Inah mendekati Anton. Anton merengkuh tubuh Inah, kemudian ditariknya pantat Inah dan didekati ke arah wajahnya, dibukanya lebar selankangan Inah dan Anton mulai menjilati vagina Inah. Asti meraih payudara Inah yang tentu saja satu nomer di bawah Asti besarnya, sementara tangan Inah masih memegangi selimut tadi. Inah merasakan sensasi lagi di daerah vaginanya akibat jilatan Anton, Asti masih sibuk menaik-turunkan vaginanya di batang penis Anton sembari tangannya meremas buah dada Inah. Setelah sensasinya kembali, Inah tidak malu-malu lagi, segera tanggannya juga meraih payudara Asti dan meremasnya, akhirnya keduanya berlomba mendesis keenakan. Tak berapa lama Asti melenguh panjang sembari memegang pundak Inah, orgasemnya tercapai. “acchhh… ssshhh… mmeemggghhh… auuccchh… aku sampeee tonnn… hegghhh…” Inahpun menyusul Asti, segera dibenamkannya vaginanya ke muka Anton, Anton mengalami sedikit kesesakkan, tetapi diapun tau kalau wanita ini akan mengalami orgasmenya, “achhh… masss… Inaaahhh.. jugaaa.. mmmmgghh… aaucchhh…” erang Inah kemudian. sssrrt… sssrttt.. ssrttt… cairan nikmat Inah jatuh kedalam mulut dan hidung Anton. Kedua wanita itu terkapar. Anton bangkit dan mengangkang di antar kedua wanita tersebut, dikocoknya penisnya, sebentar kemudian, “heggghh… crooottt… crooottt… crooottt… keluarlah sperma Anton diantara wajah dua wanita tadi yang disambut dengan mulut terbuka dan menelannya hingga habis.

Mereka bertiga berpacu dengan deru nafas di atas kasur kelelahan, sementara hujan di luar masih deras. Anton diantara kedua wanita tersebut, tangan kirinya membelai wajah Asti, sementara tangan kanannya membelai rambut Inah. Sementara kedua wanita di sisi Anton saling menghadap ke tengah, tangan kiri Asti membelai dada Anton dan tangan kanan Inah mengusap penis Anton yang mulai terkulai lemas. “Gimana sayang… sensasi bertiga ini…?” tanya Anton kepada Asti. “Nakal kamu ya Ton…” jawab Asti sembari memencet mesra hidung Anton. “Kalo kamu gimana mbak rasanya…?” tanya Anton kepada Inah, Inah tidak menjawab, wajahnya merona merah, sembari tersenyum dibenamkannya wajahnya ke leher Anton sembari mengecupnya. Asti bangkit dari pelukan Anton sembari bertanya kepada Anton. “Dik… punya sesuatu untuk di makan nggak…?” “Ada mbak…” jawab Anton “cuma harus di masak dulu… itu di bawah lemari dapur… masih ada beberapa bungkus Indomie”. “Mari mbak… saya bantu masaknya ya…” ujar Inah sembari bangkit dan menyusul Asti ke dapur. Anton tersenyum geli melihat kedua wanita bugil kompak itu di dapur. Anton pun bangkit berdiri menyusul keduanya di dapur, di buatnya lagi teh hangat untuk mereka bertiga. Di dapur terlihat pemandangan menggelikan di mana tiga mahluk bugil berlainan jenis sedang sibuk.

Mereka bertiga duduk kembali di dalam kamar dengan kondisi yang masih tetap bugil, sembari menikmati Indomie rebus mereka bercengkerama. “mbak Inah… sudah berapa kali main dengan dik Anton? tanya Asti memulai pembicaran. Inah terpengarah kaget wajahnya tersipu malu, sembari melirik ke arah Anton, “baru dua kali ini kok mbak Asti” jawab Inah Polos. “Ohhh… lumayan juga ya… aku aja baru malam ini merasakannya” balas Asti. “Aku juga… baru sekali ini main dengan dua wanita sekaligus…” canda Anton mencairkan rasa malu kedua wanita itu. “Huuu… dasar laki-laki…” jerit Asti sembari mengacak-acak rambut Anton. “Tapi kalian puas semuanya khan…” bela Anton. “hi hi hi… lucu juga ya kita bertiga ini… udah gede-gede masih bugil… inget waktu masih kecil mandi di kali sama temen-temen dulu…” tawa Inah geli. Mereka bertiga tertawa bersamaan.



SATU RANJANG TIGA INSAN

Anton selesai makan duluan, kemudian dia duduk serta mengambil sebatang rokok di atas meja dan menikmatinya, disusul Asti selesai makan, sementara Inah masih menyelesaikan makannya. Setelah Asti membereskan piringnya, di hampirinya Anton dan jongkok di depannya, tangan kiri Asti mulai mengelus serta mengocok penis Anton. Anton memberi ruang tangan Asti dengan merenggangkan kedua pahanya, dihisap dan dihembuskannya asap rokok diselingi kenikmatan elusan Asti. Perlahan dibukanya mulut Asti dan dilahapnya penis Anton, sementara Inah hanya memandang dari duduknya. Inah bangkit berdiri dan membawa piringnya ke dapur, segera ia kembali ke kamar, Inah pun jongkok di belakang Asti sambil memandang ke penis Anton di kuluman Asti. Tangan kanan Inah segera menjamah payudara Asti dan meremasnya, sementara tangan kiri Inah meraih klitoris Asti dan menggosoknya lembut. Asti mendesis nikmat disela kuluman penis Anton di mulutnya, tubuhnya digoyang-goyangkan ke kiri dan kanan menikmati remasan tangan Inah di selangkangannya.

Anton memegang pundak Asti setelah rokoknya habis, dia bangkit berdiri. “Sekarang mbak Inah duduk di kursi aku yang jongkok, sementara mbak Asti tiduran telentang di bawahku ya…” demikian instruksi Anton kepada dua wanita itu. Inah segera mengambil posisi duduk di kursi, sementara Asti tiduran telentang di bawah, kemudian Anton mengambil posisi mengangkang di atas Asti dan wajahnya disorongkannya ke selangkangan Inah. Tak lama berselang, Inah mendesis kenikmatan setelah vaginanya dijilati Anton, sementara di bawah, Asti masih sibuk mengulum penis Anton. Inah bergetar hebat, diraihnya kepala Anton dan dibenamkannya ke dalam vaginanya, “Masss… Inah nyampeee niiicchhh… ” erangnya mencapai klimaks. Anton mempercepat permainan lidahnya, sesekali dimasukkan lidah itu kedalam lubang kenikmatan Inah. “Acchhh… ssshhhmmmhhh…” rintih Inah lagi.

Setelah Inah selesai dengan klimaksnya, Anton berdiri dan menyuruh Asti untuk bangun. Kemudian Anton memposisikan Asti untuk berlutut menghadap kursi, tangan Asti menyangga di bangku kursi dan Anton sedikit merenggangkan ke dua paha Asti. Anton berjongkok di belakang Asti, Inah menggenggam penis Anton dan mengarahkannya ke dalam lubang Asti. Setelah masuk, perlahan Anton memaju mundurkan penis di lobang Asti. “Accchhh… ssshhh… terusss dikkk… yang dalammm… mmmhhh…” geram Asti merasakan penis Anton menusuk lubang vaginanya. Inah mendekati Anton di raihnya wajah laki-laki itu dan dicumbunya. Sembari berciuman dengan Inah, Anton memaju-mundurkan penisnya di lubang Asti. Asti pun mencapai klimak lagi… “tooonnn… ssshhh… mbak mau nyampeee niiihhh… agrhhh…” “Bentar mbak… Anton juga mau sampe nih… kita barengan aja ya…” jawab Anton sembar mempercepat gerakan maju-mundur penisnya. Dan… “Aachhh… mbaakkk… ayooo…” jerit Anton. “Ssshhh… iyaaa diikkk… ssshhh… arggghhh… mmmhhh…” erang Asti kemudian. Sementara Inah menggosok-gosok vaginanya mendengar erangan Asti serta juga mencapai klimaks “Aaarrhhhggg… mmmhhh… ssshhhhmmm…”

Mereka terkapar lagi untuk yang kesekian kalinya, di luar cuaca dingin, tetapi di dalam kamar Anton terasa panas, apalagi ketiganya tampak terlihat bermandikan keringat. Entah sudah keberapa kalinya Anton orgasme hari ini, tetapi tetap saja tampak kental dan banyak, apa mungkin pengaruh dari jamu ramuan Inah, pikir Anton dan tidak terasa capek dirasakan badannya. memang benar-benar luar biasa jamu itu.

“Sudahlah… nginep semua aja di kamarku ya malam ini…?” usul Anton kepada kedua wanita tersebut, sementara kedua wanita itu tidak menjawab, hanya gerakan lemah mereka saja yang mengungkapkan kesetujuan mereka atas saran Anton. Anton meraih selimut dan menutupi tubuh bugil mereka bertiga serta mematikan tombol lampu. Di tengah kegelapan mereka saling berpelukan di mana Anton di tengah diapit kedua wanita tersebut, di kecupnya kedua kening wanita itu sembari tersenyum penuh kemenangan. Di luar hujan mulai berhenti, menyisakan keheningan yang merangkak menuju ke larutnya malam. Ketiga insan manusia terlelap di kamar beraroma keringat dan birahi, senyum serta kepuasan menyertai wajah damai mereka bertiga, tanpa ada yang mengusiknya.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

KAMI SEKELUARGA TAK LUPA MENGUCAPKAN PUJI SYUKUR KEPADA ALLAH S,W,T
dan terima kasih banyak kepada AKI atas nomor yang AKI
beri 4 angka [5649] alhamdulillah ternyata itu benar2 tembus AKI.
dan alhamdulillah sekarang saya bisa melunasi semua utan2 saya yang
ada sama tetangga.dan juga BANK BRI dan bukan hanya itu AKI. insya
allah saya akan coba untuk membuka usaha sendiri demi mencukupi
kebutuhan keluarga saya sehari-hari itu semua berkat bantuan AKI..
sekali lagi makasih banyak ya AKI… bagi saudara yang suka PASANG NOMOR
yang ingin merubah nasib seperti saya silahkan hubungi KI SUBALA JATI,,di no (((085-342-064-735)))
insya allah anda bisa seperti saya…menang NOMOR 670 JUTA , wassalam.

Posting Komentar